Konten dari Pengguna

Apakah Platon Menjebak Kita dengan Dunia Idea yang Menyesatkan?

Abdan Sakura
Abdan Sakura adalah seorang peneliti di Indonesian Public Institute, Selain aktif menulis di media massa, dia juga pendiri komunitas PatunganIde yang mengangkat isu-isu politik dan filsafat.
11 April 2025 20:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdan Sakura tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Leonardo.Ai
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Leonardo.Ai
ADVERTISEMENT
Teori dunia idea, yang dalam filsafat Platon disebut juga Theory of Forms, merupakan gagasan metafisis yang membedakan antara dua jenis realitas: dunia inderawi (sensible world) dan dunia idea (intelligible world). Dunia inderawi adalah ranah pengalaman manusia yang ditangkap oleh pancaindra—bersifat sementara, berubah, dan memiliki keterbatasan. Sebaliknya, dunia idea merupakan realitas yang tetap, tidak berubah, sempurna, dan hanya dapat diakses melalui akal budi (nous). Bagi Platon, dunia inderawi hanyalah bayangan dari dunia idea, tempat segala bentuk ideal (eidos) berada dalam kesempurnaan.
ADVERTISEMENT
Platon menjelaskan hubungan antara dua dunia ini melalui konsep mimesis (peniruan) dan participation (methexis). Semua entitas di dunia inderawi adalah representasi yang tidak sempurna dari bentuk ideal (eidos atau form) yang ada di dunia intelligible. Misalnya, segitiga di dunia fenomenal hanyalah imitasi dari form segitiga ideal yang ada di dunia idea. Segitiga ideal ini tidak memiliki sifat material seperti panjang sisi tertentu, tetapi menjadi dasar logis dan epistemologis bagi semua segitiga yang eksis di dunia material.
Selain eidos, Platon juga menggunakan istilah seperti parousia (kehadiran) untuk menjelaskan bagaimana bentuk ideal hadir dalam objek-objek dunia inderawi, serta metechein (partisipasi) untuk menggambarkan bagaimana objek-objek tersebut terhubung dengan dunia idea. Contohnya, kuda yang kita lihat di dunia nyata berpartisipasi dalam bentuk ideal kuda, sehingga memiliki kesamaan tertentu, meskipun tidak identik dengan bentuk ideal itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun, pemikiran Platon ini menimbulkan berbagai tafsir dan perdebatan dalam tradisi filsafat. Beberapa filsuf, seperti Aristoteles, mengkritik konsep dualisme Platon dengan menyatakan bahwa bentuk-bentuk ideal tidak dapat eksis terpisah dari objek-objek material. Dalam istilah Aristoteles, bentuk (form) hanya memiliki eksistensi dalam substansi material (hylomorphic theory), sehingga menolak pemisahan antara dunia fenomenal dan dunia noumenal seperti yang diklaim Platon.
Di sisi lain, dalam kerangka pemikiran tradisi metafisika Barat, teori dunia idea Platon kerap dipahami sebagai bentuk dualisme ontologis yang membelah realitas menjadi dua ranah terpisah: dunia rohani (intelligible realm) dan dunia material (sensible realm). Tafsiran ini mengarah pada anggapan bahwa Platon adalah seorang idealis murni yang menyakini keberadaan idea sebagai realitas tertinggi, terlepas dari dunia material.
ADVERTISEMENT
Namun, kesimpulan ini bisa menyesatkan, karena cenderung mereduksi realitas menjadi dua ranah yang terisolasi, yang justru berisiko mengaburkan pemahaman yang lebih holistik tentang dunia. Karena dalam teks-teks Platon yang sering bersifat dialogis dan eksploratif, bukan doktrinal, Platon tidak secara eksplisit menyatakan bahwa dunia ide adalah satu-satunya realitas yang ada, melainkan lebih menggunakannya sebagai alat konseptual untuk menjelaskan hubungan antara keabadian dan perubahan, serta antara esensi dan fenomena.
Dalam Parmenides, misalnya, Platon sendiri mengajukan kritik atas konsekuensi dari teorinya tentang dunia ide. Jika bentuk ideal (eidos) berada di ranah yang sepenuhnya terpisah dari dunia material, bagaimana mungkin keduanya berhubungan? Jika tidak ada titik temu, bagaimana dunia material bisa ‘meniru’ (mimesis) dunia ide?
ADVERTISEMENT
Mengapa Teori Dunia Idea Dipercaya Banyak Orang?
