Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Gedong Saté, Bandung
12 Januari 2025 12:10 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Aang Afandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berada di pusat kota, Gedung Sate menjadi salah satu ikon Bandung bahkan Jawa Barat. Gedung ini dilingkari jalan di sepanjang sisinya, menghadap ke utara, tepatnya ke arah jalan Gasibu berhadapan dengan lapangan Gasibu, tempat warga kota menikmati pagi atau senja sembari berolahraga. Seakan memiliki kekuatan tersendiri untuk mengumpulkan warga kotanya, menjadi common space.
ADVERTISEMENT
Gedung sate selama ini merupakan kantor gubernur Jawa Barat. Warga kota dapat menikmati sisi utara sembari olahraga, rehat sejenak, duduk – duduk dan berfoto tentunya. Sementara itu disisi selatan sebenarnya terdapat bangunan yang menarik pula, namun nampaknya sulit untuk dinikmati walaupun dari sisi luarnya.
Kawasan ini seakan menjadi magnet bagi warga kota dan wisatawan utamanya kala pagi dan senja. Hal ini bukan tanpa alasan, salah satunya adalah lokasi yang strategis, pusat kota, mudah dijangkau dan dekat dengan beberapa hotel jaringan. Para tamu – tamu hotel juga tertarik untuk ikut serta menikmati Kawasan Gedung Sate dan lapangan olahraga. Lapangan Gasibu sendiri sebenarnya sudah ada sejak jama Hindia Belanda dan dikenal sebagai Wilhelmina Plein. Berikutnya berganti nama menjadi Lapangan Diponegoro dan akhirnya dikenal sebagai lapangan gasibu (gabungan Sepak Bola Bandung Utara) karena sering digunakan oleh Tim Bola Gasibu. Gasibu memiliki trek lari 400 m yang nyaman, terdapat fasilitas musholla dan toilet. Serta pengunjung dapat melakukan berbagai aktivitas jenis olah raga lainnya. Bahkan pada hari tertentu terdapat persewaan raket bulu tangkis.
ADVERTISEMENT
Sementara itu kembali pada cerita Gedung Sate, Gedung ini memiliki ciri ornament tusuk sate pada Menara sentralnya. Dibangun pada 1920 oleh arsitek Ir. J. Gerber Bersama Ir. Eh. De Roo & Ir. G. Hendrik. Melibatkan 2.000 pekerja, diantaranya adalah 150 pekerja pemahat dari China, dan dibantu pekerja dari kampung Sekeloa, Coblong Dago, Kampung Gandok & Kampung Cibarengkok.
Gerber memadukan beberapa aliran dalam bangunan ini, secara garis besar gaya alirannya memadukan New Indies Styles, Rasionalisme Belanda, dan Sunda. Bahkan terdapat tulisan menyebutnya sebagai gaya tradisional Nusantara, dengan memadukan Indo-Eropa (Indo Eurospeeschen architectuur stijl). Beberapa paduan tersebut diantaranya:
1. Jendela, Moor Spanyol.
2. Bangunan, Rennaisance Italia.
3. Menara, aliran Asia. Gaya atap Pura Bali atau Pagoda Thailand.
ADVERTISEMENT
4. Puncak terdapat tusuk sate (versi lain jambu air atau melati) berjumlah 6 buah melambangkan 6 juta gulden biaya pembangunan Gedung ini.
5. Fasade depan menghadap ke Gunung Tangkuban Perahu di sisi utara.
Bangunan ini menjadi salah satu bangunan monumental yang menarik untuk dinikmati, sembari menikmati udara pagi hari, apalagi jika car free day, pasti lebih segar. Memahai perjalanan panjang negeri ini.