Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Angsa Hitam di Tradisi Kultural Mudik Lebaran
6 April 2024 12:54 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Abdul Bari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lebaran sudah hampir tiba. Antusias mudik sudah mulai terasa. Siang ini saya menerima pesan dari seorang kawan yang mengirimkan saya pesan berkesan tentang mudik.
ADVERTISEMENT
Ia mengibaratkan mudik seperti teori black swan atau angsa hitam yang ditulis oleh Nassim Nicholas Taleb. Mudik merupakan yang jarang terjadi, sulit diprediksi, memiliki dampak besar, dan seringkali dianggap tidak mungkin atau sangat tidak mungkin terjadi berdasarkan pengetahuan saat ini.
Kenapa mudik termasuk peristiwa angsa hitam? Ia memberikan penjelasan mudik jarang atau tidak setiap tahun dilakukan, sulit diprediksi di mana kita tidak mengetahui apakah tahun ini bisa mudik atau tidak dan terakhir mudik memiliki dampak besar dengan rotasi ekonomi yang merata di seluruh penjuru negeri.
Sebagai sebuah tradisi mudik memang hal yang sangat dinanti-nanti. Selain sebagai ajang silaturahmi dengan keluarga di kampung, mudik sebagai tradisi kultural juga dianggap sebagai ajang distribusi ekonomi secara lebih menyeluruh. Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan perputaran uang selama libur lebaran 2024 mencapai Rp157,3 triliun dengan perhitungan jumlah pemudik yang akan mencapai 193 juta.
ADVERTISEMENT
Secara pribadi saya cukup setuju bulan Ramadan dan Syawal ibarat angsa hitam dibanding bulan-bulan lainnya karena sifat kekhususannya yang jarang terjadi dan memiliki dampak besar.
Namun karena tradisi mudik ini merupakan tradisi kultural, bila dilihat tataran makro atau hal yang lebih besar, tentunya antusiasme mudik ini dapat terprediksi dan harus bisa diprediksi sebaik mungkin agar memberikan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh masyarakat.
Dalam buku The Black Swan Taleb mendorong kita untuk berpikir mengenai ketidaklaziman. Ada kalanya dalam hidup mempertemukan kita dengan hal-hal yang terjadi di luar dugaan, di mana pengalaman, pengetahuan yang kepercayaan yang kita miliki menjadi tidak berguna, karena ketidaklaziman itu terjadi di luar batas kendali kita dan terletak di tengah-tengah keterbatasan kita sebagai individu.
ADVERTISEMENT
Namun dalam setiap pemahaman kita mengenai keterbatasan, tentunya kita harus terus menjadi pribadi yang senantiasa berikhtiar, waspada dan mempersiapkan diri agar dampak buruk dapat diminimalisir
Dalam kehidupan ketidaklaziman atau hal hal di luar prediksi pasti terjadi. Lihat saja pandemi Covid-19 yang memiliki dampak besar pada kesehatan, ekonomi, dan kehidupan sosial di seluruh dunia; kejatuhan pasar saham secara tiba-tiba dan dramatis, seperti yang terjadi selama krisis keuangan global pada tahun 2008; bencana alam yang luar biasa, seperti gempa bumi besar, tsunami, atau letusan gunung berapi yang dapat mengakibatkan kerusakan yang luas dan kerugian besar bagi masyarakat dan sebagainya.
Dalam perayaan mudik pun demikian, ada kejadian-kejadian yang mungkin sebelumnya ‘tidak terduga’ dan menimbulkan trauma yang terbilang parah hingga saat ini. Contoh saja Masa mudik Lebaran 2016 pernah melahirkan tragedi Brexit, di mana kejadian ini terjadi di gerbang tol Brebes Timur, yang merupakan bagian dari Tol Pejagan-Pemalang menjadi petaka kemacetan. Tercatat ada 17 orang tewas dalam kemacetan ini dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit. Penyebab korban meninggal dunia bermacam-macam, mulai akibat serangan jantung, keracunan karbon dioksida, hingga kelelahan. Setelah dua hari dua malam, kemacetan akhirnya terurai juga. Ini usai petugas kepolisian memberlakukan one way di Pantura.
ADVERTISEMENT
Begitupun arus mudik Lebaran 2014 juga bisa dikatakan sebagai ujian bagi para pemudik di Pulau Jawa, terutama yang melewati jalur Pantai Utara (Pantura) dan Pantai Selatan (Pansela). Pada arus mudik 2014, Jembatan Comal yang berada di Kabupaten Pemalang ambruk karena tergerus akibat banjir yang melanda Sungai Comal pada Februari 2014. Ambruknya Jembatan Comal saat itu berdampak kepada tingkat kemacetan mudik di jalur Pansela, karena banyak orang yang menghindari jalur Pantura saat itu
Dari efek-efek angsa hitam, hal yang bisa kita petik ialah untuk tidak berpasrah, namun melakukan mitigasi risiko dan menjadikan pembelajaran hal-hal yang telah terjadi sebelumnya.
Dalam hal melakukan mitigasi risiko, adanya mudik bareng yang diinisiasi Pemerintah patut diapresiasi. Kementerian BUMN misalnya memberangkatkan 94.753 pemudik yang mengikuti program mudik gratis dari 88 BUMN tersebut. Program ini mendorong terjadinya migrasi pemudik dari penggunaan sepeda motor ke transportasi umum yang lebih aman dan nyaman, seperti bus, kapal laut, dan kereta api. Indonesia Financial Group (IFG) sebagai salah BUMN yang menyelenggarakan Mudik gratis misal juga telah sigap melakukan proteksi untuk para pemudik. Dengan kapasitas yang dimiliki IFG dan seluruh anggota holdingnya, IFG memastikan perjalanan para pemudik telah mendapatkan perlindungan dan proteksi yang maksimal dengan program perlindungan personal accident dari PT Jasindo dan IFG Life hingga perlindungan personal accident melalui Santunan Wajib dari PT Jasa Raharja.
ADVERTISEMENT
Dengan persiapan matang dari seluruh elemen pemerintah dan masyarakat, semoga mudik tahun ini bisa berjalan lancar. Akhir kata selamat merayakan lebaran bersama keluarga tercinta