Konten dari Pengguna

Jumbo Sebagai Contoh Penggunaan Soft Power Melalui Industri Film Animasi

Abdullah Akbar Rafsanjani
Mahasiswa Hubungan Internasional dari Universitas Kristen Indonesia
6 April 2025 13:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdullah Akbar Rafsanjani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Pada 31 Maret 2025 dirilis sebuah film berjudul “Jumbo”, Film ini merupakan film animasi yang berasal dari Indonesia dengan Visinema Studio yang menjadi rumah produksi dan film ini digarap selama 5 tahun. Hal ini merupakan suatu kebanggaan di industri film Indonesia, karena selama ini perfilman Indonesia lebih di dominasi oleh film bertemakan horor. Film ini tak hanya menceritakan sebatas kehidupan seorang anak bernama Don dan teman-temannya layaknya petualangan anak-anak, namun terdapat unsur cerita mistisme dan kehidupan sosial khas Indonesia contohnya disaat bagaimana filmnya menceritakan betapa menyedihkannya penggusuran makam secara paksa hingga suasana lomba disuatu kampung.
ADVERTISEMENT
Dengan melihat hal diatas, Film Jumbo berpotensi menjadi alat Soft Power bagi Indonesia layaknya animasi Jepang atau anime dan Amerika Serikat dengan Disney. Joseph Nye(2004) menjelaskan Soft Power sebagai kekuatan suatu negara yang berasal dari daya tarik budaya, nilai-nilai, hingga suatu kebijakan yang menarik tanpa adanya suatu paksaan. Salah satunya melalui industri kreatif ini, Soft Power dapat terbangun melalui persepsi positif karena produk budayanya seperti musik dan film. Arjun Appadurai (1996) menjelaskan bagaimana penyebaran budaya melalui media seperti film adalah bagian dari global cultural flow, di mana identitas suatu negara bisa dia digunakan untuk pasar global layaknya Anime milik Jepang atau Amerika Serikat dengan Disney.
Animasi Jepang yang selalu atau cenderung menampilkan nilai-nilai seperti usaha dari nol, usaha keras untuk menghadapi tantangan besar, atau perjuangan bersama teman untuk mencapai suatu tujuan. Ini menunjukkan bahwa animasi Jepang dapat merepresentasikan bagaimana semangat masyarakat Jepang dalam hidup mereka yang dapat dicontoh (Moreby, 2024). Lalu ada Disney yang lebih cenderung menampilkan unsur-unsur individualisme dimana suatu tokoh itu mengejar sesuatu atau memenangkan sesuatu dengan akhir bahagia yang jelas, hal tersebut dapat merepresentasikan nilai-nilai budaya Amerika Serikat yang memang kental akan hal itu (Global Media Journal, n.d.). Baik Jepang atau Amerika Serikat, pada intinya industri film animasi seperti itu mampu membentuk persepsi global yang akhirnya mampu mendorong daya tarik budaya hingga pariwisata kedua negara tersebut. Indonesia melalui film seperti Jumbo akan mampu menyebarkan nilai-nilai kultur sosial khas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Film ini terdapat bagian yang menampilkan bagaimana cerita mistis atau cerita sosial yang biasa masyarakat Indonesia alami mampu dikemas menjadi suatu cerita yang fresh dan unik, hal ini bisa menjadi pembeda antara animasi dari luar negeri. Ditambah dengan elemen cerita seperti petualangan, kehilangan seseorang, dan perjuangan yang merupakan tema universal yang dapat diterima berbagai budaya. Penggabungan unsur lokal dengan daya tarik global dapat menjadi daya tarik yang baik agar industri animasi Indonesia dapat bersaing dengan industri animasi luar negeri.
Dengan melihat hal tersebut, film animasi Indonesia menunjukkan potensi sebagai alat Soft Power Indonesia. Namun, hal tersebut bukan tanpa tantangan karena industri film animasi Indonesia masih harus berjuang untuk bersaing dengan dominasi film animasi buatan luar negeri.
ADVERTISEMENT
Meski animator Indonesia banyak yang memiliki keterampilan baik tetapi dalam hal produksi skala besar masih harus terus diperbaiki kualitasnya (Unair, 2024). Terlebih akses distribusi ke pasar internasional yang masih memiliki kekurangan seperti pada hal promosi, tetapi kabar baiknya untuk film Jumbo dapat ditayangkan di 17 negara dan ini karena filmnya yang ceritanya universal sehingga memungkinkan untuk menembus pasar internasional (CNN Indonesia, 2025). Untuk dapat terus mengembangkan film animasi seperti itu perlu adanya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri, salah satunya dengan mendorong kebijakan agar pertumbuhan industri animasi lokal berjalan dengan baik mulai dari pengembangan infrastruktur animasi yang baik hingga peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan atau pelatihan sehingga tidak hanya memiliki keterampilan yang baik sebagai animator, namun juga siap untuk menangani produksi skala besar.
ADVERTISEMENT
Film seperti Jumbo dapat menjadi langkah awal dan momentum Indonesia agar industri film animasi lokal dapat berkembang hingga akhirnya mampu dikenal dalam industri film animasi dunia sebagai salah satu pemain yang baik. Sebagaimana yang didefinisikan oleh Joseph Nye, hal ini dapai dimanfaatkan sebagai media penyebaran nilai dan budaya suatu negara ke dunia internasional sekaligus menciptakan persepsi positif budaya Indonesia melalui diplomasi budaya berbasis industri kreatif. Layaknya yang dicontohkan oleh Jepang dengan anime dan Amerika Serikat dengan animasi Disneynya. Dengan penggabungan unsur lokal dan narasi universal, Jumbo mampu menunjukkan bahwa film animasi Indonesia mampu bersaing dengan animasi dari luar negeri serta menunjukkan contoh baik kalau film animasi bisa menjadi sarana yang efektif untuk memperkenalkan kultur Indonesia kepada dunia. Jumbo bisa menjadi momentum awal film animasi Indonesia untuk bangkit dan jika dikembangkan lagi industri ini dengan lebih serius, maka industri animasi film Indonesia mampu menjadi kekuatan Soft Power Indonesia menggunakan media film.
ADVERTISEMENT
Referensi
Nye, J. S. (2004). Soft Power: The Means to Success in World Politics. PublicAffairs.
Appadurai, A. (1996). Modernity at Large: Cultural Dimensions of Globalization. University of Minnesota Press.
CNN Indonesia. (2025, March 13). Film animasi Indonesia 'Jumbo' akan tayang di 17 negara termasuk Eropa. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20250313195301-220-1208607/film-animasi-indonesia-jumbo-akan-tayang-di-17-negara-termasuk-eropa
Moreby. (2024, March 1). Anime: A reflection of Japanese culture. Retrieved from https://moreby.us/resources/blog/anime-a-reflection-of-japanese-culture/
Global Media Journal. (n.d.). Animating hierarchy: Disney and the globalization of capitalism. Retrieved from https://www.globalmediajournal.com/open-access/animating-hierarchy-disney-and-the-globalization-of-capitalism.php
Unair. (2024, April 18). Problematika animasi pada industri perfilman di Indonesia. Retrieved from https://unair.ac.id/problematika-animasi-pada-industri-perfilman-di-indonesia/