Pasar Kontemporer Sarijadi Bandung: Konsep Baru Pasar Rakyat Kekinian

Aang Afandi
Belajar tentang Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebijakan Publik
Konten dari Pengguna
4 Juli 2021 9:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aang Afandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lapak - lapak konsep baru, menawarkan bahan fresh dan organik, memenuhi kampanye kesehatan saat ini. Bisa ditawarkan kepada konsumen, untuk memenuhi kebutuhan keseharian masyarakat. (foto Aang Afandi)
zoom-in-whitePerbesar
Lapak - lapak konsep baru, menawarkan bahan fresh dan organik, memenuhi kampanye kesehatan saat ini. Bisa ditawarkan kepada konsumen, untuk memenuhi kebutuhan keseharian masyarakat. (foto Aang Afandi)
ADVERTISEMENT
Walikota Ridwan Kamil (2017) menugaskan Andra Matin untuk mengubah wajah tradisional dari Pasar Sarijadi dengan konsep arsitektur tropis ala galeri seni. Terdapat berbagai ragam tersedia, seperti wifi, spot foto, wahana bermain anak, panggung untuk bersantai dan ruangan untuk ibu menyusui. Inilah yang membedakan dengan pasar tradisional masa lalu. Lantas apa itu saja yang membedakannya.
ADVERTISEMENT
Jika kita cermati lebih detail lagi maka terdapat pembeda yang akhirnya memberikan kesan dan persepsi yang berbeda bagi penggunanya, baik pedagang ataupun pembeli. Bangunan ini terdiri dari beberapa lantai, yang dibangun dengan konstruksi yang kokoh, dengan konstruksi baja. Pada setiap sisi tepi pasar, dibuat terbuka sehingga sirkulasi udara menjadi terbuka, segar dan menghilangkan bau yang timbul. Termasuk memberikan pencahayaan yang baik bagi pasar. Atapnya pun pada bagian tertentu dibuat atap bening yang memberikan pencahayaan alami. Hal ini juga menghemat energi listrik yang digunakan. Pada lantai dasar terdapat panggung yang tidak terlalu besar, lantas di bagian tepiannya terdapat bebatuan, sungguh membuat eye catching plus tanaman keras tropis yang menambah cantik. Lapak – lapak sayurnya didesin dengan bedak kayu yang didesain rapi, minimalis, dan seragam. Sementara lapak – lapak basah, seperti untuk daging dan ikan juga seragam, berbasis keramik putih dengan tetap menyediakan sekat keramik permanen yang menjaga agar air amis dari komoditi ini tidak tersebar ke mana – mana. Papan nama setiap kiosnya dibuat seragam dan rapi, simple dan modern. Penggunaan lantai digunakan berdasar jenis komoditi. Termasuk papan petunjuknya, dibuat simple dan seragam. Lantai 1 digunakan untuk komoditi basah, sayur dan buah-buahan. Lantai 2 digunakan untuk kerajinan, sembako, fashion, aksesoris dan lantai 3 digunakan untuk food court dan co working space. Temboknya dengan warna terang dipercantik dengan mural – mural yang menarik semakin memberikan kesan menarik tentunya dengan gambar yang related dengan pasar, yakni sayur dan buah. Pada lapak panganannya (foodcourt) juga tersedia pilihan snack kekinian yang dijual oleh anak - anak muda, barangkali ini juga memberi kesan yang berbeda, bahkan terdapat caffe corner yang memperlengkap pasar ini.
ADVERTISEMENT
Lantas dengan keberadaan fasilitas yang lebih baik ini apakah memberikan daya Tarik yang lebih bagi para konsumen? Artinya fitur – fitur yang ditawarkan tersebut memang sesuai kebutuhan dari konsumen, sehingga jumlah konsumen bisa dipertahankan atau bahkan meningkat. Atau justru memunculkan konsekuensi lain, bahwa ternyata dengan fitur yang baik, membawa konsekuensi biaya operasional yang meningkat dan itu berdampak pada harga dari komoditi yang dijual, menjadi lebih mahal dan kebanyakan masyarakat justru tertarik belanja di pasar lainnya. Namun ada kabar yang kurang menarik, Pasar Kontemporer Sarijadi dibiarkan mati suri (www.mikrofon.pikiran-rakyat.com, 10 oktober 2020) layak sebagai bahan refleksi ada apa dengan hal ini.
