Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Populix Ungkap Sifat Masyarakat Indonesia saat Belanja Online: Impulsif
20 Februari 2023 17:08 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Survei kami menemukan bahwa orang Indonesia memiliki tendensi melakukan pembelian produk secara spontan di luar daftar belanja mereka, atau yang dikenal dengan istilah impulsive buying. Hal ini terutama didorong oleh adanya kesempatan untuk memiliki produk yang sudah lama diinginkan tetapi baru bisa dibeli sekarang, dan sebagai bentuk apresiasi untuk diri sendiri (self-reward)," ujar Co-Founder dan CEO Populix Timothy Astand dalam keterangan tertulis, Senin (20/2).
"Selain itu, kampanye promosi juga menjadi faktor pendorong kuat bagi masyarakat dalam melakukan impulsive buying, misalnya promo khusus dari penjual atau diskon spesial pada momentum festival belanja,” sambungnya.
Lantas, apa saja hasil survei menarik soal perilaku belanja masyarakat?
Perilaku Belanja Masyarakat RI
Sementara itu, 37 persen masyarakat yang memilih lebih menyukai belanja offline juga memiliki beberapa alasan. Di antaranya, dapat melihat produk secara langsung (78%), tidak perlu menunggu lebih lama, karena barang yang dibeli bisa langsung dibawa pulang (68%) dan meminimalisasi barang bisa rusak atau hilang (61%).
Produk yang paling sering dibelanjakan pun bermacam-macam. Kategori makanan dan minuman menempati posisi pertama dengan barang yang paling banyak dibelanjakan, yakni 69 persen. Disusul kebutuhan sehari-hari sebanyak 68 persen dan ternyata kategori fashion hanya menempati urutan ketiga sebanyak 59 persen.
ADVERTISEMENT
Selain memperlihatkan tempat belanja dan jenis barang yang paling disukai masyarakat, hasil survei ini juga menunjukkan perilaku berbelanja masyarakat secara impulsif.
Ternyata, terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi alasan masyarakat sering berbelanja di luar perencanaannya. Pertama, sudah ada keinginan membeli, tetapi baru dapat membelinya saat ini (40%), bentuk apresiasi untuk diri sendiri atau self-reward (39%), tergiur dengan promo menarik dari penjual (35%).
Kemudian, masyarakat juga mudah tergiur dengan diskon dari platform saat momentum festival belanja, seperti diskon tanggal kembar (34%), gratis ongkos kirim (31%), mendapatkan cashback (31%), serta mendapatkan voucher belanja (25%).
Tingkat Antusiasme Belanja di Tengah Kampanye Promosi
Kampanye-kampanye promosi belanja seperti Harbolnas, payday, hingga promo tanggal kembar menjadi momentum favorit yang dinanti konsumen. Setidaknya, 91 persen masyarakat pernah berbelanja secara online di hari-hari promosi belanja tersebut. Bahkan, 5 dari 10 masyarakat mengatakan pasti akan berbelanja di momen kampanye itu.
Kategori produk yang paling diincar meliputi fashion dan pakaian olahraga (67%), kebutuhan sehari-hari (45%), perawatan tubuh (41%), kosmetik (40%), makanan dan minuman (29%), teknologi dan gadget (27%), serta barang elektronik (23%).
Terdapat tiga alasan utama masyarakat dalam membeli produk pada momen kampanye promosi, yaitu ingin mendapatkan harga terendah (77%), mendapatkan gratis ongkos kirim (62%), dan bukan kebutuhan darurat (22%).
ADVERTISEMENT
E-commerce andalan masyarakat untuk berbelanja pun masih ditempati Shopee (85%) sebagai platform favorit nomor satu. Disusul dengan Tokopedia (51%) dan Lazada (25%).
Di sisi lain, ada juga beberapa hal yang membuat masyarakat tidak tertarik mengikuti kampanye promosi, yakni khawatir akan membeli barang yang tidak dibutuhkan (50%), tidak memiliki anggaran (36%), dan perbedaan harga yang tidak terlalu jauh dari harga normal (31%).
Pengaruh Isu Resesi terhadap Perilaku Belanja
Di tengah isu resesi tahun 2023, masyarakat Indonesia punya strategi tersendiri dalam mengatur aktivitasnya berbelanja. Sebanyak 43 persen responden, misalnya, menyebut hanya akan membeli barang kebutuhan utama. Sementara itu, sebanyak 22 persen responden akan mencari barang yang lebih murah dengan merek yang sama.
Nah, sebanyak 20 persen responden juga menyebut tidak akan mengubah perilaku belanja mereka. Mereka ini adalah Generasi Z, serta masyarakat menengah ke bawah yang memang sudah berbelanja secara minim.
ADVERTISEMENT