Konten dari Pengguna

Sosial Politik Kontemporer dalam Perspektif Pink Floyd, Empat Dasawarsa Album Animals

Satrio A Nugroho
I write stories. Mostly Social, Political and Arts stuffs.
28 Januari 2017 23:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Satrio A Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sosial Politik Kontemporer dalam Perspektif Pink Floyd, Empat Dasawarsa Album Animals
zoom-in-whitePerbesar
Sampul album oleh Storm Thorgerson/Hipgnosis
Seni merupakan salah satu media komunikasi yang dilakukan oleh seniman melalui karya-karya yang dihasilkannya. Melalui karya seni, dengan cara dan gaya tertentu, baik tersirat maupun tersurat, seniman mengekspresikan jiwa dan menyampaikan pesan-pesan baik berupa kritik, pemikiran, emosi dan perasaan. Adapun yang menjadi isu dalam substansi karya yang dibuat oleh seniman juga beraneka ragam, dimana diinterpretasikan kembali oleh para penikmat seni dengan perspektif yang beragam pula. Para penikmat dan apresiator seringkali mencoba menerka-nerka apa yang menjadi substansi, maksud dan pesan dari sang seniman. Pun demikian, sang seniman seringkali membiarkan para penikmatnya memandang hasil karyanya melalui interpretasi pribadi tanpa memberikan klarifikasi kejelasan atas karya yang dibuatnya.
ADVERTISEMENT
Musik merupakan satu cabang seni yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat modern. Kapanpun dan kapanpun, getaran nada rekaman yang dihasilkan oleh instrumen-instrumen andalan para pemusik. Tak berbeda dari seni yang lainnya, musikpun merupakan salah satu bentuk komunikasi penyampaian pesan atas suatu isu dengan relevansi jangka waktu tertentu. Mengutip kalimat dari seorang novelis klasik, Victor Hugo, “music expresses that which cannot be put into words and that which cannot remain silent” menunjukkan bahwa dengan musik suatu hal lebih mudah diekspresikan daripada menggunakan kata-kata dimana tidak dapat pula muatan ekspresi itu ditahan dalam sanubari seniman itu sendiri. Musik mencoba menyelami aspek-aspek kehidupan sesuai dengan kehendak hati sang musisi.
Satu aspek kehidupan yang seringkali menjadi ciri khas musisi dalam bermusik adalah kandungan aspek politik di dalam karya-karyanya. Sebut saja band-band seperti System of a Down, Rage against the Machine maupun Green Day. Mereka tak jarang mengangkat isu politik ke dalam karya mereka yang bahkan diungkapkan secara eksplisit seperti saat Green Day melancarkan protesnya secara khusus pada presiden terpilih AS Donald Trump melalui video lirik lagu mereka yang berjudul Troubled Times berasal dari album teranyar mereka dengan tajuk Revolution Radio. Namun, di lain pihak terdapat pula musisi atau kelompok musisi yang menyampaikan kritik politiknya dengan cara yang lebih filosofis. Pink Floyd, band legenda beraliran psychedelic rock asal Inggris merupakan salah satu yang cukup sukses dalam menyampaikan pandangan politiknya. Meski bukan band spesialis politik seperti System of a Down, Pink Floyd yang lebih universal pun memiliki album yang sangat lekat dengan politik. Pink Floyd yang digawangi oleh David Gilmour, Roger Waters, Nick Mason, Rick Wright telah diputuskan tidak memungkinkan untuk kembali manggung oleh Gilmour pada 2015. Namun, legasi karya-karya legendarisnya tetap bertahan dan masih relevan hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai politik, karya yang dimaksud tentu saja album Animals yang dirilis pada 23 Januari 1977 oleh Harvest Records di UK dan Columbia Records di AS. Animals merupakan album ke-10 yang ditulis oleh band kelahiran asal London tersebut. Animals merupakan album yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan album Pink Floyd lainnya dari segi musikalitas. Selain itu, album ini juga ditandai dengan sampulnya yang legendaris, yaitu gambar seekor babi yang sedang terbang di atas Battersea Power Station. Sampul tersebut didesain oleh Storm Thorgerson yang merupakan kompatriot utama Pink Floyd dalam hal desain sampul album.
Dari segi substansi, Animals merupakan sebuah konsep album yang terinspirasi dari novel berjudul Animal Farm karya novelis legendaris bernama George Orwell. Album yang sangat kental dengan bumbu sosial politik ini, layaknya novel Animal Farm juga menggambarkan kelas-kelas sosial dengan simbol hewan-hewan. Hewan-hewan berupa anjing, babi dan kambing. Dalam Animal Farm, Orwell mengkritisi masa pemerintahan komunisme pada era Joseph Stalin yang juga disimbolkan dengan hewan-hewan dalam peternakan. Pink Floyd sendiri pada saat itu mengkritisi kapitalisme melalui penggambaran hewan-hewan yang dituangkan dalam judul-judul lagunya yaitu Pigs on The Wing Part 1, Dogs, Pigs (Three Different One), Sheep dan Pigs on the Wing Part 2.
