Konten dari Pengguna

Pahlawan Pangan Itu Biasa Kami Sapa dengan Nama Petani

Abdullah Al-Fasuruani
Economic Empowerment Department Head Rumah Zakat I Pendamping PPH UIN Sunan Gunung Djati Bandung I Pendamping UMKM (BNSP) I Budidaya Ikan Lele (BNSP)
17 Agustus 2020 5:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdullah Al-Fasuruani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Panen Raya Petani di Desa Berdaya Cisande (Dok. RI Maman)
zoom-in-whitePerbesar
Panen Raya Petani di Desa Berdaya Cisande (Dok. RI Maman)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat kita makan, atau berada di sebuah rumah makan kemudian tersaji di piring kita makanan, pernah kah kita bertanya atau sekadar berbisik dari hati, dari manakah hidangan di piring kita berasal, siapakah yang telah berhasil memanen bahan pangan tersebut? Jika kita sekarang bertanya, tentu kita akan secara otomatis memiliki jawaban, untuk nasi, sayuran atau buah – buahan yang kita makan dari petani, untuk hidangan protein hewani seperti daging atau telur kita akan menjawab dari para peternak, untuk makanan laut (seafood) kita dapat menjawab dari nelayan ataupun pembudidaya ikan.
ADVERTISEMENT
Untuk menghasilkan pangan yang kita makan membutuhkan proses yang tidak mudah, ada mereka yang biasa kita sebut dengan “petani” yang mengayunkan cangkulnya di sawah, menyiangi tanamannya, memupuk dan setelah empat bulan lamanya baru memanennya. Ada “peternak” ayam yang sering kali mendapatkan hasil yang tidak menentu, saat harga ayam yang dijual ternyata tidak dapat menutup biaya operasional produksinya. Ada yang kenal dengan sebutan “nelayan” yang harus terjaga di malam hari, melawan dinginnya angin malam dan derasnya ombak untuk mendapatkan hasil tangkapan laut. Dapat dikatakan peran mereka (petani) sangatlah besar dalam memenuhi kebutuhan pokok kita sebagai anak bangsa dan juga ketahanan pangan Indonesia.
Hasil rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan kabar baik bagi sektor pertanian, yang pelaku utamanya adalah para petani, dimana sektor pertanian pada triwulan II ini dapat tumbuh positif di tengah pandemi covid-19 hingga 2,19 persen secara tahunan. Pertumbuhan postif pada sektor pertanian tentunya akan berkontribusi terhadap penguatan ekonomi nasional, dan tentu kita berharap sektor yang lain juga ikut mengalami pertumbuhan yang positif. Tumbuhnya sektor pertanian di tengah pandemi virus corona, tidak berbanding lurus dengan peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP).
ADVERTISEMENT
Data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) terkait Nilai Tukar Petani (NTP), secara nasional pada bulan Juli 2020 sebesar 100,09, atau sedikit lebih baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya, karena mengalami kenaikan sebesar 0,49 persen dibandingkan dengan bulan Juni 2020. Nilai Tukar Petani (NTP) sendiri merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang sedikit di atas 100 menunjukkan petani sedikit mengalami surplus, walaupun jika digenapkan ke angka 100 berarti petani mengalami impas (pendapatan petani sama dengan pengeluarannya).
Kebanyakan petani di Indonesia dalam menjalankan aktivitas budidaya pertaniannya masih mengandalkan kepada alam, jika pada persawahan atau perkebunan lebih dikenal dengan istilah sawah atau kebun tadah hujan, walaupun risiko cukup besar di tengah kondisi cuaca yang hari-hari ini tidak menentu, namun mereka tetap berikhtiar menghadirkan pangan bagi masyarakat. Bahkan Hadratussyaikh K. H Maimoen Zubair pernah berkata dalam satu pengajiannya "Termasuk tanda Kiamat itu ketika orang sudah tidak mau Bertani karena untungnya sedikit”. Dapat dikatakan tidak banyak orang yang mau bertani, jika risikonya cukup besar, seperti gagal panen karena hama, kekeringan ataupun banjir. Namun jika kita ketemui mereka di persawahan mereka adalah orang yang ikhlas, mereka menanam tanpa pernah berfikir apakah nanti panen akan mendapatkan harga yang bagus atau tidak, apakah dapat panen dengan baik atau bahkan gagal panen.
ADVERTISEMENT
Inilah semangat kepahlawanan yang diajarkan oleh para petani, berusaha semaksimal mungkin dalam menjalani aktivitas budidaya untuk memberikan hasil panen yang terbaik walaupun risiko di depan tidak pernah tahu. “Ya pahlawan pangan itu bernama petani”, yang terus menjaga ketahanan pangan bangsa ini. Semangat dan keikhlasan tersebut yang diajarkan oleh para pahlawan yang telah gugur di medan perang, mereka terus berjuang hingga titik napas terakhir sebelum mengetahui kabar kemerdekaan bagi bangsanya.
Pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-75 Republik Indonesia, kita semua berharap akan lahir pahlawan-pahlawan pangan muda yang memberikan perbaikan dalam sektor budidaya pertanian, berdampak pada peningkatan kualitas produk pangan dan bernilai ekonomis. Merdeka dalam pangan, sejahtera petaninya dan Indonesia Maju. Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Abdullah, S. Pt
Manager Centre of Excellence Tani Berdaya Rumah Zakat