PUASA TAMAK

Abdul Hamid Al-mansury
Alumni PP. Darul Ulum Banyuanyar Alumni IAI Tazkia Pengurus BPL PB HMI
Konten dari Pengguna
9 Juni 2018 0:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Hamid Al-mansury tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
PUASA TAMAK
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berdasarkan hasil sidang istbat yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama RI pada Selasa, 15 Mei 2018 menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1439 H jatuh pada hari Kamis, 17 Mei 2018. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang ditunggu ummat Islam di seluruh penjuru dunia tak terkecuali di Indonesia, karena di bulan ini merupakan bulan penuh berkah dan ampunan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (ridha Allah), maka diampuni semua dosa yang terdahulu” (HR Bukhari)
ADVERTISEMENT
Perintah dan kewajiban berpuasa, sebagaimana yang difimankan oleh Allah swt, terdapat dalam Kitab Suci al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Q 2:183). Ini merupakan ayat yang sering dikutip oleh para mubaligh dan khatib sepanjang bulan puasa.
Dari ayat al-Qur’an dan Hadist diatas perlu di garis bawahi bahwa ada dua kata yang sama yaitu “iman” tentunya iman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Iman itu melahirkan tata nilai berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu tata nilai di jiwai oleh kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan (Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un), maka Tuhan adalah asal dan tujuan hidup, bahkan seluruh makhluk.
ADVERTISEMENT
Adapun kata “puasa”, yang sering kita pakai, diambil dari bahasa Sanksekerta dan memiliki arti yang sama dengan kata shawm, yang diambil dari bahasa Arab, yakni pengendalian diri. Pengendalian diri yang dimaksud adalah dalam pengertian dasarnya, yakni pengendalian diri atas dorongan berlaku tamak. Pemahaman semacam itu erat kaitannya dengan drama kosmis atau peristiwa kejatuhan Adam dari surga ke bumi. Peristiwa tersebut dalam al-Qur’an diistilahkan dengan hubûth.
Adam merupakan simbol manusia pertama yang diizinkan oleh Allah tinggal di surga bersama istrinya yaitu Hawa. Adam dan Hawa – nenek moyang manusia – diberiakan berbagai macam kenikmatan dan kemudahan, diantaranya berbagai macam makanan dari jenis buah-buahan sebagaimana firman Allah kepada mereka berdua “Hai Adam, ambillah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,” (Q 2:35). Pada akhirnya mereka, sebagai simbol manusia tersebut, ternyata tidak mampu menahan dorongan dan godaan berlaku tamak untuk tidak memakan hanya satu macam buah yang dilarang oleh Allah swt. Kemudian, keduanya digelincirkan dan dijatuhkan oleh setan dari surga ke muka bumi ini sebagai hukuman atas pelanggaran tersebut.
ADVERTISEMENT
Dari kasus tersebut, dapat dipahami bahwa sesungguhnya pada diri manusia terdapat potensi untuk berprilaku tamak sebagaimana disimbolisasikan dalam diri Adam dan Hawa. Potensi ini jika tidak dapat dikendalikan secara baik dan benar akan dapat mengarahkan dan mendorong manusia pada kehancuran, yakni kehancuran moral dan spiritual.
Amat menarik untuk direnungkan berkenaan dengan ketamakan manusia, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW kalau saja diberi satu ladang yang berisi emas, niscaya manusia akan terus mencari lading emas yang kedua. Dan kalau manusia diberi dua ladang emas, dia tetap akan mencari ladang emas yang ketiga dan seterusnya. Hal ini menggambarkan bahwa ketamakan manusia tiada batas dan tidak akan pernah terpenuhi kecuali kalau dia sudah makan tanah atau mati.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, puasa merupakan solusi kepada manusia untuk mengendalikan potensi tamak secara baik dan benar. Iman seperti telah dijelaskan diatas akan melahirkan tata nilai berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam Islam tamak merupakan nilai tercela yang bertentangan dengan tata nilai yang dilahirkan atas keimanan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka, konsekuensi logisnya adalah Allah mewajibkan puasa atas orang-orang beriman supaya bertaqwa. Semoga ibadah puasa kita di bulan ramadhan ini tidak hanya sekedar menahan rasa lapar dan haus tapi melahirkan nilai-nilai baik secara berkelanjutan sampai akhir hayat kita. Amin
Abdul Hamid Al-Mansury
Kabid PA HMI Cabang Bogor