Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Membangun Kesan yang Kuat dalam Berwisata (sebuah catatan akhir tahun)
31 Desember 2022 22:41 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Aang Afandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada pertanyaan yang menggelitik di benak saya, apa yang paling menarik menjadi “noted” bagi saya berkaitan dengan catatan penting pariwisata di tahun 2022. Barangkali tidak semua orang menyepakatinya. Namun tak ada salahnya bila kita mencoba mendiskusikannya.
ADVERTISEMENT
Healing, seakan menjadi kata – kata magnet bidang wisata tahun ini, “Healing, healing dan healing,” yang makna mendalamnya adalah proses penyembuhan diri untuk mendapatkan ketenangan batin dan jiwa. Namun bisa jadi di kebanyakan kita, memaknai healing sebagai bentuk perolehan rasa happy / Bahagia dan senang atas aktivitas wisata / rekreasi yang dilakukan. Bahagia dan senang, karena keluar dari zona rutinitas yang membosankan bahkan disaat tertentu menyebalkan. Menemukan hal baru, diluar ekspektasi, hal unik bahkan yang aneh dan nyeleneh. Hal yang lumrah bagi masyarakat lokal, namun membuat “excited” bagi kita.
Seorang pelancong bisa tertawa riang, bergembira, berteriak bahwa mampu menggelorakan dan memacu adrenalin pelancong. Pelancong yang tengah canoing, kano-nya terbalik, bersepeda mampu di finish yang penuh tanjakan ataupun para pendaki yang sampai puncak dan mampu menorehkan sebuah catatan sejarah yang tak terlupakan.
ADVERTISEMENT
Ada yang sebenarnya bisa lebih dari sekedar itu (rasa bahagia), yakni membangun nilai rasa yang kuat, kesan mendalam dan tertoreh dengan tajam. Artinya, kesan itu tak mudah dihapus begitu saja, kuat dalam memori bahkan hati (rasa). Ini bukan cerita tentang cinta yang mengharu biru. Tetapi ini adalah cerita tentang komoditi, komoditi pariwisata yang bernilai, yang mahal harganya.
Lantas apa wujudnya? Sesuatu yang menyentuh rasa, yang memberikan kisah / cerita bermakna, pengalaman baru, pelajaran baru, hal – hal unik yang tak banyak orang menemukan pada rutinitas hariannya, bahwa wujud kearifan lokal, seakan menjadi magnet yang kuat dalam membangun nilai rasa yang kuat ini.
Kesederhanaan dan kesahajaan hidup, cara mereka hidup, mulai dari bercocok tanam, memasak dan cara makannya. Lantas pilihan menu makanan bahkan kita diajak untuk menemukan kembali lumbung pangan yang riil mereka punya sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Kita diajak pada suatu tempat yang sama sekali tak ada sinyal telepon, bahkan listrik sekalipun. Berbagai rasa akan berkecamuk karena menemukan hal baru yang ekstrim diluar kebiasaan kita.
Terkadang, kita memperoleh dan ikut merasakan bagaimana suatu masyarakat yang sangat bersahaja. Para pengayuh becak, obrolan di warung angkringan, hiruk pikuk di pasar – pasar tradisional, dan semangat para nelayan meminggirkan perahu serta mengangkat ikan – ikan segar hasil tangkapan. Sapaan yang ramah dari para petani, bahkan melihat bahagianya mereka dengan makanan sederhana (menurut kita) menggugah rasa syukur kita pada sang Pencipta.
Bukit Teletubies yang sangat cantik, Sunset indah di Kuta, ataupun sunrise di Puri Karangasem membawa rasa untuk mengagumi dan mengingat Sang Pencipta atas mahakarya – makarya di sekeliling kita. Tak ubahnya saat para pendaki yang berada dipuncak, diatas awan dengan lanskap yang maha luas dan cantik.
ADVERTISEMENT
Suasana Bersama, hangat dan membahagiaakan. Candaan, tawa riang dan lelucon yang muncul. Parodi, bahkan olok – olokan tentang masa lalu seakan menjadi irama hangat tersendiri. Sepertinya halnya, rasa atas perjalanan mandiri (lonely) dan menemukan teman – teman baru, yang saling sapa ataupun bantu.
Pada tahap berikutnya, sebuah perjalanan rohani menuju tempat – tempat suci, menemukan sesuatu yang lebih hakiki, benar – benar akan menguras nilai rasa, menguatkan dan menenangkan jiwa. Walaupun melalui proses yang mengharu biru dan tak mampu menangkapnya disaat perjalanan itu. Tersadari ketika sudah terlampaui. Ya, inilah journey. Just not a travelling. Bagaimana menurut anda?