Pemimpin Serbaguna? Apa Ada?

Abdul Bari
a life long learner, saat ini berkarir sebagai Direktur Kelembagaan dan Layanan di PT Jaminan Kredit Indonesia (PT Jamkrindo)
Konten dari Pengguna
27 Maret 2023 5:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Bari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Miguel Á. Padriñán: https://www.pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Miguel Á. Padriñán: https://www.pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bulan Ramadhan kembali datang, bulan baik untuk meningkatkan produktivitas dalam segala aspek kehidupan, mulai dari peningkatan kualitas ketakwaan, kualitas iman, kualitas dalam bekerja, kualitas pemikiran, hingga kualitas aspek sosial yaitu meliputi bagaimana kita berbagi dengan sesama.
ADVERTISEMENT
Di hari libur ini, saya berusaha merefleksikan dan membuka cakrawala saya mengenai kepemimpinan atau leadership. Sejak zaman dahulu sampai sekarang topik kepemimpinan rasanya akan selalu menjadi topik yang relevan dan bermanfaat, karena sejatinya setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendirinya.
Saya teringat diskusi dengan teman sejawat saya yang mengatakan menjadi pemimpin itu harus serba bisa, harus cepat belajar agar bisa menyelesaikan berbagai masalah, tantangan dan mengoptimalisasi potensi yang ada.
Kata serba bisa menurut saya pribadi tampaknya lebih cocok bila diganti dengan serba berguna, karena menjadi bisa saja belum cukup, bila tidak memberikan manfaat bagi sesama.
Pemimpin serbaguna ini mengingatkan saya kepada tulisan yang dibuat oleh Robert B. (Rob) Kaiser di Harvard Business Review berjudul “The Best Leaders Are Versatile Ones” atau pemimpin terbaik ialah orang yang serbaguna.
ADVERTISEMENT
Keserbagunaan menurut Rob adalah komponen terpenting dalam memimpin secara efektif saat ini, dimana kemampuan untuk menggunakan berbagai keterampilan untuk beradaptasi dengan keadaan yang berubah—merupakan kompetensi inti kepemimpinan, terutama di saat-saat yang bergejolak seperti ini.
Namun, adakah seorang pemimpin yang serbaguna? Sebagai manusia, saya pribadi percaya, bahwa setiap individu pastinya memiliki banyak keterbatasan, sehingga itulah mengapa kita hidup sebagai makhluk sosial, yang membutuhkan satu sama lain.
Saya ingat sebuah video yang dibagiakan oleh rekan saya, seorang pemimpin perusahaan mengenai leadership. Video tersebut membahas intisari dari artikel ‘What Makes a Great Leader?’ yang ditulis oleh Linda A. Bukit, Emily Tedars, Jason Liar, dan Karl Weber di Harvard Business Review. Menurut Linda dkk, kepemimpinan saat ini lebih banyak bukan tentang bagaimana menarik orang untuk mengikuti arahan masa depan, tapi bersama-sama menciptakan masa depan itu sendiri. Fokus utamanya ada "Co-create" masa depan.
ADVERTISEMENT
Menjadi visioner memang penting namun tidak lagi sepenting dahulu kala karena zaman telah berubah, fungsi kepemimpinan saat ini tidak hanya setting direction atau mengarahkan tujuan. Membentuk budaya dan kapabilitas, saat ini memainkan peranan yang lebih penting daripada sekedar mengarahkan tujuan.
Menurut Linda, ada 3 fungsi utama leadership saat ini, yaitu menjadi arsitek (Architect), menjadi jembatan (bridger), dan katalis (catalist). Seorang leader tidak hanya harus bisa membangun, namun juga harus bisa menjembatani dan menjadi katalis.
Menjadi arsitek saja tidak akan akan cukup, karena masa depan menuntut adanya 'collective genius" dimana setiap orang dengan latar belakang berbeda, keahlian berbeda saling bekerja sama satu sama lain untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, dan untuk menciptakan hal tersebut diperlukan kepemimpinan yang dapat menjembatani dan menjadi katalis.
ADVERTISEMENT
Linda percaya bahwa dengan resep Leadership ABC (architect, bridger, catalyst), maka orang dalam organisasi atau tim akan mempunyai mindset bukan sekedar melakukan apa yang diperintahkan dilakukan, namun melakukan apa yang harus dilakukan dan dapat dilakukan. Dengan adanya mindset tersebut, maka ekosistem inovasi lebih mudah dibangun, dan makin banyak inovasi dapat dihasilkan.
Jika ditelaah, pembahasan mengenai collective genius atau collective intelligence sebenarnya bukan barang baru dan telah banyak dilakukan pembahasan. Collective Intelligence di dalam sebuah organisasi adalah kemampuan orang-orang di dalam group untuk berbagi pengetahuan, untuk berpikir dan bertindak di dalam keselarasan dan saling berkoordinasi untuk mencapai hasil kritikal yang diinginkan.
Banyak contoh kelompok atau organisasi yang tidak menunjukkan peningkatan kecerdasan "collective intelligence” dari interaksi di antara anggotanya karena kepemimpinan didalamnya tidak memiliki fungsi leadership saat ini, yaitu menjadi arsitek (Architect), menjadi jembatan (bridger), dan katalist (catalist).
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, Kepemimpinan ABC ini mengharuskan para pemimpin untuk berhenti mengandalkan otoritas formal sebagai sumber kekuatan dan beralih ke gaya yang memungkinkan beragam bakat untuk berkolaborasi, bereksperimen, dan belajar bersama.
Satu hal yang saya sadari dari artikel tersebut ialah bagaimana interkoneksi menjadi kunci di masa ini untuk menciptakan kapabilitas yang mengarah kepada co-creation. Mungkin memang tidak ada pemimpin yang serba bisa dan serbaguna. Namun saya optimis dan yakin, kita bisa menciptakan kepemimpinan dan organisasi yang serbaguna dengan cara mengoptimalisasi aset “collective intelligence” dengan membangun budaya kepemimpinan ABC.