Hal-hal yang Ditanyakan Bocah Tentang Agama

Indonesia Mengajar
Indonesia Mengajar adalah Anda, Saya, Kita. Melibatkan masyarakat untuk bergotong-royong memajukan pendidikan bangsa.
Konten dari Pengguna
28 Juni 2017 8:55 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indonesia Mengajar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika ramai beredar video anak-anak yang berteriak-teriak “basmi pemimpin kafir”, saya langsung berdoa semoga anak didik saya tidak melakukan hal yang sama.
Saat mengikuti program Indonesia Mengajar, saya pernah ditugasi mengisi satu sesi pesantren Ramadan. Sekolah tempat saya mengajar, SDN 006 Pasir Belengkong, Kabupaten Paser, memang rutin mengadakan pesantren setiap tahun. Saya lalu bercerita tentang sebuah perang yang terjadi akibat seorang lelaki menjahili seorang wanita di pasar. Wanita ini diganggu hingga jilbabnya terlepas di tempat umum.
ADVERTISEMENT
Belum lagi cerita selesai, seorang anak lelaki mengacungkan tangan untuk bertanya. “Bu, dari mana Ibu tahu cerita itu kalau Ibu tidak berjilbab?” Saya menjawab jujur, “Dari televisi. Kan kalian tahu Ibu suka dengerin ceramah pagi-pagi sebelum ke sekolah,” kata saya sambil tersenyum. Saya tahu pertanyaan ini sungguh berlapis. Tapi saya luar biasa senang mendapat pertanyaan kritis dari seorang anak kelas enam Sekolah Dasar. Yang jelas, saya tidak berminat menjawab pertanyaan ini dengan kalimat, “Itu urusan Ibu dengan Tuhan, Nak.”
“Terus kenapa Ibu Mei gak berjilbab?” Pertanyaan yang singkat, padat dan jelas. Pertanyaan yang membuat saya berpikir, rasanya tidak ada alasan untuk saya tidak berjilbab. Saya sudah lama tahu kalau seorang muslimah dewasa wajib menutup auratnya. Saya juga tidak akan kegerahan karena kenyataannya, saya suka pakai jaket kemana-mana. Lalu, apalagi yang saya tunggu? Sesungguhnya jilbab itu tercipta untuk melindungi Muslimah, untuk kebaikan kita.
ADVERTISEMENT
Di hari lainnya anak yang sama kembali mengajukan pertanyaan menarik. Dia bertanya, apakah saya pernah ke gereja? Apakah saya punya teman Kristen? Saya bilang bahwa saya punya beberapa sahabat Kristen. Saya bahkan bercerita bahwa di Jakarta ada Gereja Katedral yang bagus sekali. Pancingan jitu. Anak-anak lain ikut bertanya dengan polosnya. Apakah tidak berdosa bergaul dengan Kristen? Apakah boleh muslim masuk ke gereja? Apakah saya dan teman saya yang Kristen itu menyembah Tuhan yang sama?
Tempat saya tinggal sepanjang tahun 2015, Desa Blebak, memang lingkungan yang homogen. Hampir semua penduduk beragama Islam. Murid-murid bahkan bingung ketika saya sengaja mendatangkan salah satu Pengajar Muda, Ruth Christyanti, seorang Cina keturunan yang beragama Kristen. Ruth langsung dikerubungi dan diserbu banyak pertanyaan menarik seputar gereja dan agama nasrani.
ADVERTISEMENT
Namun di sisi lain masih ada hal mengusik hati saya hingga kini. Terlalu banyak aliran Islam yang berkembang di Kabupaten Paser. Anak-anak saya bisa dengan mudah menyebutkan bahwa “Si A sholatnya harus di tempat tertentu” dan “Si B itu cara baca Al-Qur’annya aneh”, dan karenanya mereka dilarang orangtuanya bergaul dengan beberapa siswa.
Kepada mereka saya hanya bisa mengingatkan, kalau semua ajaran dan agama dasarnya adalah ajaran kebaikan. Terlebih Islam melarang sesama muslim tidak bertegur sapa lebih dari tiga hari. Kalau mereka yang sesama Islam saja tidak akur, bangsa Indonesia bisa dengan mudah kembali dijajah.
Ramadan pun berakhir. Saya yang awalnya hanya jilbaban di desa pada hari Jum’at, kini berjilbab setiap hari. Saya pun masih berjilbab ketika purnatugas dan, insya allah, sepanjang sisa hidup ini.
ADVERTISEMENT
Meiliani Fauziah. Pengajar Muda Angkatan IX, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.