Petani Milenial Kembangkan Hidroponik di Tengah Kota Surabaya

Risky Pratama
Journalist in Suara Surabaya as News Reporter
Konten dari Pengguna
5 Juli 2022 12:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Risky Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto bersama sebagian petani milenial di depan greenhouse. Foto : Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Foto bersama sebagian petani milenial di depan greenhouse. Foto : Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Cyntia Wingga Wardani, 23 tahun dan Mellynia Ika Damayanti, 22 tahun mengecek aliran air pada pipa hidroponik. Sesekali, memastikan akar pakcoy terbasahi. Mereka sedang melakukan monitoring di greenhouse Mugi Lestari, Jemurwonosari, Wonocolo, Surabaya.
ADVERTISEMENT
Matahari pagi mulai meninggi. Udara terasa gerah. Dan mereka, masih tampak asyik mengurus satu persatu pakcoy di dalam greenhouse.
Cyntia dan Melly merupakan dua dari dua belas manusia yang memutuskan untuk mengembangkan tananam hidroponik bersama petani Mugi Lestari. Ada beberapa tanaman yang biasa dikembangkan di sini, mulai dari pakcoy, caisim, selada, hingga mint. Kali ini, mereka sedang fokus untuk mengurus pakcoy. Di tempat ini, pakcoy tumbuh subur. Empat meja dengan masing-masing meja berisi tujuh pipa tampak rimbun dipenuhi pakcoy. Daunnya lebat. Batangnya tebal. Dan akarnya segar kecokelat-cokelatan.
“Dalam menanam pakcoy model hidroponik, butuh monitoring yang rutin. Jika ada hama ataupun akar yang tidak menempel pada air, kita biasanya sesegera mungkin mengatasinya, agar semua pakcoy di sini bisa tumbuh dengan baik,” kata Cyntia saat mengambil pakcoy dari lubang pipa. Raut mukanya terlihat sumringah.
ADVERTISEMENT
Petani muda di sini bersatu dalam sebuah wadah yang sama, yakni bidang Lingkungan Hidup, Generasi Baru Indonesia. Mereka melanjutkan perawatan terhadap greenhouse yang sudah berdiri sejak periode satu tingkat di atasnya, tahun 2019/2020. Tujuan dari adanya program ini adalah untuk mengembangkan pertanian model hidroponik di tengah kota. Surabaya yang terkenal dengan gedung-gedung tinggi mencakar langit tidak membuat mereka minder untuk berbaur dengan greenhouse berukuran 5x3 meter, yang bukan tidak mungkin untuk mengurusnya akan meneteskan banyak keringat.
Berada di tengah kota, pertanian hidroponik tetap memiliki peluang besar, karena tidak membutuhkan lahan yang luas. Perawatannya pun cenderung lebih mudah dipantau. Dalam kesempatan itu, Melly mengatakan bahwa hidroponik cocok dengan kawasan padat penduduk.
ADVERTISEMENT
“Bertanam model hidroponik di perkotaan sangat cocok. Beberapa alasannya yaitu, hidroponik tidak harus membutuhkan tanah yang luas. Di sisi lain ada banyak macam tanaman hidroponik yang bisa dibudidayakan seperti pakcoy, caisim, selada, dan tanaman sayur lainnya. Pertumbuhannya pun dapat dibilang cepat, hal ini membuktikan bahwa hidroponik sangat cocok jika ditanam di perkotaan,” ujar Melly saat berada dalam greenhouse. Kemudian, ia melanjutkan kembali proses monitoring.
Proses Pembibitan dan Transplanting
Semaian bibit pakcoy. Foto : Dok. Istimewa
Para petani milenial ini merawat tanaman sejak dalam pembibitan. Mereka menyemai dalam wadah persegi panjang berbahan alumunium. Panjangnya mencapai satu meter. Lebarnya sekitar satu jengkal tangan orang dewasa. Cukup untuk memenuhi pipa-pipa dalam greenhouse ini. Mereka melakukan penyemaian dengan memberikan air yang mengalir secara terus menerus, dengan tujuan agar semaian basah dan bertumbuh dengan baik.
ADVERTISEMENT
Hidroponik menjadi cara bertani yang berbeda dengan organik. Jika organik menggunakan tanah sebagai media tanam, maka hidroponik sebaliknya. Ia sama sekali tidak menggunakan tanah, melainkan sebagai gantinya memakai rockwool. Rockwool merupakan media tanam berbentuk kotak. Waranya kuning. Teksturnya empuk, menyerupai kapuk dalam kasur. Hanya saja, rockwool sedikit kasar dan cenderung membuat kulit gatal jika masih kering.
“Pembibitan ini memerlukan waktu semingguan baru bisa pindah tanam ke pipa hidroponik,” kata Rosi. Ia memiliki nama lengkap Nur Kholis Kholilur Rosi. Usianya kini menginjak 22 tahun. Dalam komunitas hidroponik ini, ia sering melakukan pembibitan dan transplanting.