Teori dunia idea bertahan dan dipercaya banyak orang karena memiliki akar dan pengaruh kuat dari interpretasi Neoplatonis yang berkembang setelah Platon. Dunia idea dianggap sebagai dunia noetos (dunia yang dapat dipahami oleh intelek), yang lebih sempurna dan transenden dibandingkan dengan dunia fisik yang kita alami, yang sering disebut sebagai kosmos aisthetikos (dunia yang dapat dijangkau melalui indra). Dunia idea ini berisi bentuk-bentuk ideal atau eidos, yang merupakan esensi dari segala sesuatu yang ada di dunia material.
Platon, meskipun tidak secara eksplisit menggambarkan dunia idea sebagai suatu tempat yang terpisah, mengungkapkan gagasan ini melalui mitos dan perumpamaan, seperti dalam The Republic, di mana ia mengaitkan dunia idea dengan konsep keadilan, keindahan, dan kebenaran yang bersifat mutlak dan tidak berubah.
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan ini, dunia idea adalah dunia permanen yang menciptakan dasar bagi segala sesuatu yang ada di dunia fisik, yang merupakan imitasi atau mimesis dari dunia yang lebih tinggi ini. Kemudian, Plotinos, dalam ajaran Neoplatonisme, memperjelas gagasan ini dengan menggambarkan dunia idea sebagai kosmos noetos yang berisi nous (intelek) dan psuche (jiwa) yang murni, terpisah dari tubuh dan dunia fisik.
Plotinos menggambarkan dunia idea sebagai alam yang penuh dengan logos (prinsip rasional atau formasi), di mana segala sesuatu berada dalam keadaan kehidupan rasional yang abadi dan tidak terpisah. Menurutnya, dunia ini adalah tempat yang tidak terbagi, di mana nous yang sempurna menciptakan eidos dalam bentuk yang paling murni, dan segala hal yang ada di dunia ini merupakan turunan atau emanasi dari prinsip yang lebih tinggi tersebut.
ADVERTISEMENT
Inilah sebabnya paham Neoplatonisme kemudian memberikan pengaruh besar terhadap banyak pemikiran agama, khususnya dalam tradisi Kristen, yang memahami dunia ide sebagai refleksi dari Tuhan sebagai The Good atau Yang Baik yang transenden. Dalam interpretasi ini, dunia ide dipandang sebagai pikiran Tuhan yang menciptakan dan mengatur kosmos melalui keteraturan dan providence (penyelenggaraan ilahi).
Meskipun Platon sendiri tidak menggunakan istilah Tuhan untuk menggambarkan dunia ide, tafsiran Neoplatonis menghubungkan gagasan tentang Idea Kebaikan dengan konsep Tuhan yang mewujudkan keteraturan dalam alam semesta. Tafsiran ini menciptakan sintesis metafisik antara filsafat dan teologi, di mana dunia ide dilihat sebagai cetak biru ilahi bagi keberadaan seluruh ciptaan.
Lalu, Apa Sebenarnya Teori Platon Tentang Idea?
Teori Platon tentang idea adalah tawaran filosofis untuk memahami intelligibilitas dunia, yakni kemampuan dunia ini untuk dipahami melalui rasio manusia. Dalam pandangan Platon, idea (atau eidos) bukanlah konsep abstrak yang semata-mata ada di dalam pikiran kita, melainkan sebuah realitas objektif yang dapat memberikan bentuk dan makna universal pada berbagai fenomena di dunia nyata. Idea adalah "rupa" atau "bentuk" yang tidak berubah dari suatu hal, yang menjadi dasar bagi manusia untuk mengenali dan memahami benda-benda di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Platon tidak berbicara tentang dua dunia yang terpisah secara mutlak, melainkan tentang dua wilayah pemahaman dalam dunia yang sama. Wilayah pertama adalah horatos topos (wilayah visibel), yakni segala sesuatu yang bisa kita persepsi melalui pancaindra, seperti melihat benda-benda konkret di sekitar kita. Wilayah kedua adalah noetos topos (wilayah intelligibel), yang hanya bisa kita pahami dengan "mata jiwa" atau intelek.
Sebagai contoh, ketika kita mengamati berbagai meja dengan bentuk, bahan, dan ukuran yang berbeda, pengalaman indrawi kita menangkap keberagaman fenomena meja tersebut. Namun, melalui nous (intelek), kita dapat mengabstraksi eidos atau "kemejaan"—esensi universal yang melampaui keberagaman fenomenal meja itu.
Artinya, idea meja bukanlah entitas konkret yang ada di dunia transenden seperti "meja surgawi," melainkan prinsip intelligibilitas yang bersifat ontologis. Prinsip ini adalah logos yang memungkinkan pikiran manusia mengenali dan memahami hakikat mendasar dari semua meja, terlepas dari perbedaan fisik dan materialnya. Dengan demikian, teori Platon tentang idea bukan sekadar metafisika abstrak, tetapi juga sebuah cara untuk menafsirkan dan memahami dunia dengan kedalaman rasional.
ADVERTISEMENT
Referensi: