Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
BRICS Plus: Jalan Pintas Indonesia Menuju Superpower atau Jebakan Geopolitik?
3 Februari 2025 15:28 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Abdul Wahid Wathoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari setelah Brazil secara resmi mengumumkan keanggotaan Indonesia dengan BRICS Plus (6/012025), seorang peneliti dari Charhar Institute, Hao Nan dalam tulisannya (www.thinkchina.sg,14/01/2025) memberikan pernyataan positif terhadap bergabungnya indonesia menjadi anggota BRICS.
ADVERTISEMENT
Menurut Hao Nan keanggotaan penuh Indonesia di BRICS memperkuat posisi BRICS sebagai platform utama dalam memperjuangkan suara negara-negara Global Selatan di tengah dinamika kekuatan dunia yang terus berubah.
Lebih jauh, Research Lead untuk Program Asia Timur di Abu Dhabi ini melihat bahwa bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS merupakan sebuah keputusan yang menandai langkah strategis Indonesia dalam memperluas pengaruh ekonomi dan politiknya di kancah global.
Tidak hanya dari luar negeri, bergabungnya Indonesia di BIRCS juga mendapatkan respon positif dari Amelia Anggraini, politikus partai Nasdem sekaligus anggota Komisi I DPR RI. “Dengan bergabungnya Indonesia, BRICS kini menjadi forum yang semakin inklusif dan representatif, mencakup hampir setengah populasi dunia dan berkontribusi signifikan terhadap ekonomi global." Ujar anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah tersebut sebagaimana dikutif pada laman nasional.kompas.com (8/01/2025).
ADVERTISEMENT
Artinya, dengan bergabungnya Indonesia, bersama Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir, BRICS kini semakin kokoh sebagai aliansi negara berkembang yang bertujuan untuk menyeimbangkan dominasi ekonomi global yang selama ini didominasi oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Namun, dibalik euforia keanggotaan ini, Indonesia dihadapkan pada serangkaian tantangan yang harus dibaca dengan cermat. Isu-isu seperti hubungan dengan negara-negara Barat, dinamika internal BRICS, serta manfaat ekonomi yang diharapkan menjadi fokus utama dalam mengoptimalkan posisi Indonesia dalam aliansi ini.
Oleh karena itu, perlu ada kajian mendalam berkaitan dengan peluang serta tantangan yang menyertai keputusan ini agar Indonesia dapat memperoleh keuntungan maksimal dari keanggotaannya di BRICS Plus.
Peluang Ekonomi dan Diplomasi
Keanggotaan Indonesia dalam BRICS Plus membawa berbagai peluang signifikan, terutama di bidang ekonomi. BRICS yang kini mencakup negara-negara dengan ekonomi berkembang pesat, seperti China dan India, menawarkan potensi kerja sama perdagangan yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Menurut Soeparno, Wakil Ketua MPR RI salah satu peluang Indonesia ketika bergabung ke BRICS adalah memperluas pasar ekspor. Apalagi saat ini anggota BRICS sudah mencakup negara-negara emerging market di Timur-Tengah dan secara akumulasi mencapai 40 persen lebih populasi dunia.
Selain itu, Doktor Ilmu Politik FISIP UI ini menyampaikan peluang tersebut secara lebih terperinci. “Kalau kita bicara proporsi ekonomi negara-negara BRICS, maka ada peningkatan signifikan dari tahun 1995 hanya 17 persen meningkat tajam mencapai lebih dari 30 persen di tahun 2022. Ini peluang untuk mendapatkan pasar alternatif sekaligus meningkatkan posisi tawar di tengah meningkatnya perang dagang China dan AS.” Ungkapannya dalam situs mpr.go.id/ Rabu, 08 Januari 2025.
Melalui akses lebih besar ke pasar BRICS, Indonesia memiliki kesempatan untuk meningkatkan ekspor terutama di sektor migas, pertanian, dan manufaktur. Mengingat China dan India merupakan dua ekonomi terbesar di dunia yang memiliki permintaan tinggi terhadap berbagai komoditas, Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperluas penetrasi produknya di pasar global.
ADVERTISEMENT
Selain itu, keberadaan New Development Bank (NDB) dalam BRICS menjadi daya tarik tersendiri bagi Indonesia. NDB memberikan alternatif pendanaan bagi negara-negara anggota untuk membiayai proyek infrastruktur dan pembangunan, yang selama ini lebih banyak bergantung pada lembaga keuangan Barat seperti Bank Dunia dan IMF.
Dari segi diplomasi, keanggotaan Indonesia dalam BRICS Plus juga memperkuat posisinya dalam geopolitik global. Sebagai negara dengan politik luar negeri yang menganut prinsip bebas aktif, Indonesia dapat memainkan peran sebagai jembatan antara negara-negara BRICS dan Barat.
