Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pandemi Korona dan Lika-Liku Perkuliahan Daring
13 Juni 2020 22:13 WIB
Tulisan dari Aan Afriangga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Oleh: Aan Afriangga
Semenjak pemerintah Indonesia menetapkan pasien 01 dan 02. Lambat laun virus korona (hampir) memukul seluruh sektor. Mulai dari sektor Ekonomi, Sosial, Politik, Budaya, hingga Pendidikan, yang mau tidak mau harus dilaksanakan secara daring (dalam jaringan). Tanpa menunggu lama, pemerintah Indonesia pun segera membentuk tim darurat, guna menanggapi, sekaligus menjadi sebuah upaya untuk menyudahi bencana non-alam ini: Tim Gugus Tugas Percepatan Corona Virus Disease (Covid-19).
ADVERTISEMENT
Di sektor pendidikan, Kemendikbud juga ikut menyusul dengan kebijakan baru melalui Surat Edaran (SE) Mendikbud. Berdasarkan Surat Edaran nomor 36963/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran Secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).
Seluruh pelajar “dipaksa” untuk beradaptasi dengan pembelajaran gaya baru: online class. Mulai dari Sekolah Dasar (SD), hingga ke Perguruan Tinggi (PT), melakukan hal yang sama. Karena, tak mungkin rasanya kalau virus korona ini menyebabkan kita harus berhenti dari kegiatan belajar-mengajar. Maka daripada itu, dengan adanya pembelajaran gaya baru yang mungkin bersifat sementara dan dinilai cukup strategis, seluruh pelajar diharapkan mampu beradaptasi, dan tetap aktif dalam setiap pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Membentuk Tim Taktis Serupa
Bila menelisik langsung. Lagi-lagi, himbauan sekaligus harapan yang sudah ditujukan, ternyata hanya menjadi sebuah kenyataan yang bersifat khalayan. Penulis yang tengah menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi (PT), atau mungkin teman-teman mahasiswa lain yang merasakan hal serupa di kampusnya: pelayanan kurang maksimal. Ternyata harus ikut memikirkan persoalan ini secara bersama-sama, guna terciptanya keefektifan dalam setiap pembelajaran.
Mulai dari platform yang digunakan saat pembelajaran, perangkat teknologi yang dimiliki oleh dosen-mahasiswa, dan kebutuhan lainnya, menjadi hal yang esensial, apabila keinginan dari Kemendikbud ini ingin tercapai. Aplikasi yang kerap error, koneksi yang kadangkala tidak stabil, dan beberapa dosen yang merasa kesulitan saat mengajar (kuliah daring), menjadi hal yang harus dievaluasi oleh para pembuat kebijakan, terutama pihak kampus masing-masing.
ADVERTISEMENT
Sebuah kampus, sebagai lembaga atau institusi pendidikan. Ditambah kondisi yang serba belum terbiasa saat ini, seharusnya membuat sebuah tim khusus, guna melayani para pengajar (dosen), dan mereka yang diajar (mahasiswa) ketika mendapatkan permasalahan: baik soal sistem, maupun aplikasi yang digunakan saat perkuliahan berlangsung.
Tim khususnya, tidak perlu seperti LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) yang bisa memakan anggaran cukup besar. Tim tersebut bisa seperti Gugus Tugas Percepatan (Covid-19), yang dinilai sudah cukup membantu, walaupun bersifat taktis. Job desk-nya bisa berupa pemulihan server, aplikasi yang tiba-tiba error, mengadakan evaluasi (mungkin 1 bulan sekali), memonitoring perkuliahan yang sudah berlangsung, dan mendorong para mahasiswanya untuk (terus) melakukan kegiatan yang bersifat akademik-non akademik, supaya para mahasiswanya juga merasa tetap produktif, meskipun pembelajaran yang dilakukan masih dalam tahap daring.
ADVERTISEMENT
Duduk Bersama Dengan Mahasiswa
Pejabat kampus, selaku hierarki yang memiliki otoritas dalam mengambil kebijakan. Teramat perlu menurunkan ego, dan mengesampingkan kepentingannya untuk duduk bersama dengan para mahasiswa. Menanyakan bagaimana kuliah daring yang tengah dijalani, apakah sudah sepenuhnya efektif? Adakah yang harus dievaluasi? Adakah dari kalian (para mahasiswa) yang membuat, atau mempunyai sebuah terobosan baru tentang pembelajaran yang sudah diterapkan (bila menemukan suatu permasalahan)?
