Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Sosial Rating, Membahayakan Kehidupan Bersosial?
13 Januari 2024 11:58 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Abdillah Rafif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini saya menonton salah satu serial televisi keluaran Netflix, Black Mirror. Serial bertema teknologi ini berbentuk antologi, di mana setiap episode memiliki cerita tersendiri dan tidak bersambung ke episode selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Black Mirror menjadi serial favorit karena serial ini tidak seperti fiksi tentang teknologi kebanyakan yang menggambarkan kehidupan canggih yang akan terjadi di bumi dalam 20 tahun mendatang. Tapi cerita-cerita di keempat musim Black Mirror bisa saja itu terjadi bulan depan. Bahkan episode yang paling saya kagumi, “Nosedive”, secara tidak langsung menggambarkan apa yang saya dan mungkin banyak orang alami akhir-akhir ini.
Satu jam episode ini menayangkan sindiran terhadap interaksi di zaman media sosial, yang membuat nilai baru terhadap kehidupan sosial di masyarakat. Di episode ini digambarkan adanya peringkat dalam kehidupan, di mana manusia bisa saling memberi nilai di skala 1-5, sama seperti kita memberi bintang ke pengemudi Ojek Online.
ADVERTISEMENT
Kemudian hubungan manusia dalam bersosialisasi, hierarki status sosial, dan interaksi tokoh-tokohnya ditentukan oleh rating tersebut. Contohnya, ada tokoh yang memiliki rating 4,5, dia tidak akan mau gaul dengan seseorang yang ratingnya hanya 2,5.
Sadar atau tidak, di era Facebook, Instagram, Twitter dan WhatsApp atau media sosial lainnya, kita mengunggah sesuatu untuk membuat seseorang atau banyak orang menyukai kita. Kita menghabiskan bermenit-menit untuk memilih foto mengunakan filter yang pas agar Instastory terlihat sempurna, menghitung berapa banyak komentar yang masuk setelah berbagi video di sosial media, berharap akan banyak retweet yang datang setelah menulis di Twitter, menunggu-tunggu prime time hanya untuk berbagi foto di Instagram agar semakin banyak like yang kita terima, atau agar kita tidak ketinggalan dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Inilah yang terjadi di kehidupan tokoh utama di episode “Nosedive”, Lacie. Dia berharap dapat meraih apa yang orang-orang tampilkan di linimasa media sosial mereka. Orang-orang terlihat bahagia dan Lacie berpikir bahwa itu akan membuat dia bahagia. Ada momen ketika Lacie langsung bahagia saat diberi peringkat lima. Perasaan hatinya langsung cerah saat diundang ke acara pernikahan teman yang memiliki peringkat tinggi, padahal sebenarnya dia juga tidak terlalu dekat. Pada akhirnya, Lacie selalu membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain di Instagram. Dia selalu tidak puas.
Hal ini juga terlihat di kehidupan nyata. Seperti kisah driver ojek online yang terjadi pada awal 2023 tahun lalu, seorang driver ojek online diberi penilaian bintang satu. Karena driver ojek online ini memanggil penumpangnya dengan sebutan “mbak” dan penumpangnya tidak terima akan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Penumpang itu lebih ingin dipanggil “kak” ketimbang "mbak", alhasil driver tersebut diberi rating buruk oleh penumpangnya. Mengakibatkan driver tersebut mendapatkan suspended beberapa waktu karena dirinya mendapatkan rating buruk.
Tidak hanya itu, dampak dari sosial rating ini membuat banyak kerugian. Seperti online shop atau distributor suatu produk, yang menjual berbagai produk branded namun dengan harga murah dan kualitas rendah. Masih banyak orang membeli barang dengan harga murah pastinya, akan tetapi dengan konsekuensi mendapatkan kualitas yang biasa saja.
Tanpa disadari banyak dari mereka merasa harus mendapatkan kualitas yang sama dengan yang asli. Tanpa pikir panjang mereka malah mengomentari barang buruk dan tidak sesuai kualitas barang yang mereka beli di toko tersebut, dengan perbandingan barang yang asli dengan harga yang mahal. Membuat itu adalah sebuah kesalahan toko dalam memberikan produk, seharusnya mereka sadar akan hal tersebut di mana mereka membeli barang sesuai dengan harga yang diberikan.
ADVERTISEMENT
Karena itu dampak yang dirasakan oleh orang-orang sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial ini, membuat bertanya tanya apakah sosial rating ini akan lebih parah atau tidak. Tanggapan dari beberapa orang yang sudah saya wawancarai terkait sosial rating ini.
“Tidak masalah, tentang sosial rating ini selagi kita bijak dan mampu bertanggung jawab atas penilaian yang kita berikan itu tidak masalah. Namun bila penilaian kita terhadap orang lain membuat kebencian membuat kerusuhan dan merugikan, lebih baik anda cukup menilai untuk diri sendiri saja tanpa harus menyebarluaskan kebencian anda atau ketidaksukaan anda terhadap hal tersebut,” ujar Rehan mahasiswa UIN Jakarta, Rabu (03/01/2024).
Menjelang akhir episode, Lacie bertemu dan mengobrol dengan seorang perempuan paruh baya. Si ibu yang peringkatnya hanya 1,4 itu ditinggal mati suaminya karena sakit dan setelah itu dia merasa peringkat—standar kehidupan berdasarkan hidup orang lain di media sosial—tidak ada gunanya. Dia mengatakan bahwa profil di dunia maya terkadang hanya menunjukkan “highlights we expect other people to see”, bukan realitas hidup yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, hidup di era media sosial dengan segala kemudahan dan kecanggihan yang ditawarkan memang tidak bisa dihindari. Dari Black Mirror, ada pelajaran yang bisa saya ambil: bahwasanya sebagai manusia, sebuah kesalahan apabila saya merasa rendah akan diri sendiri hanya karena orang lain terlihat lebih.
“Nosedive” mengingatkan saya akan cinta diri. Saya sadar bahwa di antara kemewahan dan kebahagiaan yang orang lain tampilkan di profil media sosial mereka, saya harus mencintai dengan apa yang menempel pada diri saya di dunia nyata. Berawal dari mencintai diri sendiri, akan ada rasa syukur dan kesempatan untuk mengembangkan diri sendiri tanpa membanding-bandingkan dengan kehidupan orang lain.