Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Anarkisme dan Tiga Pilar Utama
5 Februari 2025 15:46 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Abdullah Azzam Al Mujahid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![logo anarkisme. (Freepik)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkajjjb45ghxns2wdw2xfphr.jpg)
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini ketertarikan terhadap konsep pemikiran anarkisme kembali merebak, setelah sekian lama tersungkur (tersungkur di mata umum) dan seringkali artinya diletakkan pada suasana penuh kekacauan. Mulai bermunculan diskusi yang mengkaji pemikiran anarkisme di banyak tempat. Selain itu, pelbagai esai, pamflet, zine dan buku tentang bermacam corak pemikiran anarkisme juga mulai ramai tersebar di bawah atap penerbit-penerbit anarkis.
ADVERTISEMENT
Melihat fenomena yang lumayan langka itu, saya jadi tertarik untuk menulis anarkisme secara lebih sederhana. Mungkin tulisan mengenai dasar anarkisme sudah cukup banyak, tetapi itu hanya ramai di kalangan anarkis saja. Oleh karena itu, perlulah penyemaian literatur sederhana lebih luas mengenai anarkisme agar ide dan gagasan itu tidak mudah diserang fitnah dan dijangkiti kesalahpahaman yang memabukkan.
Sekilas Mengenai Anarkisme
Kalau kita merujuk pada KBBI, anarkisme tampak sebagai paham yang menentang setiap kekuatan negara; teori politik yang tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang. Apakah betul seperti itu? Tentu betul. Akan tetapi, pemaknaan itu jelas cenderung menuntun pembaca ke satu arah, yakni di mana anarkisme hanya dipandang sebagai paham yang hanya menghasilkan ketidakteraturan ataupun kekacauan.
Secara etimologi, anarkisme berasal dari kata Yunani “an” dan “archos”. An memiliki arti tanpa dan Archos memiliki arti pemerintah atau aturan. Singkatnya, anarkisme itu paham yang menolak segala bentuk otoritas. Nah, apa itu otoritas? Otoritas dalam sudut pandang para anarkis itu bukan hanya semata-mata negara atau institusi yang bersifat hierarkis, otoritas dalam perspektif anarkisme merujuk pada akibat dari adanya pengaruh sifat hierarkis, yakni dominasi.
Jadi anarkisme secara sederhananya ialah paham yang menolak adanya dominasi. Bangunan yang menopang paham itu adalah kritik terhadap dominasi dan pemberdayaan sistem swakelola.
ADVERTISEMENT
Tiga Pilar Utama
Tiga pilar utama ini dimunculkan sebagai lensa yang memudahkan kita dalam melihat konsep anarkisme. Lalu apa saja tiga pilar utama itu?
Pertama, kritik terhadap dominasi. Artinya, anarkisme melawan bentuk dari sebab adanya dominasi, yakni hubungan-hubungan hierarki, di mana sedikit orang membuat keputusan untuk banyak orang, lalu agar orang yang banyak itu menurut, sedikit orang itu akan menciptakan kepatuhan melalui alatnya yaitu negara. Relasi dominasi dalam kacamata anarkisme dilihat sebagai dasar dari ketidakadilan sosial dan ketidaksetaraan; merantai kebebasan individu dan lalu mendorongnya ke keterasingan.
Kedua, sistem swakelola. Nah, sistem swakelola ini menjadi semacam antitesis dari sistem dominasi. Swakelola dapat diartikan sebagai pengelolaan sendiri. Karena sistemnya swakelola, maka sifatnya dari bawah ke atas. Singkatnya, sistem swakelola artinya kitalah yang mengatur kehidupan diri kita sendiri dengan cara berpartisipasi dalam musyawarah mufakat. Swakelola dicirikan oleh adanya kepemilikan bersama atas properti dan alat produksi. Kalau sistem dominasi alatnya adalah negara dan demokrasi perwakilan, maka swakelola alatnya adalah demokrasi langsung yang mirip-mirip pada masa polis Yunani kuno.
