Mercedes Menolak Menyerah

Abdi Rafi Akmal
Masih kuliah di Universitas Brawijaya, sembari jadi freelancer content creator di Ruang Taktik. Pernah juga aktif sebagai wartawan kampus dan wartawan media cetak.
Konten dari Pengguna
25 Mei 2022 22:14 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdi Rafi Akmal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lewis Hamilton melaju di Sirkuit Catalunya pada GP Spanyol sebagai seri keenam F1 musim 2022. Sumber: Situs Resmi Mercedes AMG F1.
zoom-in-whitePerbesar
Lewis Hamilton melaju di Sirkuit Catalunya pada GP Spanyol sebagai seri keenam F1 musim 2022. Sumber: Situs Resmi Mercedes AMG F1.
ADVERTISEMENT
Mercedes punya dua pilihan setelah melihat performa mobil W13 yang kurang kompetitif di awal musim. Pilihan pertama adalah segera berbenah sebelum rangkaian seri Eropa digelar. Pilihan kedua adalah segera menyerah dan fokus menyiapkan mobil musim depan.
ADVERTISEMENT
Pilihan kedua bisa jadi yang paling tepat. Sebab, nyaris di segala sisi, Mercedes tertinggal dari Ferrari dan Red Bull. Mencurahkan energi dan tenaga untuk memperbaiki mobil dirasa tidak akan membawa mereka ke mana-mana musim ini.
“Masalah dasarnya tampaknya telah mereka pahami, tetapi Mercedes sekarang sudah kehabisan waktu untuk mencari solusi,” ujar mantan pembalap F1 Mika Hakkinen kira-kira satu bulan lalu selepas GP Emilia Romagna (28/4/2022).
Ucapan Hakkinen memang terlewat pedas, tetapi ada benarnya. Pada seri tersebut, Lewis Hamilton tidak seperti pembalap yang dikenal banyak orang-yang biasa memimpin balapan. Mercedes juga tidak menjelma sebagai mobil yang leluasa mendahului mobil-mobil tim papan tengah.
Puncaknya adalah ketika Hamilton harus dioverlap oleh pembalap Red Bull, sekaligus rival dan juara bertahan, Max Verstappen. Momen tersebut semakin menguatkan sangkaan orang-orang bahwa memang betul Mercedes sedang tidak baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya pada sesi kualifikasi, dua pembalap Mercedes kesulitan mencatat waktu terbaik. Hamilton dan rekannya, George Russell, mati-matian untuk lolos dari sesi kualifikasi pertama. Setelah itu, keduanya benar-benar tidak berdaya untuk bisa lolos ke sesi kualifikasi ketiga.
Capaian buruk tersebut mengulang memori kelam yang pernah singgah di kubu Mercedes. Tepatnya pada GP Jepang 2012. Waktu itu, tidak ada satu pun pembalap Mercedes yang lolos ke sesi kualifikasi ketiga.
Seri ketiga GP Arab Saudi musim ini juga menjadi patokan betapa loyo mobil W13. Hamilton kesulitan memacu jet daratnya pada kualifikasi. Sampai-sampai, sesi kualifikasi pertama tak kuasa ia lampaui.
Mulai balapan dari posisi 16 membuat Hamilton terjebak di tengah traffic untuk mengejar mobil terdepan. Pada akhirnya, pembalap asal Inggris itu harus puas finis di posisi ke-10.
ADVERTISEMENT
Di tengah nasib nahas yang menimpa Hamilton, Russell terlihat seperti baik-baik saja dengan mobil yang, meminjam istilah dari Prinsipal Mercedes Toto Wolff, “tidak bisa dikendarai”. Ia selalu finis di lima besar. Hasil yang tentunya cukup impresif di musim pertamanya bersama pabrikan asal Jerman itu.
Pebalap Mercedes George Russell saat balapan F1 Grand Prix Australia di Sirkuit Albert Park, Australia, Minggu (10/4). Foto: Martin Keep/REUTERS
Namun di balik capaian tersebut, Mercedes sebetulnya hanya mentok di sana. Russell memang bisa melecut W13 untuk berada di posisi lima besar, tetapi sulit untuk bisa melampaui capaian itu. Apabila empat besar sudah dikuasai duo Red Bull dan Ferrari, Russell dengan Mercedesnya tidak bisa mengejar.
