Limbah Kemasan, Tanggung Jawab Kita Bersama

Annisa Dieni Lestari
beraktivitas sebagai ASN di LIPI yang saat ini transisi menjadi BRIN
Konten dari Pengguna
21 Juli 2021 21:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Dieni Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi limbah kemasan plastik (dok. pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi limbah kemasan plastik (dok. pribadi)
ADVERTISEMENT
Sehari-hari kita disuguhi berbagai produk dengan kemasan produk yang beraneka ragam. Kemasan merupakan salah satu faktor kita membeli suatu produk. Kemasan yang menarik bisa mencerminkan isi produknya juga bagus.
ADVERTISEMENT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi kemasan adalah bungkus pelindung makanan. Sementara menurut Cambridge Dictionary, packaging (kemasan) adalah material untuk membungkus atau menutup untuk melindungi produk sebelum dijual.
Tantangan bagi kemasan adalah bagaimana proses daur ulangnya. Karena kebanyakan kemasan berupa plastik sekali pakai yang sulit terurai di alam. Plastik sekali pakai akan memenuhi tempat pembuangan sampah atau berakhir di lautan yang mencemari lingkungan.
Laporan Greenpeace Indonesia tahun 2021, plastik kemasan makanan dan minuman mendominasi jenis sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Produksi plastik kemasan diproyeksikan akan terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini tentu perlu perhatian serius.
Plastik merupakan bahan yang paling mudah digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahannya ringan, harganya murah, mudah ditemui, praktis, menjadi pilihan utama produsen untuk mengemas produknya.
ADVERTISEMENT
Di antara banyak kelebihannya, kekurangan material plastik ini tidak mudah hancur. Mengapa plastik sulit terurai di alam? Menurut Agus Haryono, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), plastik terbuat dari minyak bumi melalui proses polimerisasi ikatan kimia.
Dalam riset yang dilakukan peneliti polimer tersebut, rantai pada polimer itu sangat kuat dan sulit untuk diputuskan. Menurutnya, dalam mengurai sampah plastik yang ada di alam, akan membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun.
Menurut data statistik lingkungan yang diluncurkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, di setiap kota besar di Indonesia ada selisih jumlah volume sampah yang dihasilkan masyarakat dengan jumlah sampah yang terangkut.
Adanya selisih sampah yang tidak terangkut itu berpotensi mencemari lingkungan. Plastik dapat mencemari air, tanah, dan udara (jika dibakar). Plastik yang ada di laut juga bisa tak sengaja termakan oleh fauna laut.
ADVERTISEMENT
Pola Konsumsi Masyarakat Selama Pandemi
Menurut survei tahun 2020 yang dilakukan oleh peneliti LIPI, Intan Suci Nurhati, dampak pandemi Covid-19 menyebabkan frekuensi belanja online dari mayoritas responden masyarakat Jabodetabek, cenderung meningkat. Dari yang sebelumnya hanya 1 hingga 5 kali dalam satu bulan, menjadi 1 hingga 10 kali kali selama WFH (work from home).
Dalam survei yang sama, kebanyakan responden memilih menggunakan layanan pengiriman seperti makanan, lewat jasa transportasi daring. Jenis selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap merupakan jenis plastik yang paling sering digunakan penjualnya.
ilustrasi kemasan dari belanja online (dok.pribadi)
Limbah kemasan plastik tersebut dapat menambah beban tempat pembuangan akhir selama masa pandemi. Berdasarkan survei, hanya separuh dari konsumen yang memilah sampahnya, meskipun kesadaran akan lingkungan sudah cukup tinggi. Peneliti bidang oseanografi ini mengajak masyarakat untuk melakukan aksi nyata dalam mengurangi sampah plastik.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Pemerintah
Di pasaran telah tersedia berbagai bentuk wadah dan kemasan produk serta peralatan makan dan minum sekali pakai. Hal ini dapat memberikan kemudahan sekaligus membuat persoalan tersendiri setelah menjadi sampah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya merespons permasalahan sampah di Indonesia. KLHK memberikan perhatian besar terhadap pengurangan sampah, terutama sampah plastik sekali pakai.
Dalam keterangan tertulis Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3, KLHK Novrizal Tahar di Jakarta, tanggal 23 Juni 2021, KLHK mengeluarkan Kebijakan Strategi Pengelolaan Sampah Daerah (Jakstrada).
Kebijakan ini memberikan arah menuju keseimbangan pengelolaan sampah yang sesuai pada tahun 2025. Akan ada pelarangan terhadap beberapa jenis plastik sekali pakai seperti kantong belanja plastik, sedotan plastik, dan wadah styrofoam.
ADVERTISEMENT
Dalam menangani sampah seperti proses daur ulang, membutuhkan biaya atau energi yang besar. Sementara itu, kapasitas teknologi dan sumber daya yang tersedia masih sangat terbatas.
Oleh karena itu, strategi pengurangan sampah menjadi penting untuk mengurangi timbulan sampah. KLHK bisa melibatkan semua pihak. Baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, produsen, dan masyarakat. Apabila komitmen para pihak ini berjalan baik, maka lingkungan kita akan menjadi lebih baik.
Solusi dari Limbah Kemasan Plastik
Kita perlu berpikir ulang mengenai dampak jangka panjang dari kemasan. Misalnya kita menghabiskan snack selama 10 menit tapi sampahnya tidak habis dalam waktu yang sangat lama. Bahkan masih ada hingga generasi yang akan datang. Tentu ini jadi masalah buat alam dan sesama makhluk planet bumi.
ADVERTISEMENT
Sementara di Pusat Penelitian Kimia, ada riset alternatif plastik yang menggunakan limbah biomassa tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin sehingga bisa dikembangkan menjadi bioplastik.
Menurut penelitinya, Muhammad Ghozali, bioplastik tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengganti plastik konvensional, karena memiliki sifat tahan terhadap air dan kelembaban.
Riset bioplastik merupakan satu upaya penanganan preventif untuk mengatasi masalah lingkungan. Dengan memanfaatkan material berbasis limbah biomassa dari alam yang jumlahnya melimpah di Indonesia.
Selain pengembangan alternatif kemasan, kita bisa coba memanfaatkan limbah kemasan dengan metode ecobrick. Ecobrick yang memiliki laman ecobricks.org, adalah cara membuat blok bangunan menggunakan kemasan botol minuman yang diisi oleh potongan-potongan limbah plastik kemasan dengan kepadatan tertentu.
ADVERTISEMENT
Peneliti Ghozali pun turut mempraktikkan pembuatan ecobrick, bekerja sama dengan bank sampah Sarimulya, Tangerang Selatan. Ecobrick tersebut menggunakan plastik kemasan multilayer yang berlapis alumunium. Menurutnya, ecobrick merupakan solusi sementara sebelum benar-benar ada solusi tepat untuk mengatasi sampah kemasan.
ilustrasi potongan kemasan untuk bahan pengisi ecobrick (dok. pribadi)
Jadi, selain menggunakan alternatif kemasan produk yang ramah lingkungan, kita juga berupaya mengurangi penggunaan plastik berlebihan. Hal ini sebagai bentuk kepedulian kita untuk lingkungan tempat tinggal bersama. Untuk kebaikan saat ini dan masa datang.