Konten dari Pengguna

Penghindaran Pajak itu Trik Licik atau Strategi Sah?

A M FIQRAM PABOTTINGI
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
8 Januari 2025 23:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari A M FIQRAM PABOTTINGI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gambar Dokumen (sumber: freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gambar Dokumen (sumber: freepik.com)
ADVERTISEMENT
"Seberapa adil sistem pajak kita jika perusahaan besar bisa membayar jauh lebih sedikit dibandingkan yang seharusnya?", pertanyaan ini mencerminkan keresahan publik terhadap ketidakadilan dalam sistem perpajakan yang ada di Indonesia. Dalam situasi tekanan untuk meningkatkan penerimaan negara, penghindaran pajak tentu menjadi salah satu tantangan terbesar. Perusahaan-perusahaan besar, baik domestik maupun multinasional, sering memanfaatkan celah hukum untuk mengurangi kewajiban pajak mereka. Dari strategi yang sah hingga praktik yang berada di wilayah abu-abu, penghindaran pajak ini cukup mencerminkan kompleksitas sistem perpajakan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam praktik penghindaran pajak, salah satu taktik yang sering digunakan adalah profit shifting yaitu pemindahan keuntungan menuju yurisdiksi dengan pajak yang rendah melalui mekanisme transfer pricing. Misalnya, banyak perusahaan multinasional menggunakan Singapura sebagai tujuan utama untuk mengurangi beban pajak mereka. Meskipun secara hukum praktik ini mungkin dianggap sah, efektivitas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam menegakkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) sering kali dipertanyakan. Akibatnya, Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak yang signifikan.
Selain itu, terdapat praktik lain yaitu praktik tax sheltering juga menjadi perhatian. Beberapa perusahaan menggunakan perusahaan cangkang di luar negeri untuk menyembunyikan keuntungan atau pendapatan mereka. Data dari Panama Papers dan Paradise Papers menunjukkan keterlibatan sejumlah perusahaan dan individu Indonesia dalam skema seperti ini. Walaupun jika didalami praktik ini tidak selalu ilegal, publik akan tetap menganggapnya tidak etis karena melanggar semangat keadilan pajak. Di sisi lain, sektor strategis seperti pertambangan dan perkebunan juga sering memanfaatkan skema ini, termasuk melalui laporan pendapatan yang lebih rendah atau pengeluaran fiktif.
ADVERTISEMENT
Untuk menghadapi masalah penghindaran pajak ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan sejumlah kebijakan strategis. Salah satu langkah signifikan yang dilakukan ialah implementasi Automatic Exchange of Information (AEOI) yang memungkinkan pertukaran data keuangan lintas negara untuk mendeteksi potensi penghindaran pajak. Program Tax Amnesty tahun 2016 juga menjadi terobosan besar, mengungkap harta yang sebelumnya tidak dilaporkan. Namun, kebijakan ini masih menghadapi tantangan dalam hal penegakan hukum dan penguatan kapasitas DJP untuk mengidentifikasi penghindaran pajak yang lebih kompleks.
Tantangan ini menjadi semakin relevan karena praktik penghindaran pajak tidak hanya merugikan penerimaan negara tetapi juga menciptakan ketimpangan antara pelaku usaha besar dan kecil. Perusahaan kecil yang patuh membayar pajak sering kali merasa dirugikan oleh sistem yang tampaknya menguntungkan perusahaan besar. Oleh karena itu, diperlukan langkah reformasi yang menyeluruh untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil, dengan kombinasi pengawasan yang lebih ketat dan kebijakan yang mendukung kepatuhan sukarela.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, memahami spektrum penghindaran pajak dari yang sepenuhnya sah hingga yang ilegal adalah kunci untuk merancang kebijakan yang lebih efektif. Dengan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, Indonesia dapat menciptakan sistem perpajakan yang tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap keadilan perpajakan. Reformasi ini tidak hanya soal angka, tetapi juga tentang menciptakan tatanan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi semua.