Pertanyaan sederhana seperti itu, sepertinya menjadi hal yang esensial untuk kebaikan kita bersama. Baik untuk para mahasiswa, maupun untuk para pengambil kebijakan. Karena, lagi-lagi, virus korona ini, selain (hampir) memukul seluruh sektor, ia juga sudah memukul berbagai individu yang merasakan dampaknya. Diperlukan sebuah gotong royong untuk menghadapi krisis pada saat seperti ini. Pihak kampus harus (lebih) mendengar, membuka pintu seluas-luasnya untuk menerima usulan, saran, dan juga kritikan dari para mahasiswanya, dan melibatkan mahasiswanya saat ingin mengambil suatu kebijakan.
ADVERTISEMENT
Untuk duduk bersama dengan para mahasiswanya. Bisa dilakukan dengan mengadakan sebuah diskusi virtual (internal) yang diikuti oleh seluruh para mahasiswa di kampus masing-masing. Sebuah diskusi virtual (internal) yang menghadirkan beberapa pejabat kampus, yang juga memiliki posisi strategis. Seperti Rektor, Wakil Rektor Akademik-Non Akademik, dan Kepala Teknologi Informasi atau IT.
Sepertinya sudah cukup untuk dijadikan nara sumber saat diskusi virtual berlangsung (antara pihak kampus-mahasiswa). Tanya jawab, keluh kesah, dan mungkin sedikit menuai perdebatan. Penulis rasa, hal itu akan jauh lebih baik. Ketimbang tidak ada komunikasi antara kedua belah pihak, dan saling menuntut satu sama lain supaya dimaklumi. Jadi, setelah diskusi virtual (internal) tersebut berlangsung. Diharapkan, mampu memecahkan segala permasalahan yang ada, agar perkuliahan daring saat ini bisa berjalan dengan semestinya, tepat guna, dan juga mendatangkan kemaslahatan bersama.
ADVERTISEMENT
Merobohkan Sekat, Membangun Iktikad
Kalau kedua belah pihak sudah membangun kepercayaan satu sama lain (pejabat kampus-mahasiswa), ingin bersama-sama melawan wabah virus korona, dan ingin kembali seperti kondisi semula. Tentunya akan melahirkan sebuah sinergitas, dan menghasilkan daya upaya yang menguntungkan bagi kepentingan bersama.
Merobohkan sekat saat mengambil kebijakan, dan membangun sebuah rasa kepercayaan. Penulis rasa, hal tersebut bisa menjadi terobosan mutakhir, guna menyudahi banyaknya permasalahan ini: aplikasi error, terwujudnya perangkat teknologi, dan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang sesuai dengan harapan Kemendikbud.
Sebuah kepercayaan yang sudah terbangun. Akan mampu melahirkan hal positif baru. Misalnya, terwujudnya sebuah kampus yang bisa dijadikan contoh untuk kampus-kampus lain. Karena, pada saat seperti ini. Sudah pasti, pihak kampus membutuhkan sebuah bahan perbandingan (kampus lain) sebelum menerapkan kebijakan.
ADVERTISEMENT
Apakah kebijakan tersebut dinilai sudah efektif? Sudahkah kebijakan tersebut menuai dampak positif? Sudahkah mendatangkan kemasalahatan bersama? Tentunya, pihak kampus teramat perlu melakukan komparasi yang mendalam, selektif, dan juga sesuai dengan kemampuan kampus masing-masing.
Maka daripada itu. Pada saat seperti ini. Kita memerlukan sebuah solidaritas, sinergitas, dan juga gotong royong demi menyudahi wabah penyakit ini. Lebih banyak mendengar ketimbang mendikte, menurunkan ego dan kepentingan pribadi atau sekelompok pihak, merobohkan sekat-sekat, dan membangun sebuah iktikad. Teramat perlu dilakukan. Supaya mendatangkan kemaslahatan bersama, sekaligus menjadi sebuah upaya untuk kembali ke kondisi semula.
ADVERTISEMENT
Penulis adalah Mahasiswa Fikom Universitas Mpu Tantular.