Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tentang Aa Burjo yang Bahagia Bertemu Orang se-Bahasanya
Tukang Follow!
bisa disurati di [email protected].
bisa di intip di siapakahsidul.wordpress.com
15 Januari 2018 16:24 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Abdulah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Bahasamu bahas bahasanya, lihat kau bicara dengan siapa” - Barasuara
Sumber Gambar : panduanwisata.id
ADVERTISEMENT
Selain Gudeg yang Istimewa, Jogja juga tersusun dari warung burjo yang ada di mana-mana, khususnya yang dekat dengan kos-kosan mahasiswa.
Waow!!
Kalau nggak percaya, coba datanglah ke daerah sekitar UGM, UNY atau UPN misalnya. Dalam satu gang saja, kita bisa menemukan lebih dari satu warung burjo. Berdasarkan tulisan yang pernah saya baca di situs sebelah , mungkin sekarang ini lebih tepat disebut Warmindo ya. Karena di beberapa warung burjo sudah tak lagi menjual ‘burjo’, yang ada hanya Indomie dan beberapa menu lauk pelengkap nasi. Tentunya tak ketinggalan , menu andalan mahasiswa yang murah, bergizi sekaligus mengenyangkan : Nasi telor. Bahkan, saya pernah menemukan warung burjo yang juga menyediakan menu penyetan. Sungguh inovasi yang semakin maju saja dalam dunia perburjoan.
ADVERTISEMENT
Bagi para mahasiswa yang hampir setiap hari jajan di burjo,meskipun sudah tahu menu burjo terkadang sudah jarang kita temui di beberapa ‘outletnya’, dan hampir kebanyakan banner yang ada didepannya sudah bertulisankan 'Warmindo', toh masih saja menyebutnya burjo, kan?
Buat yang di Jogja, apa pernah kalian diajak teman satu kosan atau gebetan dengan kalimat "makan di Warmindo, yuks?". Jarang kan? atau bahkan tak pernah sekalipun. Kebanyakan pasti bunyinya : "makan di burjo, yuks"
Kata “Burjo” memang lebih simple dan gampang diingat, sedangkan nama Warmindo rasanya memang kurang... gimana gitu ya. Meskipun sama-sama berbentuk akronim, tapi tetap saja masih jarang orang yang mengucapkannya. Jadi, usaha mengganti sebutan warungnya mungkin memang tak seberhasil lakunya Indomie yang ada di dalamnya, hehe. Hal itu pun berlaku juga untuk penyebutan penjaga atau penjualnya. Selama ini sebutan yang terkenal adalah Aa burjo, bukan Aa Warmindo.
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah kita tahu, penjaga dan pemilik burjo yang kita panggil Aa, rata-rata berasal dari sebuah daerah yang orang-orangnya berbahasa sunda, Kuningan Jawa Barat. Aa panggilan untuk mas bagi orang jawa, dan teteh untuk panggilan mbak.
Mungkin bagi para penjelajah burjo militan sudah paham betul kalau hampir semua burjo yang pernah dikunjungi, Aa-Aanya adalah pendukung setia Persib Bandung. Seandainya club sepak bola kota kembang ini bertanding dan disiarkan di Tv, hampir dipastikan semua burjo yang di sana ada TV akan menonton siaran pertandingannya. Siapapun tak boleh ada yang memindahkan chanelnya saat pertndingan berlangsung. Pokoknya bagi Aa burjo, "Persib nu Aing!" .
Selain kecintaan akan club sepak bola yang sama, para Aa burjo ini pun memiliki kebahagiaan lainnya yang mungkin sama juga. Salah satunya, mereka terlihat senang saat bertemu pelanggan yang berbicara satu bahasa dengannya, bahasa Sunda. Saya memikiki seorang teman yang berasal dari kota yang berbahasa sunda. Sebut saja namanya Jajang ( bukan nama sebenarnya ). Kami beberapa kali sering nongkrong di burjo bersama. Tidak hanya di satu burjo saja, tapi di burjo manapun yang terdekat dengan tempat kami saat terlintas ingin makan atau sekedar ngopi.
ADVERTISEMENT
Disetiap burjo yang kami kunjungi, Jajang selalu memesan makanan atau minumannya menggunakan bahasa sunda. Dan, sang penjual pun menanggapinya dengan ‘antusias’ menggunakan bahasa sunda pula. Seandainya burjo itu baru pertama kali kami kunjungi, dan seandainya sang penjual pun sedang tak sibuk, Jajang langsung ditanyai " sundana ti mana, A?" (sundanya di mana , A?). Setelah itu mereka ngobrol banyak kesana-kemari. Seolah teman akrab yang sudah lama tak berjumpa. Mungkin hal yang sama juga terjadi pada orang – orang daerah lainnya yang bertemu dengan sesamanya di tanah rantau. Karena sedikit bisa berbahasa sunda, terkadang saya pun ikut mengobrol bersama.
Namun, bukan berarti karena berasal dari daerah yang berbahasa sunda dengan sang Aa burjo, dan bisa bercerita dengan bahasa sunda, harga Indomie telor yang tadinya tujuh ribu menjadi lima ribu. Jajang dan pelanggan burjo yang berbahasa sunda lainnya tak mendapat diskon ataupun harga yang berbeda, semua sama seperti pelanggan lainnya. Keuntungan yang didapat ya, paling banter bisa ngutang dengan lebih mudahnya di burjo yang sudah jadi langganannya. Dan, tentunya mendapat senyum merekah bahagia dari penjualnya karena ngobrol menggunakan bahasa yang sama.
ADVERTISEMENT
“A, Sangu endog hiji, nginumna es teh!” ("A, nasi telor satu, minumnya es teh!")