Dengan semakin meningkatnya peran BRICS dalam berbagai forum internasional, Indonesia memiliki kesempatan untuk turut serta dalam upaya reformasi lembaga-lembaga global seperti PBB dan WTO, guna memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang.
Meskipun keanggotaan BRICS Plus menawarkan berbagai keuntungan, ada pula tantangan yang tidak bisa diabaikan. Salah satu yang paling krusial adalah potensi memburuknya hubungan dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
Tantangan ini diungkapkan oleh Pakar Hubungan Internasional dari Fisipol UGM, Prof. Dr. Poppy sebagaimanana dikutif pada ugm.ac.id/id (11/01/2025), “Memang tidak ada persyaratan yang dipenuhi dengan anggota lain di BRICS." Namun proses aksesi Indonesia di OECD dan proses reformasi ekonomi di tingkat domestik perlu juga dipikirkan.
Tanggapan Poppy ini mempertimbangkan kondisi pasar Indonesia saat ini, dimana AS merupakan mitra dagang terbesar kedua bagi Indonesia setelah China, sementara Uni Eropa juga menjadi tujuan utama ekspor berbagai komoditas strategis.
Keikutsertaan Indonesia dalam BRICS Plus dapat memicu persepsi bahwa Indonesia semakin condong ke blok negara berkembang dan menjauh dari negara-negara Barat, yang berpotensi memicu kebijakan proteksionisme atau hambatan perdagangan dari mereka.
Di sisi lain, dinamika internal BRICS juga merupakan tantangan tersendiri. Negara-negara anggota BRICS memiliki kepentingan nasional yang beragam, yang sering kali berujung pada perbedaan kebijakan.
ADVERTISEMENT
Rivalitas antara China dan India, misalnya, bisa menjadi faktor yang memperumit pengambilan keputusan dalam BRICS Plus. Indonesia harus memastikan bahwa posisinya tetap netral dan tidak terjebak dalam konflik kepentingan yang dapat menghambat efektivitas kerja sama dalam aliansi ini.
Selain itu, dominasi China dan Rusia dalam BRICS bisa menjadi tantangan bagi Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya. Dalam beberapa tahun terakhir, China telah berupaya meningkatkan pengaruhnya di kawasan Asia melalui berbagai inisiatif, termasuk Belt and Road Initiative (BRI).
Indonesia harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam ketergantungan ekonomi yang berlebihan terhadap China, yang dapat mengurangi fleksibilitas kebijakan luar negeri dan ekonominya.
Strategi Optimalisasi Keanggotaan BRICS Plus
Untuk memaksimalkan manfaat dari keanggotaan BRICS Plus, Indonesia perlu menerapkan strategi yang tepat. Menurut Ayman Falak Medina, bergabungnya Indonesia sebagai anggota BRICS Indonesia menjadi momen untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen yang dikampanyekan oleh Presiden Prabowo.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini pemerintah Indonesia dapat mengambil beberapa langkah konkret dalam optimalisasi keanggotaanya di BRICS Plus.
Pertama, Indonesia harus tetap menjaga prinsip politik luar negeri bebas aktif. Artinya, meskipun menjadi bagian dari BRICS Plus, Indonesia tetap harus menjalin hubungan yang erat dengan negara-negara Barat untuk menjaga keseimbangan diplomatik dan ekonomi. Pendekatan ini akan membantu mengurangi potensi dampak negatif dari persepsi bahwa Indonesia terlalu berpihak pada salah satu blok.
Kedua, Indonesia perlu meningkatkan daya saing ekonominya dengan memperkuat sektor industri dan meningkatkan nilai tambah ekspor. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya bergantung pada ekspor komoditas mentah, tetapi juga mampu menawarkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi ke pasar BRICS maupun global.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Indonesia harus memastikan bahwa keterlibatan dalam BRICS Plus membawa manfaat konkret bagi perekonomian domestik. Pemerintah perlu mendorong kerja sama perdagangan yang lebih luas dengan negara-negara BRICS, menarik lebih banyak investasi asing langsung (FDI), dan memanfaatkan pendanaan dari NDB untuk proyek-proyek infrastruktur yang strategis.
Keempat, dalam menghadapi dinamika internal BRICS, Indonesia perlu memainkan peran sebagai mediator yang dapat menjembatani perbedaan kepentingan di antara anggota. Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat memastikan bahwa kebijakan yang diadopsi dalam BRICS tetap sejalan dengan kepentingan nasionalnya dan tidak mengorbankan hubungan dengan mitra dagang lainnya.
Akhirnya, saya berharap dengan menerapkan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengoptimalkan keanggotaannya di BRICS Plus untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diimpikan, sambil tetap menjaga prinsip politik luar negeri bebas aktif.
ADVERTISEMENT