Konten dari Pengguna

Aksi Sastrawan Taufiq Ismail di Perbatasan Korsel-Korut

M. Aji Surya
Diplomat dan mahasiswa Program Doktoral Pengkajian Amerika Universitas Gadjah Mada (UGM).
24 Oktober 2017 16:13 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M. Aji Surya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Taufiq Ismail (Foto: dok: Aji Surya)
zoom-in-whitePerbesar
Taufiq Ismail (Foto: dok: Aji Surya)
ADVERTISEMENT
Hanya seniman yang melakukannya. Di tengah gentingnya hubungan Korsel-Korut, Taufiq Ismail justru beraksi di perbatasan kedua negara. Tidak ada rasa takut sedikitpun. Suaranya menggelegar.
ADVERTISEMENT
Seniman senja itu membacakan puisi yang digubahnya tahun 1970 silam berjudul Panmunjom. Puisi ini hasil renungan kunjungannya di perbatasan saat itu dan merupakan puisi terpanjang yang pernah digubah.
Minggu kemarin, 22 Oktober 2017, atau 47 tahun kemudian, Taufiq membacakan puisi itu di Imjingak, daerah perbatasan kedua negara. Ia memilih dua tempat untuk aksi itu, di atas gedung dengan latar perbatasan dan di depan bekas lokomotif dengan ratusan lubang pelor.
Di tengah suara angin perbatasan yang begitu menderu, di antara perbukitan yang menggetarkan, Taufiq yang berumur 82 tahun masih memiliki suara lantang. Puisi Panmunjom dimaksudkan sebagai refleksi sejarah manusia yang harus jadi renungan bersama. ()