Konten dari Pengguna

Titik Balik Aleix Espargaro

Abdi Rafi Akmal
Masih kuliah di Universitas Brawijaya, sembari jadi freelancer content creator di Ruang Taktik. Pernah juga aktif sebagai wartawan kampus dan wartawan media cetak.
3 Mei 2022 19:39 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdi Rafi Akmal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pebalap Aprilia Racing Aleix Espargaro menjuarai Grand Prix Argentina di sirkuit Autodromo Internacional, Termas de Rio Hondo, Argentina. Foto: Agustin Marcarian/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Pebalap Aprilia Racing Aleix Espargaro menjuarai Grand Prix Argentina di sirkuit Autodromo Internacional, Termas de Rio Hondo, Argentina. Foto: Agustin Marcarian/REUTERS
ADVERTISEMENT
Aleix Espargaro sempat frustrasi pada tahun 2019. Setelah sepuluh tahun mengadu nasib di MotoGP, kariernya begitu-begitu saja. Tidak ada yang spesial. Jangankan menjadi juara dunia, berdiri di atas podium pun baru sekali ia rasakan dalam rentang periode tersebut.
ADVERTISEMENT
“Sebelum pandemi, saya serius berpikir tentang pensiun atau pindah ke Superbike. Umur saya waktu itu 29 tahun. Saya menangis setiap Senin ketika tiba di rumah. Saya merasa seperti tidak menikmati hidup,” begitu tutur Espargaro pada laman resmi MotoGP (13/4/2022).
Namun, Espargaro bergeming. Alih-alih menyudahi perjalanan kariernya yang menyedihkan, ia bertahan semusim lagi. Lalu, semusim ke depannya lagi. Sampai kemudian, ia tetap membalap di musim 2022 bersama Aprilia Racing Team.
Siapa sangka, keyakinan bahwa ada titik balik dalam perjalanan kariernya terwujud pada musim ini. Dari enam seri awal MotoGP 2022, Espargaro telah naik podium sebanyak tiga kali dan satu di antaranya sebagai pemenang.
Berkat pencapaiannya tersebut, Espargaro berhak menduduki peringkat kedua klasemen sementara dengan koleksi 82 poin. Ia hanya terpaut tujuh angka dari Fabio Quartararo (Monster Energy Yamaha) yang ada di puncak klasemen.
ADVERTISEMENT
***
Espargaro tidak akan pernah melupakan balapan di GP Aragon tahun 2014. Di sana, di kampung halamannya, pebalap asal Spanyol itu berhasil naik podium untuk pertama kalinya. Ia meraihnya dengan cara yang sensasional pula.
Tepat di tikungan terakhir, motor Yamaha geberan Espargaro sedang beradu cepat dengan motor Ducati yang ditunggangi Cal Crutchlow. Jarak tempuh yang tersisa hanyalah trek lurus sampai garis akhir. Pada akhirnya, Espargaro mengungguli Crutchlow sedikit lebih cepat. Selisihnya hanya 0,017 detik.
“Ini salah satu balapan terbaik saya. Podium yang mengejutkan. Padahal, saya tidak begitu kuat bertarung untuk podium. Tapi di putaran terakhir, saya sangat dekat dengan Crutchlow. Mengakhiri balapan dengan berada di podium ketika semua orang dari keluargamu ada di sana, rasanya sangat emosional,” kenang Espargaro.
ADVERTISEMENT
Penampilan Espargaro bersama NGM Forward Racing di musim itu memang meledak-ledak. Selain satu kali naik podium, ia juga sempat mencatatkan satu kali pole position. Itu juga jadi catatan pole position pertama dalam kariernya. Di musim tersebut, Espargaro nyaris selalu finis di sepuluh besar. Rata-rata finisnya adalah 7,57.
Poin demi poin yang dikumpulkannya berhasil mengamankan peringkat ketujuh di klasemen akhir musim 2014. Bagi Espargaro, pencapaian tersebut menjadi yang terbaik sepanjang kariernya di MotoGP semenjak debut pada tahun 2009.
Sayangnya, penampilan solid Espargaro tidak berlangsung lama. Empat musim sebelumnya, pebalap kelahiran tahun 1989 itu sempat kesulitan finis di sepuluh besar. Semusim setelah hengkang dari NGM Forward Racing, ia kembali mengalami periode kelam.
ADVERTISEMENT
Espargaro sempat mencoba peruntungannya dengan menunggangi motor Suzuki pada kompetisi musim 2015-2016. Selama dua musim bersama TEAM Suzuki Ecstar, dirinya hanya bisa konsisten mengakhiri musim di peringkat ke-11 klasemen.
Pencapaian terbaik Espargaro selama menggeber motor Suzuki adalah sekali pole position dan finis di posisi keempat. Tanpa prestasi yang ciamik, kontraknya bersama tim asal Jepang itu tidak diperpanjang.
Lalu, datanglah tawaran dari Aprilia Racing Team Gresini. Tim asal Italia itu memang sedang bersemangat mengembangkan motor RS-GP. Espargaro dianggap cocok dengan kriteria pebalap yang dibutuhkan tim.
Espargaro tidak berpikir panjang untuk menerima tawaran tersebut. Ia sangat berharap kepindahannya ini dapat membantunya bangkit dari keterpurukan. Toh, kedua belah pihak memang mengusung misi yang sama: menjadi lebih cepat.