Dua podium yang diraih Mercedes dalam lima seri pertama di musim ini adalah kombinasi dari ketidakberuntungan yang menimpa rivalnya tersebut. Jika saja duo Red Bull tidak gagal finis di GP Bahrain, Hamilton mungkin tidak akan meraih podium di posisi ketiga. Begitupula di GP Australia, seandainya Verstappen dan pembalap Ferrari Carlos Sainz tidak gagal finis di GP Australia, Russell kemungkinan besar juga tidak bisa podium di posisi ketiga.
ADVERTISEMENT
Namun, masa iya, Mercedes yang sudah delapan tahun juara konstruktor secara beruntun hanya bergantung pada ketidakberuntungan yang menerpa rivalnya?
Mercedes kemudian menyiratkan bahwa mereka tidak ingin KO terlalu dini. Mereka membawa sejumlah paket upgrade untuk W13 pada seri keenam GP Spanyol. Modifikasi yang diterapkan pada mobil sebetulnya tidak begitu wah. Sebagian besar adalah modifikasi pada lantai pada mobil W13.
Toto Wolff tampaknya ingin menuntaskan persoalan dengan porpoising terlebih dahulu sebelum benar-benar mengalihkan fokus pada power unit Mercedes. Porpoising memang jadi momok bagi tim-tim di era regulasi terbaru terkait aerodinamika. Mercedes jadi salah satu tim yang paling terdampak dengan efek yang didapat dari perubahan rangka mobil.
Meski demikian, perubahan kecil, tetapi cermat, itu rupanya memberikan pengaruh yang lumayan signifikan saat balapan. Russell bisa finis P3, lalu Hamilton P5. Dibandingkan tim-tim lain yang juga membawa paket upgrade di GP Spanyol lalu, Mercedes bisa dibilang yang paling sukses.
ADVERTISEMENT
Eits, poin pentingnya bukan hasil akhir. Apalagi, hasil yang diperoleh duo Mercedes itu lagi-lagi tidak lepas dari duo Ferrari yang mengalami masalah di awal dan tengah balapan, sehingga tak bisa bersaing di posisi terdepan.
Pebalap Mercedes AMG Petronas, Lewis Hamilton saat balapan F1 Grand Prix Rusia di Sochi Autodrom, Sochi, Rusia. Foto: Alexander NEMENOV / AFP
Poin pentingnya adalah Russell dan Hamilton bisa menguak potensi terbaik W13 sepanjang enam seri awal. Keduanya pun gembira di akhir balapan atas performa yang dikeluarkan mobil mereka.
Padahal, Hamilton memiliki hari yang kurang baik di Sirkuit Catalunya. Tidak lama selepas launch start, mobilnya disenggol oleh pembalap Haas, Kevin Magnussen. Senggolan tersebut memaksa Hamilton masuk pit di putaran pertama dan merelakan posisinya melorot jauh sampai ke-19.
Siapa sangka, kondisi yang tidak menguntungkan itu adalah momentum sesungguhnya. Dari posisi paling buncit, Hamilton melesat melewati satu per satu mobil di depannya. Hamilton seolah menghadirkan bukti di depan sembilan tim lain bahwa Mercedes masih bisa melaju.
ADVERTISEMENT
Motorsportstats mencatat waktu setiap putaran Hamilton nyaris konsisten di bawah 1 menit 28 detik. Itu dengan kondisi ban yang masih prima. Bahkan setelah pit-stop ketiga atau yang terakhir, Hamilton mampu mencatatkan waktu putaran di angka 1 menit 24 detik. Catatan waktu yang ditorehkannya ini menyaingi catatan waktu setiap putaran milik mobil-mobil terdepan.
Tak heran, Hamilton sudah bisa mencapai posisi ke-10 pada putaran ke-31 atau ketika balapan nyaris baru berjalan setengahnya. Kemudian pada putaran ke-46, pembalap asal Inggris itu akhirnya masuk lima besar. Hamilton pun diganjar dengan penghargaan Driver of the Day atas pencapaiannya tersebut.
