Korbankan Tenaga dan Harta dengan Jadi Relawan Muda, Apa Untungnya?

18 Oktober 2018 20:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Relawan muda Youcan Social Expedition. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Relawan muda Youcan Social Expedition. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Mengabdikan diri jadi relawan di masa muda boleh jadi melelahkan. Lagian kenapa sih harus repot-repot bantuin orang lain? Padahal kan bukan kewajiban kita.
ADVERTISEMENT
Eits, jangan begitu dulu. Nyatanya masih banyak anak muda di luar sana yang mau mengabdikan dirinya demi membantu orang lain.
Muhammad Haekal, contohnya, mau saja mengajar sukarela selama tiga hari ke daerah pelosok di Garut, Jawa Barat lewat program relawan pendidikan 1.000 Guru pada 2017 silam.
“Ngajar pelajaran umum, terus kita berbagi donasi juga. Donasi tas dan alat-alat tulis ke anak-anak SD, patungan juga untuk memperbaiki sekolah,” kata dia.
Tak hanya korbankan tenaga dan waktu untuk mengajar. Nyatanya, ikut kegiatan relawan seperti ini juga mesti mengorbankan harta.
“Bayar kita kemarin Rp 400 ribu, udah masuk donasi, beliin tas, kemudian untuk akomodasi, buat makan,” tutur mahasiswa yang akrab disapa Haekal.
Kalau kamu berpikir biaya yang dikeluarkan Haekal terhitung besar, maka kamu salah. Arkani Dieni bahkan rela merogoh kocek Rp 2,5 juta demi pergi ke Sumba Barat Daya untuk mengikuti Youcan Social Expedition.
ADVERTISEMENT
Di Sumba Barat Daya, Arka melakukan kegiatan pengabdian masyarakat semacam Kuliah Kerja Nyata selama tujuh hari. Ia terlibat dalam pengembangan ekonomi masyarakat sana yang berbasis perkebunan.
Lalu apa alasannya ikut kegiatan tersebut?
“Lebih karena mau berbagi aja sih, terus juga penasaran. Aku kan punya temen dari mana-mana, tapi belum pernah pergi ke daerah mereka,” ungkap mahasiswi jurusan Jurnalistik itu.
Haekal beda lagi, menurutnya mendidik orang lain adalah tanggung jawab orang terdidik. Oleh karenanya, sebagai mahasiswa ia tergerak untuk melakukan kegiatan relawan yang berbasiskan pendidikan.
“Identitasku sebagai seorang muslim juga jadi faktor pendorong aku untuk bergerak karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain,” tutur Haekal.
Pelajaran Berharga
Buat kamu yang mengira kalau ikut kegiatan relawan cuma bikin capek dan buang-buang harta semata, kamu mesti berpikir ulang. Soalnya, para relawan ini justru mendapatkan pelajaran berharga dari pengalamannya.
ADVERTISEMENT
“Setelah melakukan program itu aku kayak merasa udah memanusiakan manusia, dalam artian memberikan taraf hidup yang relatif layak karena kehidupan di sana itu menurutku kurang layak,” kata Arka.
Saat menjadi relawan, Arka dan Haekal mesti meninggalkan zona nyaman mereka. Mereka harus tidur kedinginan di lantai. Meski begitu, mereka mengaku senang dan mendapat semangat baru setelah pulang.
“Aku melihat mereka (para siswa SD) tuh semangat ketika mereka jalan 1 hingga 5 kilometer, naik bukit lewat sungai, dan sebagainya, dikejar anjing, lewatin hutan. Tapi ketika nyampe sekolah mereka senang,” kata Haekal.
Ia menambahkan, “Nah, yang aku pengen dapetin tuh itu rasa semangatnya. Ketika kita di kota gerimis dikit enggak kuliah, agak pusing enggak enak badan dikit bolos kuliah, bolos sekolah, tapi mereka di luar sana malah semangat gitu sekolah.”
ADVERTISEMENT
Haekal mengaku merasa tertampar melihat situasi tersebut. Begitu pula Ineu Rahmawati yang menjadi relawan Mengajar Anak TKI di Sarawak. Di sana, ia ikut berkontribusi dalam menyediakan fasilitas pendidikan seperti buku dan alat peraga yang minim.
“Saya merasa beruntung lahir dan tumbuh di Indonesia bisa mengenyam pendidikan sampai kuliah. Anak-anak TKI yang di Malaysia, khususnya di Sarawak, mau mengenyam wajib belajar sembilan tahun aja susah,” ujarnya.
Dari menjadi relawan itulah kemudian Ineu timbul rasa empati lebih untuk terus membantu anak-anak TKI agar bisa sekolah. Nah, sekarang, bagaimana dengan kamu? Tertarik?