Pengalaman Seru Mewawancarai Mantan Presiden RI

Abdul Latif
Jurnalis Liputan Khusus Kumparan
Konten dari Pengguna
23 November 2017 22:20 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Latif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengalaman Seru Mewawancarai Mantan Presiden RI
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Setiap pagi selalu saja adrenalin tubuhku seakan tersentak, setelah mengecek grup WhatsApp. Bagaimana tidak, penugasan harian tak akan pernah bisa diprediksi. Yakinlah hanya Allah SWT dan beberapa jajaran direksi saja yang tahu. Kali ini penugasan cukup menguras waktu. Dari Kemang menuju Cibubur, kurang lebih 11 Km.
ADVERTISEMENT
Pagi itu tepat pukul 05.47 pagi aku harus bergegas secepat mungkin, mungkin bagi beberapa orang perjalanan ini tidak terlalu jauh. Namun bagi saya, seorang perantau yang masih sekitar dua bulan hidup di Jakarta tentunya hal ini menjadi konflik tersendiri.
Pada jadwal tertulis acara pukul 09.00 WIB bertempat di Bupetra (Bumi Perkemahan Cibubur). Setiap penugasan selalu kaya akan berbagai macam konflik. Konflik pertama yaitu saya belum terlalu hafal area Jakarta dan sekitarnya. Jadi saya memutuskan untuk pergi ke Stasiun Pasar Minggu, di sana saya berharap KRL akan cepat mengantar saya ke Cibubur tentunya. Perut keroncongan bersama jiwa yang masih separuh sadar ini pun menuju antrean tiket KRL.
Pengalaman Seru Mewawancarai Mantan Presiden RI (1)
zoom-in-whitePerbesar
“Bang, kalau mau ke cibubur itu berhenti di stasiun apa ya ?” tanyaku sambil menunduk-nundukan kepala karena suara yang sangat ramai.
ADVERTISEMENT
Tak jelas apa yang ia (Penjaga Tiket) ucapkan, mulutnya hanya bergerak-gerak tanpa ada kejelasan sedikitpun apa yang ia ucapkan.
“Apa bang?” tanyaku sambil menundukkan kepala di lubang loket untuk kedua kalinya.
Hasilnya tetap saja sama, saya tidak mendengar jelas, suaranya seperti “pocinpocin” saja. Akhirnya tak pikir panjang saya terpaksa mengeluarkan Hp dari saku dan membuka aplikasi note lalu kusodorkan Hp ke tempatnya agar ia ketik saja pikirku, alhamdulillah setidaknya dia mau memberikan informasi melalui note bertuliskan “ Pondok Cina”.
Sambil menyantap nasi kuning, saya menunggu datangnya Kereta arah Bogor. Lumayan lah pikirku untuk mengisi perut ini.
Sesampainya di Stasiun Pondok Cina, saya melihat sekitar rata-rata mahasiswa yang melewati jalur ini, mungkin karena memang dekat dengan Universitas Indonesia. Sesegera mungkin saya memesan ojek online seperti biasanya. Dibutuhkan waktu sekitar 23 menit lebih untuk sampai pada kawasan penugasan “Seksi ini”. Sekitar pukul 7.30 pagi suasana jalanan masih tidak terlalu macet, atau barangkali bapak drivernya yang lebih paham jalan tikus ketimbang saya. Itu pasti.
Pengalaman Seru Mewawancarai Mantan Presiden RI (2)
zoom-in-whitePerbesar
Akhirnya sampai sudah saya di area Baputera, sebagai informasi saja bahwa kawasan ini seringkali digunakan untuk aktivitas out door, seperti berkemah, foto prewedding dan olah raga. Jujur saja kawasan cukup menarik, di sini kalian akan merasakan udara fresh, angin bebas dari polusi, danau yang luas dan suara burung kerap kali memanjakan jiwa kalian.
ADVERTISEMENT
Ternyata saya terlalu pagi sesampainya disana pada pukul 08.45, tak terlihat awak media satupun di sana. Awalnya saya pikir akan terlambat, hanya saja memang ada beberapa kelompok dari partai PDI Perjuangan ada yang sudah datang lebih pagi. Mereka datang dari tiga daerah yaitu, Kota Bogor, Kab. Bogor dan Kota Bekasi.
Setelah beberapa saat, beberapa awak media datang.
“Udah dari tadi bang?” tanya salah seorang wartawan kepadaku.
“Udah bang.” jawabku sambil duduk dibawah sebuah pohon.
“Acara jam berapa bang?” tanyanya lagi.
“Kalau di undangan jam 9 sih bang.” jawabku lagi.
“Oh iyaa bang biasa, ngarett, Hehehe ” sahutnya sambil mengambil bungkus rokok yang ada di kantong celana jeansnya.
Pengalaman Seru Mewawancarai Mantan Presiden RI (3)
zoom-in-whitePerbesar
Kira-kira pukul 11.00 siang acara dimulai, orang yang ditunggu-tunggu itu datang juga. Siapa lagi kalau bukan Ibu Megawati Soekarno Putri, ketua umum partai moncong putih ini. Ia bertugas sebagai inspektur upacara. Barisan tertata cukup rapi dari kedua kelompok, pertama kelompok dari partai PDI P dan kedua dari BASARNAS (Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan).
ADVERTISEMENT
Di bawah terik matahari yang menyengat tubuh ini, butiran-butiran keringat mulai bermunculan di kening, ketiak dan seluruh badan ini. Sekitar sebelas menit beliau berpidato tentang pentingnya pertolongan ketika bencana datang dan di akhiri kata-kata penutup yang khas.
“MERDEKA!” Teriaknya kepada seluruh peserta yang mengikuti upacara di Lapangan Utama BAPUTERA.
Selanjuntnya awak media telah bersiap menunggu sambil berkumpul di samping kursi-kursi tamu spesial.
Ini adalah pengalaman pertama saya bersama mantan presiden republik Indonesaia kelima ini dalam sebuah acara resmi. Pada saat media doorstop ke Megawati tiba-tiba seorang wartawan menanyakan tentang bencana yang ada di bali. Ia bertanya sepreti ini.
“Ibu bagaimana sikap Ibu dengan bencana Gunung Agung di bali?” tanyanya sambil mendorong mic televisi sedikit lebih dekat.
ADVERTISEMENT
“Lho, kamu siapa dari media mana? Perkenalan dulu.” jawabnya sambil menggeser sedikit kacamata ke bawah.
Akhirnya setelah beberapa media menanyakan pertanyaan terkait acara tersebut. Saya mencoba menyinggung soal politik yang sedang hangat diperbincangkan.
“Ibu bagaimana tanggapan ibu tentang Pilgub Jatim?” tanyaku dengan polos.
“Lhoo, tadi janjinya apa, enggak ngomong soal politik…..” tuturnya sambil meninggalkan semua awak media.
Mukaku memerah karena saking malunya sambil dilihat semua awak media. Ini adalah pengalaman yang paling memalukan seumur hidup saya. Mewawancarai mantan presiden dengan tanggapan datar seperti itu.
Tapi di balik pengalaman tersebut tersimpan kebahagiaan yang medalam, karena setidaknya tidak semua orang bisa berbicara secara langsung face-to-face kepada mantan presiden RI kelima ini.
ADVERTISEMENT
Beberapa wartwan senior juga banyak yang mengatakan hal serupa yakni ia merupakan salah seorang narasumber yang sangat sulit dan hampir tidak pernah bisa diajak doorstop oleh media.