Konten dari Pengguna

Perempuan dalam Politik dan Upaya Penerimaannya di Indonesia

Abdullah abi manyu harahap
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga
16 Mei 2023 16:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdullah abi manyu harahap tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Perempuan adalah entitas penting dalam masyarakat terutama pada politik, segala bentuk kesetaraan gender dan suara perempuan akan sangat mudah terealisasi jika bentuk kuantitas representasi perempuan dalam politik semakin besar. Sehingga tulisan ini akan menjelaskan perkembangan perempuan dan upaya negara terhadap penerimaan perempuan dalam politik.
ADVERTISEMENT
Ketika dilahirkan, perempuan maupun laki-laki merupakan sebuah entitas yang mempunyai gender yang sama. Namun, ternyata gender tidak timbul begitu saja di sosial masyarakat melainkan dibentuk secara sadar oleh beberapa orang tua sekarang.
Ketika melahirkan sebuah anak laki-laki, orang tua membebaskan anaknya untuk melakukan segala hal yang bersifat kasar seperti menendang, memanjat pohon dan lain sebagainya. Ini berbeda ketika melahirkan anak perempuan, orang tua merekomendasikan secara sadar anaknya untuk melaksanakan kegiatan yang lembut seperti merias boneka, bermasak-masakan dan sebagainya.
Namun, ketika kedua hal tersebut berbalik, perempuan yang suka bermain bola dan laki-laki merias boneka, terkadang selalu terdapat narasi di masyarakat bahwa “kamu perempuan masa bermain bola” dan sebaliknya. Hal tersebutlah yang menghasilkan bentuk doktrinasi untuk mengidentifikasi seorang perempuan sejak dini sebagai seorang yang lembut, tumpul dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Sejak kapan identifikasi perempuan dan laki-laki ini menjadi karakter yang berbeda? Sejak zaman purba, identifikasi perempuan dan laki-laki dimulai dengan trial and error. Perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama untuk ke lapangan, namun ternyata hasil dari proses itu membuat identifikasi laki-laki sebagai seorang yang kuat.
Oleh karenanya mereka memiliki tugas untuk berburu meramu, membuat sebuah perkakas dan perempuan berfokus di bidang domestik seperti memasak dan menjaga anak. Bahkan hal itu pun terus berkembang ketika zaman kerajaan. Laki-laki menjadi aktor pertemuan antarkerajaan, laki-laki menjadi aktor yang mengatur kebijakan dan sebagainya. Sedangkan perempuan sebagai objek dan pelaksana.
Berdasarkan biologis pun perempuan adalah seseorang yang mengedepankan sebuah perasaan emosional, sehingga mempunyai beban moral lebih untuk bisa membuat kebijakan berdasarkan perasaan. Oleh karena itu perempuan tertinggal dalam beberapa bidang dan tidak menerima manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Sehingga diskursus patriarki yang membuat sedikitnya partisipasi perempuan dalam politik dapat terjawab bahwa laki-laki selalu dijadikan sebagai seorang agen untuk dapat melakukan tindakan yang kasar ataupun penuh tanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Namun sekarang, segala bentuk upaya negara terkhusus di Indonesia telah dilakukan untuk merepresentasikan dan memberikan kesamaan hak yang sama kepada perempuan. Dimulai pada zaman Orde lama yakni Gerwani yang terpaksa terafiliasi dalam PKI untuk kerangka Nasakom, kemudian pembuatan Komnas Perempuan di tahun 1998, hingga dasar hukum pasal 46 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan:
Ditambah lagi dengan penetapan UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD yang menetapkan kuota 30% keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif (lihat pasal 65 ayat 1).
ADVERTISEMENT
Segala produk pemberdayaan di atas tentang penerimaan perempuan dalam politik membuktikan bahwa perempuan merupakan entitas penting dalam politik Indonesia.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum, persentase keterwakilan perempuan dalam parlemen Indonesia meningkat secara signifikan.
Namun, masih banyak hal yang perlu ditingkatkan, terutama dalam hal pengambilan keputusan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan perempuan. Penting bagi Indonesia untuk terus mendorong partisipasi perempuan dalam politik dan memastikan bahwa suara mereka didengar dan diakomodasi dalam pembuatan kebijakan.