Hasil dari musyawarah mufakat dalam lingkup kecil itu lalu diserahkan kepada delegasi untuk menjangkau lingkup yang lebih luas. Kemudian delegasi harus bermusyawarah dengan delegasi lain di badan koordinasi yang lebih luas lagi. Dan perlu diingat, tugas delegasi ini hanyalah sebagai penyampai mandat yang merupakan hasil dari musyawarah mufakat rakyat (bukan wakil rakyat), delegasi tidak memiliki wewenang untuk memutuskan, jadi kalau ia menyalahi mandat ia dapat dan harus diberhentikan.
Ketiga, strategi fundamental. Meliputi seperangkat cara dan tujuan; sasaran, strategi, dan taktik. Strategi fundamental ini menjadi kunci untuk keluar dari sistem dominasi lalu membuka pintu menuju sistem swakelola. Kebanyakan pemikir anarkis percaya bahwa cara harus selalu konsisten dengan tujuan. Dengan kata lain, mereka tidak ingin menggunakan alat yang digunakan oleh sistem dominasi seperti negara dan demokrasi perwakilan untuk menjalankan strateginya.
Guna menjalankan strategi fundamental itu, sebagian pemikir anarkis (karena tidak semua anarkis sepakat dengan organisasi) akan membentuk organisasi dari bawah ke atas. Organisasi dalam hal ini digunakan sebagai alat bagi pemikir anarkis untuk memberdayakan pendidikan dan pengetahuan akan teori dan praktik anarkisme yang kelak membentuk budaya baru, tentu ini sebuah proses yang panjang bagi para pemikir anarkis.
ADVERTISEMENT
Yang Perlu Digaris Bawahi
Konsep tiga pilar yang menjadi lensa untuk memperjelas konsep anarkisme itu diambil dari Teori dan Sejarah Anarkis Dalam Perspektif Global, sebuah rangkuman dari buku karya Felipe Correa, seorang partisipan Institute for Anarchist Theory and History.
Dalam soal pilar ketiga, yakni strategi. Memang secara umum para anarkis memiliki strategi untuk mencapai cita-citanya. Namun, pembentukan organisasi tidaklah dapat dikatakan sebagai "ide sentral" bagi para pemikir anarkis. Karena ada pula pemikir anarkis yang dengan tegas menolak adanya organisasi meskipun organisasi itu bersifat dari bawah ke atas.
Saking beragamnya corak pemikiran anarkisme, menjadikan cita-cita anarkisme yaitu terbentuknya masyarakat anarki sulit untuk digapai. Setidaknya, pelbagai pertentangan antara beberapa corak pemikiran anarkisme terhadap strategi dan taktik menghasilkan kondisi dialektik yang memungkinkan paham anarkisme mudah berkembang lebih cepat, atau dengan kata lain makin hari makin canggih. Akan tetapi, perlu diingat juga, justru hal inilah yang menonjolkan kelemahan anarkisme di mata pemikir yang tidak sepakat dengan anarkisme.
Terkadang kesalahpahaman dan ketidaktahuan kerap mendistorsi makna anarkisme. Karena kita tidak pernah membaca secara tuntas, makna anarkisme makin tampak utopis dan hanya dipandang sekadar omong kosong belaka. Melalui celah-celah kelemahan itu, paham anarkisme justru cenderung lebih mudah diserang dan dipatahkan teori dan praktiknya.
Ringkasnya, anarkisme membutuhkan kesatuan teori dan praktik agar dapat mencapai tujuannya, tetapi di lain sisi ia tidak boleh menyeragamkan berbagai corak pemikirannya untuk menghindari adanya kecenderungan tumbuhnya fasisme dari dalam tubuh mereka yang kelak memungkinkan melahirkan dominasi manusia atas manusia.
ADVERTISEMENT