Pembibitan yang dilakukan dengan cara menyemai ini merupakan proses penting. Tidak semua hasil semai bisa ditransplanting, melainkan hanya bibit yang sehat saja. Indikasi sehatnya bibit pun dapat dilihat dari warna daun. Jika daun berwarna hijau, maka dapat dipastikan sehat dan siap pindah tanam. Sedangkan, jika bibit memiliki daun warna kuning, maka ia tidak bisa dipindah ke pipa hidroponik.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan itu, Dinda Devi Eliyanti, 21 tahun, menambahkan bahwa salah satu hal yang penting dalam pertanian hidroponik adalah ketelatenan. “Kunci utamanya adalah ketelatenan. Jika dari proses pembibitan ini telaten, maka untuk tahap-tahap selanjutnya akan mengikuti dengan mudah,” Ucapnya.
Tak bisa dipungkiri, ketelatenan memang menjadi poin penting yang harus diterapkan dalam pekerjaan ini. Dan dalam penyemaian, salah satunya adalah teliti dalam filterisasi bibit. Tentu, untuk mendapatkan hasil tanaman yang berkualitas.
Perawatan Terhadap Media Tanam
Pembersihan pipa yang kosong. Foto : Dok. Istimewa
Zahra Arsyita, 22 tahun sedang membersihkan pipa yang kosong. Pipa tersebut sedang dibersihkan untuk disterilkan setelah panen. Tiap meja hidroponik, tidak memiliki musim panen yang serentak. Di sini, mereka melakukan penanaman dengan cara bergilir. Sebagian ditanam, sisanya disterilkan. Cara ini sudah mereka lakukan sejak awal beridirinya greenhouse, dengan tujuan saat terkena hama cara menanganinya tidak susah. Karena, hama dapat menyebar dengan luas dan cepat, apalagi terdapat kutu daun yang ukurannya sangat kecil, tidak kasat mata.
ADVERTISEMENT
Sembari membersihkan, Zahra menceritakan tentang pentingnya merawat pipa hidroponik tersebut. Ia menegaskan bahwa agar penanaman berjalan lancar, maka pipa harus dalam kondisi bersih tanpa kuman.
“Pembersihan pipa ini penting, karena jika kita melakukan penanaman dalam kondisi pipa kotor, maka besar kemungkinan hama akan menyerang. Cara membersihkannya pun bukan hanya di dalam lubang pipa saja, tapi luarnya juga,” jelasnya.
Ada beragam model pipa hidroponik. Dari yang pipa dapat dibuka setengah, hingga pipa berlubang saja. Namun, fungsinya dan cara perawatannya tetap sama. Dan, di greenhouse ini, mereka cukup menggunakan pipa berlubang saja.
Selain pipa, pembersihan juga harus dilakukan pada netpot. Netpot merupakan pot khusus berukuran kecil. Diameter atasnya 5,5 cm. Diameter bawahnya 3,5 cm. Ketinggiannya 5 cm. Dan, memiliki garis lubang di setiap lengkungnya.
ADVERTISEMENT
Emma Dewi Aisyah, 21 tahun, mengatakan bahwa pembersihan netpot wajib dilakukan. “Netpot itu bagian penting dan harus dalam kondisi bersih saat digunakan,” ucapnya dalam sebuah perbincangan. Untuk waktu pembersihannya sendiri fleksibel. Bisa selepas panen, bisa juga saat akan pindah tanam. Yang jelas netpot harus dipastikan dalam keadaan tanpa noda saat digunakan.
Pembersihan netpot pun tidak bisa sembarangan. Harus disikat satu persatu, agar benar-benar bersih. Karena, jika melakukan pembersihan hanya dengan cara merendam, kotoran yang masih menempel tidak bisa luntur begitu saja. Mereka melakukan perawatan ini rutin dan saling bahu membahu antar sesama.
Hambatan dan Cara Mengatasinya
Dalam pertanian pasti ada hambatan, tak terkecuali model hidroponik. Ada berbagai macam jenisnya. Aniliya Afifatul Khusna, 22 tahun menjelaskan terkait dengan hambatan dalam penanaman sayur hidroponik. Menurutnya hambatannya bervariasi.
ADVERTISEMENT
“Ya, pasti ada hambatan, kadang terletak pada masalah aliran air yang kurang merata, takaran nutrisi yang tidak pas, kadang kelebihan, kadang kekurangan, hingga serangan hama,” ucap Fifi, sapaan akrabnya.
Setiap ada hambatan, mereka sering menangani dengan cara melakukan diskusi terlebih dahulu. Diskusi dilakukan di tempat yang menyempil samping greenhouse. Mereka menyebutnya gubuk. Tempat tersebut multifungsi, selain untuk tukar pikiran, juga digunakan untuk menyimpan peralatan tanam, perlengkapan panen, hingga alat bantu penjualan seperti timbangan.
