Konten dari Pengguna

Terbentuknya Kabupaten Sragen dan Asal Penamaan Desa Nganti

Guntur Pramudya Bayu Wicaksana
Mahasiswa S-1 Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro
12 Agustus 2024 15:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Guntur Pramudya Bayu Wicaksana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: (KESBANGPOL – Konflik Memecah Kesultanan Mataram Islam Menjadi Dua, 2020)
zoom-in-whitePerbesar
sumber: (KESBANGPOL – Konflik Memecah Kesultanan Mataram Islam Menjadi Dua, 2020)
ADVERTISEMENT
Keberadaan wilayah Sragen rupanya telah ada menjelang terpecahnya Mataram Islam menjadi dua, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Bermula dari Pangeran Mangkubumi yang sangat membenci Belanda, dimana Belanda banyak sekali mengintervensi Mataram saat itu. Mangkubumi pun menyatakan perang dengan Belanda yang dikenal sebagai Perang Mangkubumen tahun 1746-1757. Pangeran Mangkubumi pun menghimpun pasukan dari keraton bergerak melewati Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Guyang hingga masuk Sukowati. Di Sukowati, Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak tepatnya di Desa Pandak yang menjadi pusat pemerintahan Projo Sukowati, dan meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati.
ADVERTISEMENT
Adapun wilayah ini ternyata dianggap kurang strategis dan kurang aman sehingga tahun 1746 dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak di Utara desa Pandak. Pangeran Sukowati pun memperbesar wilayah kekuasaannya yang meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari, dan beberapa wilayah desa lain. Selain itu, upaya pemindahan ini juga menandai perubahan signifikan dalam administrasi dan infrastruktur wilayah tersebut. Seiring dengan ekspansi wilayahnya, Pangeran Sukowati semakin kuat dalam melancarkan perlawanan terhadap Belanda, yang pada akhirnya menyebabkan tercapainya perjanjian penting seperti perjanjian Giyanti tahun 1755, yang juga dikenal sebagai Perjanjian Palihan Negari. Perjanjian tersebut menjadi tonggak penting yang membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua, yakni Kasunana Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Sukowati pun memegang peran kunci dalam perpecahan ini, menjadi Sultan Hamengkubuwono I. Tidak hanya itu, pada Perjanjian Salatiga tahun 1757, Raden Mas Said juga memainkan peran sentral, menjadi Adipati Mangkunegaran I yang mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta, menandai era baru dalam sejarah politik dan pemerintahan di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Sejak tanggal 12 Oktober 1840 melalui Surat Keputusan Sunan Pakubuwono VII yakni Serat Angger-Angger Gunung, dimana daerahyang lokasinya strategis dpaat ditunjuk untuk menjadi Pos Tundan yaitu tempat untuk mejaga ketertiban dan keamanan lalu lintas barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan. Salah satu wilayah yang ditunjuk adalah Pos Tundan Sragen. Selanjutnya sejak tanggal 5 Juni 1847 melalui Sunan Pakubuwono VIII dengan persetujuan Residen Surakarta Baron de Geer ditambah kekuasaan yakni melakukan tugas kepolisian dan karena hal tersebut disebut dengan Kabupaten Gunung Pulisi Sragen. Berdasarkan Staatsblad No. 32 tahun 1854, maka setiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum. Dari hal tersebut, sejak tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki empat distrik yakni Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan, dan Distrik Majenang. Kemudian diadakan reformasi terus menerus dibidang pemerintahan dimana Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini pun ditetapkan pada masa pemerintahan Pakubuwono X melalui Rijkblad No.23 tahun 1918 dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai daerah otonom yang dapat melaksanakan kekuasaan hukum dan pemerintahan. Akhirnya pasca kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Pangreh Praja Sragen berubah menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.
ADVERTISEMENT
Kabupaten Sragen sendiri terdiri atas 12 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Gemolong. Kecamatan Gemolong merupakan wilayah yang terdiri dari 10 desa dan 4 kelurahan, yakni Desa Brangkal, Genengduwur, Jatibatur, Janalas, Kalangan, Kaloran, Nganti, Peleman, Purworejo, Tegaldowo dan Kelurahan Gemolong, Kragilan, Kwangen, Ngambatpadas. Kecamatan ini masuk dalam wilayah eks-Kawedanan Gemolong yang terdiri dari kecamatan Gemolong, Plupuh, Miri, Sumberlawang, Kalijambe dan Tanon. Kecamatan Gemolong memiliki 10 desa dan 4 kelurahan. Adapun setiap desa/kelurahan ini rupanya memiliki sejarah yang saling berhubungan satu sama lain. Salah satunya adalah Desa Nganti.
Joko Warssito selaku kepala desa Nganti menjelaskan bahwa penamaan Nganti ini sendiri memiliki makna tersendiri yakni diambil dari kata “menanti”. Alasan dinamakan Nganti adalah karena wilayah ini digunakan sebagai tempat penantian oleh pasukan Indonesia selama masa penjajahan Belanda untuk menuju ke wilayah Gabugan karena wilayah tersebut merupakan wilayah yang kosong sehingga cocok digunakan untuk basis perlawanan. Sebelum menuju wilayah Gabungan, pasukan sendiri berkumpul di wilayah yang saat ini disebut dengan Gemolong, disebut Gemolong karena diambil dari kata gumolong yang berarti bersatu. Istilah ini dapat dimaknai sebagai persatuan para pasukan dari berbagai daerah yang berkumpul diwilayah tersebut untuk menuju wilayah Gabugan, namun juga dapat dimaknai sebagai reorganisasi agraria yang diadakan Belanda di wilayah Kasunanan Surakarta pada dasawarsa kedua abad 20. Dan karena menuju wilayah Gabungan membutuhkan jarak yang cukup panjang sehingga pasukan ini pun secara bergiliran menuju wilayah tersebut. Adapun rute yang harus dilalui yakni melewati wilayah Genengduwur dimana ini memiliki kontur tanah yang cukup tinggi dan karena itulah dinamakan Genengduwur yang berarti tanah tinggi kemudian turun kebawah melewati Jelanas yang dikatakan merupakan hutan yang dipenuhi oleh jin sehingga dikenal dengan “jin alas alas”. Setelah itu melewati Kalangan yang sudah terkenal sejak masa Kasunanan Surakarta sebagai tempat sabung ayam jago dan karena itulah dinamakan Kalangan Jago. Kemudian masuk ke wilayah Nganti, dimana wilayah ini sebagai tempat penantian pasukan untuk menunggu pasukan yang dibelakang sebelum melanjutkan ke Gabugan. Dan karena itulah wilayah tersebut dinamakan Nganti yang diambil dari kata “menanti” atau juga dalam bahasa jawa “Ngenteni”. Alasan mengapa wilayah yang disebut Nganti ini dipilih sebagai tempat penantian karena letaknya, yang berada di tengah tengah antara Gemolong dan Gabugan sehingga tempat ini cocok digunakan sebagai tempat menanti.
ADVERTISEMENT
Sumber
Kabupaten Sragen. (2016). Kabupaten Sragen. https://www.sragenkab.go.id/tentang-sragen.html
DPMPTSP Sragen. (2018). Aplikasi Potensi Investasi | DPMPTSP Sragen. Sragenkab.go.id. https://sipelangi.sragenkab.go.id/profil/detail/30
KESBANGPOL – Konflik Memecah Kesultanan Mataram Islam Menjadi Dua. (2020). Kulonprogokab.go.id. https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id/detil/686/konflik-memecah-kesultanan-mataram-islam-menjadi-dua
Wawancara Joko Warsito (2024) selaku Kepala Desa Nganti