Praktisi Humas Pemerintah Penting Kuasai Keahlian Negosiasi

Fachrudin Ali Ahmad
Saat ini bekerja sebagai Pranata Humas Ahli Muda di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI. Lulus Strata Satu (S1) dari FIKOM UNPAD. Tahun 2012 menyelesaikan Magister (S2) Kesehatan Masyarakat UI
Konten dari Pengguna
30 Desember 2021 14:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fachrudin Ali Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi proses negosiasi yang dilakukan praktisi humas
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi proses negosiasi yang dilakukan praktisi humas
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap detik dan menit terhitung kita melakukan aktivitas berkomunikasi. Salah satu yang sering dilakukan adalah bernegosiasi. Kegiatan bernegosiasi tidak hanya dilakukan dalam konteks komunikasi organisasi yang lebih formal dan terlembaga. Di tingkat rumah atau pergaulan sehari-hari, negosiasi diperlukan. Seperti anak saat meminta mainan kepada orang tuanya atau ibu rumah tangga ketika berbelanja dan bertransaksi dengan penjual.
ADVERTISEMENT
Begitupun kegiatan ini acap kali dilakukan pranata humas pemerintah. Praktisi humas pemerintah perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan bernegosiasi. Apalagi pranata humas pemerintah merupakan corong dan garda terdepan dalam menyuarakan kepentingan dan citra lembaga.
Praktisi humas harus memahami proses negosiasi. Kemampuan ini menjadi keniscayaan untuk dikuasai. Setidaknya mengetahui karena pada dasarnya negosiasi merupakan proses komunikasi yang menjadi bidang utama pekerjaan kehumasan.
Negosiasi merupakan pengambilan keputusan melibatkan dua pihak ataupun lebih. Masing-masing berkomunikasi membicarakan kepentingannya untuk kemudian mencari kepentingan utama yang disepakati kedua belah pihak. Kepentingan utama inilah yang selanjutnya menjadi nilai kesepakatan bersama yang menjadi hasil negosiasi.
Proses negosiasi harus melibatkan kepentingan dua atau lebih pihak-pihak yang memiliki hubungan saling ketergantungan. Masing-masing tidak bisa berjalan sendiri-sendiri dan membutuhkan kesepakatan bersama agar pekerjaan yang diinginkan berjalan sebagaimana yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Negosiasi bukanlah proses yang berjalan dalam satu sistem linear. Sebagai proses, negosiator harus pandai dan pintar membaca situasi. Kapan harus bersikap konsisten dan kapan juga harus adaptif terhadap tawaran pihak lain.
Bahkan kemampuan bersikap asertif sangat dibutuhkan. Asertif merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain.
Kadang informasi yang kita miliki berperan dalam negosiasi. Namun terlalu banyak informasi yang dimiliki kadang membuat kebingungan sebab harus menyediakan waktu lebih banyak dalam memilah dan memilih informasi yang akan digunakan.
Untuk itu, pilihlah informasi yang relevan. Salah satu caranya, tanya kepada pihak-pihak yang berkompeten dan mengetahui serta mengerti situasi dan kasus terkait proses negosiasi yang kita lakukan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, tingkatkan kemampuan mendengarkan. Dengan mendengarkan, kita bisa tahu lebih dalam keinginan dan sudut pandang pihak lain. Bisa juga gunakan pertanyaan kepada pihak lain. Ini untuk dapat memperoleh sejumlah besar informasi yang diperlukan.
Namun jangan buat pertanyaan terlalu banyak, karena bisa jadi ini akan membuat pihak lain curiga atau malah menjadikan posisi kita di mata pihak lain lemah karena menganggap kita tidak tahu atau kurang memahami persoalan.
Kemampuan tak kalah pentingnya untuk dikuasai dalam bernegosiasi adalah melakukan pembingkaian. Pembingkaian atau framework pada dasarnya merupakan mekanisme internal pada diri kita. Pembingkaian merupakan mekanisme subjektif yang dilakukan manusia untuk mengevaluasi dan memahami situasi sekaligus membuat kita mengupayakan atau menghindari tindak lanjut.
ADVERTISEMENT
Pembingkaian diperlukan negosiator untuk mengangkat isu yang dianggap penting yang hendak diangkat dalam proses negosiasi. Isu inilah yang melatari negosiator bertindak ketika banyaknya isu ataupun materi yang hendak diangkat dalam proses negosiasi.
Menurut Lewicky (2015), negosiator dapat menggunakan lebih dari satu bingkai. Kenyataannya, pihak-pihak yang bernegosiasi dapat memiliki bingkai yang berbeda. Ketidakcocokan dalam bingkai antar pihak yang bernegosiasi akan menjadi sumber konflik atau kebuntuan.
Untuk itu, sebagai praktisi humas kita harus pandai mengangkat framework yang hendak kita pakai dalam negosiasi. Namun itu bukanlah proses yang statis, kadang kala dalam perjalanan negosiasi, framework bisa kita sesuaikan sesuai kebutuhan. Atau bisa juga menggunakan lebih dari satu. Tentunya, masih banyak lagi teknik negosiasi yang bisa praktisi humas kembangkan dan kuasai.
ADVERTISEMENT