Coba kita lihat cerita yang lain. Pasar Oro – Oro Dowo Malang. Pasar yang telah direvitalisasi, tempatnya menjadi lebih rapi dan bersih. Bedak-bedak lama yang mengitari pasar tidak diubah, karena bedak – bedak tersebut menjadi ciri khas pasar Oro – Oro Dowo. Bangunannya tidak terlalu besar, hanya satu lantai saja. Tetapi pasar ini juga sudah merepresentasikan pasar rakyat yang telah dimodernisasi. Lantai bersih, lorongnya lebih lebar, sehingga orang lebih mudah mobilitasnya. Pasarnya tetap ramai, namun memang jarang terjadi kerumunan, karena pola dari dulu pasar ini seperti dulu. Segmennya tetap, bahwa memang pasar oro – oro Dowo ini memiliki segmen yang berbeda dibandingkan dengan pasar rakyat lainnya di Kota Malang, orang tau bahwa harganya sedikit mahal namun memperoleh barang yang jauh lebih baik. Para pedagangnya adalah pedagang – pedagang lama yang paham persis karakteristik pengunjungnya, pedagang lama yang telah mampu membangun budaya paguyuban yang baik yang akhirnya nilai – nilai yang dijalankan menjadi nilai – nilai Bersama melayani konsumennya dengan baik. Di Pasar ini juga terdapat lapak – lapak modern yang menawarkan hal baru, seperti lapak – lapak hasil produksi organik dan beberapa panganan kekinian dengan kemasan kekinian pula. Adaptasi ke hal baru dan cara baru memang mesti dilakukan, walaupun membutuhkan pentahapan.
ADVERTISEMENT
Jika kita bercermin dari konsepsi yang ditawarkan dalam revitalisasi pasar memang fokusnya sebenarnya bukan hanya sekadar revitalisasi fisik saja. Sekadar mengubah kumuh dan becek, menjadi bersih, kering dan rapi. Dari amis menjadi berudara segar. Dari berdesakan menjadi nyaman dan aman. Revitalisasi juga menyangkut revitalisasi manajemen, ekonomi dan sosial. Nilai – nilai sosial tentunya telah terbangun di para pedagang, hubungan pedagang dengan produsen hulunya, antar pedagang yang nanti representasinya dalam bentuk paguyuban dan pedagang dengan pembeli.
Nilai – nilai yang diyakini dan terbangun selama puluhan tahun adalah asset, intangible asset, yang itu mahal harganya. Nilai – nilai inilah yang mestinya direvitalisasi, dijaga dan dikembangkan. Semangat handarbeni (memiliki) terhadap pasar, spirit memberikan layanan yang ramah, harga yang wajar jadi sesuatu yang semestinya terus berkembang. Bahkan tak ada salahnya bila kita mengambil tagline Pasa Gedhe Solo “Pasare resik, rejekine apik” menjadi sebuah spirit pasar tradisional yang telah dimodernisasi.
ADVERTISEMENT
Bahkan pasar – pasar ini dimotivasi untuk memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia) dan bersertifikasi SNI. Maka nantinya Ketika pasar ini telah ter-SNI, maka bukan hanya sekadar fokus pada persoalan fisik dan manajemen saja yang memenuhi standarnya, namun hal lainnya yang penulis sebut sebagai “intangible asset” tadi. Yang itu sebenarnya memberikan roh pada pasar rakyat, yang sekarang ini mulai dirindukan lagi bagi konsumen menemukan masa lalu di era kekinian.
Orang rindu pada kegayengan (kehangatan dan keramahan) yang terbentuk di pasar rakyat, rindu pada daun Jati dan daun pisang yang digunakan untuk pembungkus makanan, rindu pasar tanpa tas kresek, rindu pada senik, caping (topi), tas mendong, teko, kendi dari tanah liat. Rindu pada penggunaan barang – barang tradisional yang alami dan ternyata dekat dengan konsep sustainable living.
ADVERTISEMENT
Mematangkan Kembali konsep pasar rakyat yang modern perlu terus diupayakan. Barangkali justru ini kita tidak bisa berpangku tangan saling menunggu, masukan para pedagang dengan ide segarnya, konsep paguyuban yang terus ditangkap, termasuk para petugas pasar. Daya dukung dari pemerintah juga perlu dilakukan. Diskusi Bersama untuk formulasi pematangan konsep pasar rakyat yang modern perlu dikontinyukan untuk menemukan formula terbaik dan tepat, karena bagaimanapun juga pasar tradisional adalah bagian dari asset negeri kita, representasi aktivitas ekonomi yang dekat dengan masyarakat kebanyakan. Kesejahteraan Bersama bisa terbentuk dari keberadaan pasar rakyat yang bersih, modern dan digemari banyak kalangan masyarakat pada sebuah wilayah. Tak mungkin akan mengalahkan teknologi dan manajemen pasar modern, tetapi bisa menjadi penyeimbang yang tak dipaksakan.
ADVERTISEMENT