ADVERTISEMENT
Melihat substansi dan konsep Secara keseluruhan, Pink Floyd menggambarkan kaum elitis, kapitalis dan politisi kotor dalam lagu Dogs. Dalam metafora lirik Dogs seperti “you have to be trusted by the people that you lie to, so that when they turn their backs on you, you'll get the chance to put the knife in” digambarkan perilaku-perilaku pihak yang mengkhianati kepercayaan orang-orang yang telah mempercayainya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya para elit pemerintahan yang justru mengkhianati masyarakat yang telah memilihnya. Di era kontemporer ini, lagu Dogs tetaplah relevan untuk menggambarkan konstelasi politik dan sosial yang terjadi. Berkaca pada negeri sendiri, Indonesia, lagu Dogs telah menggambarkan banyaknya tokoh-tokoh politik yang menyelewengkan kekuasaannya melalui kasus-kasus korupsi. Dogs juga secara luas menggambarkan semua tokoh baik politik atau elit kapital yang memerah masyarakat untuk kepentingan pribadi.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam Pigs (Three Different Ones), digambarkan sesosok manusia yang melakukan aksi protes atas isu-isu tertentu. Bahkan, dalam lagu gubahan Roger Waters ini secara eksplisit disebutkan kata “Whitehouse” yang merupakan seorang aktivis sosial yang pada tahun 70an dikenal dengan aksi protesnya pada nilai-nilai sosial dan kebebasan. Ia menolak pandangan-pandangan tertentu yang tidak sesuai dengan perspektifnya atau kelompoknya. Hal ini salah satunya ditunjukkan ketika Whitehouse mrlakukan inisiasi protes terhadap kaum homoseksual dimana ia dan kelompoknya menginginkan dilakukannya prosekusi terhadap kaum tersebut. Namun aksinya justru gagal karena tidak memiliki dasar yang kuat sehingga ia membatalkan proses protes tersebut.
Meski kata Whitehouse disebutkan secara eksplisit dalam lagu Pigs (Three Different Ones), bila dilihat pada situasi kontemporer saat ini esensi dari lagu tersebut masih sangat relevan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kelompok-kelompok tertentu yang memaksakan kehendak mereka tanpa menghargai perbedaan. Kelompok-kelompok ini biasanya dipimpin oleh tokoh seperti Whitehouse. Di era saat ini, munculnya kelompok-kelompok radikal internasional menunjukkan relevansi lagu Pigs (Three Different Ones) masih berlaku. Kelompok-kelompok radikal seperti ISIS dan KKK merupakan contoh yang jelas. Namun tidak berhenti di situ, saat ini bahkan banyak para “Whitehouse” yang seringkali melancarkan aktivitas protes atas nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kelompok mereka. Di Indonesia sendiri aksi semacam ini beberapa kali terjadi seperti pelarangan atas penggunaan atribut religius tertentu, pelarangan pembangunan tempat ibadah, pelarangan kegiatan budaya tertentu, pemaksaan kelompok atas nilai-nilai tertentu tanpa menyadari pluralitas dan bentuk-bentuk lainnya yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh ‘sok revolusioner’ yang seringkali mengatasnamakan masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Dalam lagu Sheep, posisi yang digambarkan justru berkebalikan dengan lagu Dogs dan Sheep yang mengambil posisi para elit yang menyalahgunakan kekuasaan dan tokoh pemimpin aksi. Secara umum Sheep memiliki substansi yang lebih luas. Sheep justru menyimbolkan kelompok-kelompok yang menjadi korban elit korup yang justru acuh serta pendukung tokoh semacam ‘Whitehouse’ yang menutup mata dan telinga mereka. Kaum ini digambarkan dengan sekelompok orang-orang yang justru tidak sadar akan bahaya, tidak menyadari pengkhianatan pemimpin pilihan mereka atau acuh tak acuh atas pengkhianatan yang terjadi pada mereka serta pendukung kelompok-kelompok tertentu yang tanpa pertimbangan menyempitkan pola pikir mereka dan tidak menyukai adanya intervensi perspektif lain. Selain itu lagu ini juga mengkritisi kelompok manusia yang hidup tanpa peduli lingkungan masyarakat sekitarnya dimana mereka justru sibuk memuaskan petinggi-petinggi mereka.
ADVERTISEMENT
Karakteristik yang digambarkan dalam Sheep tentu saja masih sangat relevan dengan kelompok-kelompok masyarakat kebanyakan. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya gap antar kelompok sosial, tetapi tidak muncul kepedulian dari kelompok yang lebih tinggi. Gambaran Sheep juga ditunjukkan dengan kelompok masyarakat yang dengan buta mengikuti tokoh pemimpin mereka tanpa mempertimbangkan hati nurani pribadi masing-masing. Yang menarik dalam Sheep, adanya lirik “Have you heard the news? The dogs are dead! You better stay home And do as you're told Get out of the road if you want to grow old” dapat dimaknai sebagai harapan Waters dan kawan-kawan atas adanya kelompok masyarakat yang akhirnya benar-benar membuka mata dan peduli hingga akhirnya mengalahkan Dogs alias para penguasa yang korup.
ADVERTISEMENT
Dua lagu pembuka dan penutup album, Pigs on the Wings (Part 1) dan Pigs on The Wings (Part 2) lebih bersifat sensitif dimana unsur perasaan lebih ditonjolkan oleh Waters sebagai penggubahnya. Dalam lirik “you know that I care what happens to you, and I know that you care for me. So I don't feel alone, or the weight of the stone, Now that I've found somewhere safe to bury my bone” dimaknai bahw adanya permasalahan politik dan sosial dapat diselesaikan dengan sensitivitas berupa cinta. Cinta yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu bentuk penghargaan tas perbedaan, keterbukaan pada perspektif tertentu serta kepedulian terhadap satu sama lain. Melihat substansi dan pesan yang terkandung dalam Animals masih relevan hingga empat dasawarsa paska dirilisnya album ini, maka rasanya tidak salah jika Animals disebut sebagai salah satu karya musik yang visioner dimana pesan-pesan yang terkandung masih sangat berharga hingga saat ini.
ADVERTISEMENT