Dari kegiatan seperti itulah mereka menemukan cara-cara baru untuk menangani hama. Problem aliran air yang tidak merata mereka atasi dengan melakukan piket monitoring. Salah takaran saat memberi nutrisi, mereka atasi dengan melakukan pelatihan pembuatan nutrisi yang pas. Dan masalah hama, mereka melakukan pencucian dengan air garam.
ADVERTISEMENT
Bahkan, mereka juga sempat melakukan study banding ke petani hidroponik Butorantas, Kediri. Dari agenda semacam itulah mereka memanfaatkan kesempatan untuk menimba ilmu baru dan membawanya pulang. Salah satunya, mereka dapat menerapkan cara mengatasi hama dengan metode yellow trap.
Study Banding dengan petani Butorantas, Kediri. Foto : Dok. Istimewa
Ahmad Ghozi Lutfi, 21 tahun menjelaskan bahwa yellow trap merupakan alat untuk menjebak serangga. “Jadi, yellow trap ini merupakan jebakan serangga. Terbuat dari ember bekas yang dicat dengan warna kuning kemudian diberi lem. Tujuannya agar serangga menempel pada alat ini. Cara menggunakannya, digantungkan di atas tanaman hidroponik,” jelas Ghozi. Ia merupakan salah satu peserta study banding yang menerapkan pembuatan alat ini.
Dikatakan yellow trap karena jebakannya berwarna kuning. Menyerap dari bahasa Inggris. Kuning diyakini menjadi warna yang memikat serangga. Dan betul belaka. Tak lama kemudian, banyak serangga yang menempel pada lem dalam ember bercat kuning tersebut. Gebrakan baru dengan cara mencari ilmu dari berbagai tempat inilah yang menjadikan mereka berkembang.
ADVERTISEMENT
Penjualan Hasil Tanam
Proses panen pakcoy untuk menuju penjualan. Foto : Dok. Istimewa
Untuk penjualannya, mereka melakukan dua sistem; offline dan online. Bagi yang ingin membeli secara langsung, dapat mengunjungi greenhouse yang terletak di gang 8 Jemurwonosari. Sedangkan, jika ingin membeli secara online, bisa dilakukan lewat gawai. Cukup dengan menghubungi admin, serta memesan total yang diinginkan. Maka, sayur akan segera diantar menuju rumah pemesan. Untuk jarak pengantaran ada batasannya, mereka hanya melayani pembeli yang berdomisili di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik bagian Menganti. Pembayarannya pun tidak ribet, bisa dilakukan dengan sistem COD (Cash on Delivery)
Churrun In, 22 tahun menjelaskan secara rinci terkait dengan harga jenis sayur. “Saat ini, harga setiap kilo pakcoy, caisim dan selada sama, sebesar Rp. 20.000. Bisa beli setengah kilo juga,” ucap Churin, sapaan karib Churrun In.
ADVERTISEMENT
Dina Puspitasyari, 22 tahun juga menambahkan, khusus untuk daun mint sementara waktu tidak dijual. Karena keterbatasan produksi tanam. “Untuk daun mint sendiri kita terbatas, hanya ada sedikit. Jadi kita belum bisa menjualnya,” ucapnya.
Bertani hidroponik bisa menjadi penunjang kehidupan warga di sini. Kebutuhan sayur sehari-hari bisa terpenuhi hanya dengan menanam. Tak pelu menunggu punya lahan yang luas. cukup ruang seadanya dan memulai menanam dengan memanfaatkan air. Dengan begitu, akan sedikit meringankan kebutuhan pangan. Lumayan. Keuntungannya lagi, bisa menikmati hasil tanam sendiri. Menarik bukan? Menanam yang dibarengi dengan kesabaran dan keuletan memang tidak pernah mengecewakan.
Siti Nur Aisyah, 22 tahun memberikan kesan selama ia menanam, “Menyenangkan, apalagi saat musim panen datang, rasanya bahagia bisa menikmati hasil tanam sendiri. Selain itu, banyak sekali pengalaman dan pelajaran baru,” ucapnya sembari tersenyum.
ADVERTISEMENT
Menanam telah menjadi denyut mereka selama setahun ini. Mereka mencintai alam. Melalui tumbuhan, mereka salurkan rasa cintanya itu. Maka tak heran, jika sampai saat ini mereka masih terus berdiskusi mengenai cara-cara baru untuk menunjang pertanian hidroponik. Dan greenhouse menjadi saksi bisu atas langkah-langkah yang mereka buat.
Tak bisa dipungkiri, greenhouse menjadi tempat yang rekat bagi mereka. Sesuatu yang mahal keberadaannya dalam hamparan kota. Menyejukkan yang panas. Menyegarkan yang gerah. Dan, menyehatkan jiwa-jiwa manusia di era yang serba instan ini.