Hamilton bahkan sebenarnya sempat merebut posisi empat dari tangan pembalap Ferrari, Carlos Sainz. Akan tetapi, ada kendala mesin yang melanda mobilnya jelang dua putaran terakhir balapan. Mobilnya seketika melambat. Posisinya diserobot dengan mudah oleh Sainz.
ADVERTISEMENT
Russell juga tidak ketinggalan unjuk gigi. Berbeda dengan rekannya itu, Russell tak menemui kendala apa pun di awal balapan. Ia melenggang mulus di depan, menempel ketat Verstappen dan pembalap Ferrari, Charles Leclerc, serta menjaga pembalap Red Bull Sergio Perez tetap di belakangnya.
Russell bahkan menyuguhkan berulang kali aksi bertahan di tikungan pertama dari upaya-upaya overtaking duo Red Bull. Baik itu Verstappen dan Perez secara bergantian harus terus diasapi setidaknya sampai putaran ke-30.
Perez sampai meminta izin kepada timnya lewat team radio pada putaran ke-24. Katanya, “Singkirkan Max [Verstappen] segera, supaya saya bisa menyalipnya dengan cepat”.
Konteksnya saat itu, Verstappen berulang kali gagal mendahului Russell. Perez yang menguntit tak jauh di belakang mereka berdua hilang kesabaran. Itu yang membuatnya meminta izin agar ia bisa melewati rekannya dulu, baru kemudian melewati Russell. Beruntungnya, Perez mampu menyalip Russell di putaran ke-31. Setelah itu, duo Red Bull tak tersentuh hingga finis satu-dua.
ADVERTISEMENT
***
Kutub persaingan F1 2022 mendadak berubah. Arahnya tidak lagi menunjuk pada Mercedes. Padahal, selama delapan musim terakhir, Mercedes selalu jadi rujukan tim-tim lain untuk melihat seberapa cepat sebetulnya sebuah mobil bisa melaju.
Kutub persaingan itu kini mengarah pada Red Bull dan Ferrari. Kedua tim ini sebetulnya jadi penantang serius Mercedes beberapa musim terakhir, namun kerap kali gigit jari di akhir musim. Mercedes tetap sulit dibendung.
Sampai akhirnya, Red Bull bisa memutus gelar juara beruntun Hamilton lewat pembalapnya, Verstappen pada musim 2021. Meski begitu, Red Bull masih belum bisa merebut gelar juara konstruktor dari tangan Mercedes.
Berakhirnya era dominasi Mercedes sebetulnya sudah terendus sejak tes pramusim 2022. Perubahan regulasi aerodinamika yang berdampak pada rangka mobil menimbulkan efek ketika mobil melaju kencang. Mercedes jadi salah satu tim yang tampak paling tersiksa.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, ketika Mercedes dihadapkan pada dua opsi di awal musim, antara segera berbenah atau segera menyerah, jawaban Mercedes jelas: Mercedes menolak menyerah.
Ada harga diri yang ingin terus mereka pertahankan. Belum lagi, tim Panah Perak itu punya dua pembalap, yang satunya sensasional dan satunya lagi potensial, yang kelewat sayang kalau tidak diberikan mobil yang ‘bisa dikendarai’.
Kerja keras seluruh kru tim selama lima seri terakhir memberikan secercah harapan. Performa W13 pada GP Spanyol lalu begitu menjanjikan di lintasan. Hamilton dan Russell akhirnya bisa memaksimalkan potensi mobil masing-masing.
Hamilton pun sukarela memberikan komentar positifnya soal mobil yang ia kendarai. Hal semacam ini tidak keluar dari mulut Hamilton sejak awal musim. Ia terus-menerus merasa mobilnya tidak cukup cepat untuk bisa bersaing di depan.
ADVERTISEMENT
Russell yang enggan mengeluh dengan keadaan mobilnya, akhirnya lega dengan performa mobil dan podium yang diraihnya di GP Spanyol. Dalam satu wawancara setelah balapan berakhir, Russell mengatakan, “Saya pikir ini jadi awal musim bagi kami” (22/5/2022).