ADVERTISEMENT
Espargaro tiba di Aprilia ketika motor RS-GP sudah masuk tahun kedua pengembangan. Berbekal pengalaman menunggangi motor Ducati, Yamaha, ART, sampai Suzuki, Espargaro diharapkan bisa membantu pengembangan motor tersebut ke arah yang lebih baik.
Musim pertamanya di Aprilia tidak buruk-buruk amat, meskipun juga tidak lebih baik dari yang pernah diperolehnya di Suzuki. Rata-rata finisnya menyentuh angka 9,22 dan rata-rata hasil kualifikasinya adalah 11,29.
Meski demikian, performa motor mereka sempat anjlok satu musim kemudian. Rata-rata finisnya hanya berada di kisaran 12,36 dan rata-rata hasil kualifikasinya hanya 14,96. Musim 2018 jelas terjadi penurunan.
Peningkatan performa motor RS-GP pun terkesan lambat pada tahun-tahun berikutnya. Jauh lebih lambat dibandingkan jarum jam yang terus bergerak setiap detiknya. Sedangkan Espargaro juga mulai dimakan umur.
ADVERTISEMENT
Wajar apabila sang pebalap mulai jengah dengan keadaan yang melanda. Espargaro bukan lagi seorang rookie yang hanya berharap bisa melintasi garis akhir tanpa merusak motor.
“Sulit untuk menerima fakta bahwa saya datang ke balapan hanya untuk bertarung di 15 besar. Padahal saya sudah berkendara dengan baik dan tim sudah bekerja maksimal. Saya tidak berharap memenangkan balapan, hanya berharap berada di sepuluh besar atau enam besar,” ujar Espargaro (27/5/2021).
Jika bukan karena istrinya dan kedatangan Massimo Rivola sebagai CEO Aprilia Racing Team yang baru, kesabaran Espargaro pasti sudah ludes jauh sebelum ia menyampaikan pernyataan di atas. Dukungan dari keluarga dan rencana yang jelas dari sisi teknis telah mendorongnya untuk bertahan sedikit lebih lama demi membalik nasib.
ADVERTISEMENT
Musim 2021 menjadi awal perbaikan nasib yang ditunggu-tunggu. Harapan Espargaro bersaing di sepuluh besar terwujud. Di musim tersebut, setiap kali menyelesaikan balapan, ia tidak pernah berada di luar sepuluh besar.
Rata-rata finisnya meningkat signifikan dari 11,33 di musim sebelumnya menjadi 7,08. Rata-rata hasil kualifikasi juga ikut meningkat dari 12,76 menjadi 8,72.
Puncaknya terjadi pada GP Silverstone tahun 2021. Espargaro berhasil finis di posisi ketiga pada balapan yang berlangsung di Inggris tersebut. Ia sukses naik podium untuk kali kedua dalam kariernya setelah GP Aragon 2014 yang berjarak 119 balapan.
Espargaro senang bukan kepalang. Proyek pengembangan motor RS-GP telah sampai pada tahap yang mengagumkan. Lima tahun terlibat di Aprilia membuat pencapaiannya itu terasa lebih berkesan. “Kami hanya butuh selangkah lagi untuk bisa memperjuangkan podium di setiap balapan,” tegasnya menyambut musim 2022.
ADVERTISEMENT
***
Sekarang atau tidak sama sekali. Musim 2022 menjadi pertaruhan karier Espargaro. Bukannya gimana-gimana, usianya sudah 33 tahun. Itu berarti waktunya tidak lagi banyak untuk terus mentas di MotoGP. Kalau musim ini ia masih urung meraih sederet kesuksesan, entah kapan lagi ia bisa melakukannya.
Untungnya Espargaro tidak menunggu lama. Sejarah akhirnya terukir pada GP Argentina. Pada seri ketiga MotoGP 2022 itu, Espargaro sukses finis di posisi pertama. Itu menjadi kemenangan pertamanya setelah 200 kali balapan di kelas utama.
Raihan pole position yang dibuat Espargaro di sirkuit Termas de Rio Hondo tersebut juga menjadi yang pertama bagi Aprilia sejak memasuki era MotoGP. Selain itu, Espargaro juga sukes mencatatkan fastest lap.
Tidak seperti sebelumnya, Espargaro dan Aprilia tidak perlu menunggu lama untuk bisa naik podium lagi. Tepatnya pada seri kelima pada GP Portimao di Portugal dan seri keenam pada GP Jerez di Spanyol, Espargaro mengakhiri balapan masing-masing di posisi ketiga.
ADVERTISEMENT
Saat ini, motor Aprilia memang sangat unggul melibas sirkuit bertipe flowing tracks. Lintasan tersebut menunjang RS-GP untuk menjaga stabilitas kecepatan tetap tinggi.
Kendala RS-GP, bahkan tertinggal dari Ducati dan Yamaha, adalah top speed. RS-GP bakal kesulitan melibat sirkuit yang punya trek lurus yang panjang. Selain itu, akselerasi dari kecepatan paling rendah setelah pengereman penuh juga masih jadi momok bagi Espargaro ketika melaju di lintasan.
Meski demikian, performa motor RS-GP yang kian stabil dan mendekati performa motor tim pabrikan Yamaha, Honda, dan Ducati membuat peta persaingan MotoGP musim ini jadi lebih sengit. Di sisa musim yang ada, kejutan apa lagi yang bakal dibuat Espargaro dan Aprilia?