Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menghadirkan Pemuda dalam Bertani
20 Januari 2021 19:19 WIB
Tulisan dari Abdullah Al-Fasuruani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Disaat covid-19 melanda Indonesia beberapa sektor perekonomian mengalami penurunan, sektor pertanian mengalami peningkatan, karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat digantikan dengan yang lain. Bahkan disaat bangsa kita mengalami resesi ekonomi, sektor pertanian masih mencatatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Q3-2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), PDB pertanian naik 2,15 % secara year on year. Dan jauh sebelum covid-19 Komoditas pertanian bak primadona dalam berkontribusi meningkatkan perekonomian Indonesia. Berdasarkan data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor komoditas pertanian mengalami kenaikan, jika pada tahun 2013 ekspor pertanian hanya mencapai 33 juta ton, maka pada tahun 2018 ekspor pertanian mencapai 42 juta ton, atau mengalami kenaikan 27,3%.
ADVERTISEMENT
Kontribusi sektor pertanian yang cukup besar bagi bangsa ini, belum diimbangi dengan ketersedian SDM pengelolah pertanian itu sendiri. Gambaran nyatanya jika kita berkunjungan ke desa, dimana petani merupakan profesi utama masyarakatnya, semakin terlihat bahwa usia mereka tidak lagi muda dan tidak sedikit lahan pertanian yang beralih fungsi. Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian mencatat petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2019, jumlah petani muda mengalami penurunan sebesar 415.789 orang dari periode 2017 ke 2018. Kebutuhan pangan/hasil pertanian di negeri ini maupun dunia kian waktu kian meningkat, seiring bertambahnya populasi. Bisa dibayangkan jika tidak ada yang bertanggungjawab mengambil peran dalam hal penyedian pangan ini. Kemudian bagaimana Jika tidak ada regenerasi petani, siapakah yang akan melanjutkan estafet pahlawan pangan yang mengelolah kebutuhan pangan negeri ini?
ADVERTISEMENT
Semakin berkurangnya minat generasi muda untuk terjun dalam dunia pertanian menjadi tantangan bagi pemegang estafet pertanian Indonesia di masa yang akan datang. Kita semua berharap para petani muda itu hadir untuk memperbaiki apa yang sudah dijalankan oleh generasi petani sebelumnya, seperti dampak peningkatan budidaya pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas produksi. Terobosan - terobosan baru dalam dunia pertanian menjadi keniscayaan untuk menarik minat bagi para calon petani tersebut. Kita patut optimis karena kementerian pertanian menaruh perhatian yang lebih terhadap kondisi petani muda yang jumlahnya hanya diangka 2,7 juta. Pada tahun bulan April 2020 kemarin Kementerian Pertanian menetapkan 67 orang pelopor atau Duta Petani Milenial (DPM) dan Duta Petani Andalan (DPA) dari setiap provinsi di Indonesia yang dikukuhkan secara formal oleh Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP). Tentu kita berharap bahwa para duta pertanian tersebut dapat menjadi penggerak bagi hadirnya petani-petani muda baru, sehingga regenerasi petani tetap berjalan dan terus bertambah.
ADVERTISEMENT
Lantas Bagaimana regenerasi petani ini dapat berjalan? Menurut pendapat kami ada 2 hal yang harus menjadi perhatian utama, yaitu;
1. Sekolah bagi Calon Petani Muda
Karena sektor pertanian itu identik dengan desa, dimana subangsih produksi pertanian banyak dihasilkan dari desa, tentunya kita berharap ada wadah yang menempa para pemuda desa untuk termotivasi menekuni sektor pertanian tersebut, dimana orangtua mereka menjalani profesi tersebut sekian tahun lamanya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Wadah atau sekolah bagi calon petani muda ini perlu untuk dihadirkan di desa, misal kita sebut dengan istilah Sekolah Vokasi Pertanian Desa. Di sekolah inilah para calon petani diajarkan segala hal terkait dengan pertanian. Sepertinya sekolah vokasi pada umumnya ruang kelas hanya mengisi 20-30% pengetahuan tentang pertanian, selebihnya (70-80%) mereka ditempa dalam praktik langsung terkait dengan kebutuhan industri pertanian dimasa yang akan datang, termasuk didalamnya pengimplementasian teknologi tepat guna dalam budidaya pertanian. Ouput yang diharapkan dari sekolah vokasi pertanian desa adalah petani muda yang siap menangkap peluang pasar pertanian di masa depan (pertanian 4.0) dengan penggunaan teknologi pertanian.
ADVERTISEMENT
2. Modal Usaha Pertanian
Bagi para petani muda, akses akan modal menjadi hal terpenting, karena dapat dikatakan modal awal mereka adalah diri mereka sendiri, jika mereka terlahir dari keluarga petani setidaknya mereka sudah mempunyai lahan yang siap untuk digarap dan dikembangkan. Modal merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan produktifitas usaha. Dari modal awal, para petani muda dapat menggunakan untuk membeli bibit, pupuk, sarana dan prasarana pertanian ataupun menyewa lahan pertanian. Tentu kita berharap program yang dicanangkan oleh pemerintah pusat atau daerah terkait penggunaan lahan pertanian bagi petani milenial dapat berjalan dengan lancar dan baik. Jika kita mencermati dari kondisi petani existing hari ini, modal usaha mereka berasal dari hasil usaha dan aset pertanian mereka sendiri, bisa jadi hal tersebut yang membuat mereka stagnan dari usaha pertanian mereka jalani selama bertahun-tahun. Untuk itu keterlibatan pihak terkait perlu terus didorong agar calon petani ini dapat dengan mudah mengakses permodalan yang ada, sebagai langkah awal mereka dalam bertani.
ADVERTISEMENT
Kita semua berharap para calon petani muda ini dapat meneruskan estafet pahlawan pangan yang bernama petani dengan cara yang berbeda, yang lebih baik dan modern. Sehingga kemandirian pangan di negeri ini menjadi cita yang segera terwujud. Bangkit Para Petani Muda Indonesia.