Stres Belajar Jadi Penyebab Siswa Bunuh Diri di Korea Selatan

6 Desember 2018 11:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa di Korea Selatan (Foto: YouTube @KBS World TV)
zoom-in-whitePerbesar
Siswa di Korea Selatan (Foto: YouTube @KBS World TV)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bila kamu melihat pendidikan di negara maju seperti Korea Selatan (Korsel) pasti kamu membayangkan indahnya jadi siswa dan bersekolah di sana. Namun data dan kasus yang terjadi enggak seperti apa yang kamu bayangkan.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, Korsel memiliki tingkat bunuh diri paling tinggi di antara negara-negara OECD sejak 2009. Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2017, diestimasikan tingkat bunuh diri di Korsel mencapai 14,8 per 100 ribu penduduk di 2000, 34,1 per 100 ribu di 2010, dan 28,3 per 100 ribu di 2015.
Di antara tingginya kasus bunuh diri secara keseluruhan, menurut data dari Kantor Statistik Nasional Korea, dilaporkan bahwa 353 remaja berumur 10 sampai 19 tahun melakukan bunuh diri pada tahun 2010 saja. Jumlah itu hampir setara dengan rata-rata satu remaja bunuh diri per hari.
Di Korsel, stres dilaporkan menjadi salah satu dari banyaknya sebab orang melakukan bunuh diri. Menurut survei tahun 2006, 56,5 persen remaja sekolah mengalami stres. Angka tersebut meningkat bila dibandingkan dengan survei serupa yang dilakukan tahun 2002 yang angkanya hanya mencapai 48,9 persen (Lee Eun Hee, 2009).
ADVERTISEMENT
Penyebab stres yang umum di antara para pelajar, terutama di tingkat SMA, di Korea adalah ketakutan terhadap masa depan yang tidak jelas. Salah satu keberhasilan masa depan itu ditentukan dengan apakah ia masuk kampus impian atau tidak.
“Di masyarakat Korsel, kultur elitis mengindikasikan bahwa status dan pencapaian seorang pelajar yang diakui ialah masuk SKY yaitu perguruan tinggi prestisius yang ada di Korea Selatan,” terang Caroline Rystedt peneliti dari Stockholm University yang membandingkan stres pelajar SMA di Korsel dan Swedia.
Perguruan tinggi yang masuk ke dalam SKY ada tiga yaitu Seoul National University, Korea University, dan Yonsei University. Setiap bulan November setiap tahunnya, para remaja yang baru lulus sekolah akan mengikuti tes Suneung (Tes Kemampuan Skolastik) untuk masuk ke perguruan tinggi tersebut.
ADVERTISEMENT
Saking seriusnya tes Suneung, pemerintah bahkan harus menghentikan semua aktivitas penting untuk sementara waktu. Bursa saham dibuka sejam kemudian, zona larangan terbang diberlakukan, dan polisi memastikan setiap siswa masuk sekolah tepat waktu.
Dalam sebuah dokumenter tentang SKY yang disponsori oleh Agensi Komunikasi Korea, para siswa tampak serius belajar untuk menggapai cita-citanya masuk universitas impian.
Dalam satu adegan seorang siswa laki-laki berkata dirinya ingin masuk kampus yang bagus. Menurutnya belajar sehebat apa pun tidak ada artinya apabila enggak masuk SKY.
Ditanya alasan mengapa harus masuk SKY oleh orang tuanya, siswa itu menjawab, “Ini bukan pilihanku. Dalam perjalanan hidupku, masyarakat menekanku untuk masuk ke kampus yang bagus.”
Di adegan lain, siswa perempuan belajar di dalam mobil. Sambil memegang buku ia berkata, “Sistem pendidikan yang hanya memfokuskan siswanya untuk masuk ke kampus bagus enggaklah seburuk itu. Namun kalau itu membuat kami harus belajar sampai jam 11 malam setiap harinya tentu saja itu enggak benar, apalagi kami masih remaja.”
ADVERTISEMENT