Konten dari Pengguna

Kepala Daerah Berdaya dalam Diplomasi Budaya

Abdurrahman Addakhil
Pengkaji Budaya, Filologi, dan Keislaman Asisten Peneliti di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
2 Desember 2024 11:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdurrahman Addakhil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Wajah kebudayaan bangsa ini ada di tangan kepala daerah. Mereka yang duduk sebagai pemangku kepentingan tertinggi tingkat pra-nasional harus memiliki komitmen tinggi untuk menjaga warisan leluhur. Tentu harus ada pengorbanan dalam perjuangan.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari lalu, saya melakukan perjalanan dinas untuk studi budaya di wilayah yang sangat terkenal di Banten, yakni Desa Baduy. Desa tersebut terletak di Pegunungan Kendeng Kabupaten Lebak, Banten yang menawarkan pemandangan alam yang indah sepanjang jalan sebelum memasuki area tersebut.
Sayangnya, meski berada di wilayah pegunungan, ternyata akses menuju ke sana tidak semulus testimoni wisatawan yang tiba di Desa Baduy. Hal ini lebih diperparah dengan adanya tambang pasir di sekitar permukiman.
Saya menyempatkan bercengkerama hangat dengan sopir transportasi umum yang mengantarkan saya sampai ke tujuan utama. Dia merupakan warga asli sekitar Baduy luar, yang setiap hari berprofesi sebagai sopir travel.
Menurutnya, masyarakat sekitar hampir tidak menerima manfaat dari kemunculan tambang pasir di sekitar mereka. “Di sini banyak tambang pasir, Pak. Warga sini hanya kebagian dua. Kalau musim kemarau dapat debunya, sedangkan pas musim hujan dapat beceknya,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
Keluhan sang sopir tidak berhenti pada dampak buruk tambang pasir bagi rumah warga. Poros jalan yang dilewati kendaraan untuk sampai ke Desa Baduy terbilang tidak layak, bahkan itu menjadi akses utama.
Citra Desa Baduy yang dikenal hingga internasional harus memiliki aib, sebab turis yang hendak berkunjung ke sana mungkin akan kecewa setelah mengetahui akses jalannya buruk. Tentu ini akan menjadi ancaman serius apabila dibiarkan. Setidaknya, walaupun tetap banyak wisatawan berdatangan, kemungkinan akan menimbulkan kecelakaan.
Situs Budaya Baduy
Desa Baduy tidak sebatas lokasi wisata yang indah, tetapi tempat itu merupakan situs budaya yang abadi sampai sekarang sejak peninggalan Kerajaan Pajajaran. Banyak keunikan yang dapat dipelajari dari sana. Mulai dari kegiatan spiritual hingga sosial.
ADVERTISEMENT
Suku Baduy yang tinggal di Desa Baduy terbagi menjadi dua, Baduy dalam dan Baduy luar. Masing-masing memiliki kondisi sosial dan antropologis yang berbeda. Ada yang sangat ketat menjaga tradisi leluhur, bahkan sampai menolak modernisasi di wilayah itu. Hal ini diterapkan oleh warga Baduy dalam.
Sementara itu, ada yang cukup terbuka menerima perkembangan zaman dengan tetap patuh pada batas pakem yang disepakati bersama. Karakteristik tersebut melekat pada masyarakat Baduy luar. Semua pihak harus saling menghormati tidak boleh intervensi.
Selain itu, tak jarang Desa Baduy dengan keragaman kebudayaan masyarakat di sana menjadi obyek penelitian, baik oleh ilmuwan dalam maupun luar negeri. Ada banyak nilai yang bisa diserap oleh dunia luas dengan belajar dari mereka.
ADVERTISEMENT
Teladan yang bisa kita ambil antara lain, warga Suku Baduy sangat menghormati alam bebas. Mereka mempunyai prinsip tidak akan menyakiti alam dengan cara tidak mengotorinya apalagi merusaknya. Di Baduy dalam, sabun, pasta gigi, sampo, dan apa pun yang berbahan kimia pencemar lingkungan hukumnya haram untuk dipakai. Bahkan, gelas minum yang dipakai merupakan batang bambu yang dipotong.
Uniknya, istilah yang digunakan oleh masyarakat sana untuk menjamu para wisatawan yang hadir adalah ‘saba Baduy’, yang mempunyai arti ‘bersilaturahmi ke Baduy’. Seolah-olah para tamu asing yang hendak melihat kondisi sosial Baduy secara langsung dianggap keluarga.
Mereka tidak pernah antipati apalagi sampai menolak kunjungan para tamu. Meski begitu, turis yang datang wajib untuk menjunjung tinggi aturan yang berlaku serta turut melestarikan budaya di sana.
Kios toko di depan rumah adat sebagai salah satu usaha ekonomi kreatif di Desa Baduy. Sumber gambar: Dokumen pribadi.
Rombongan peneliti dari Universitas Indonesia bersama kelompok budaya asal Timor Leste. Sumber gambar: Dokumen pribadi.
Kontribusi Kepala Daerah
ADVERTISEMENT
Kepala daerah bukan hanya pemangku birokrasi, tapi juga pelaksana aturan daerah yang telah ditetapkan. Pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat harus memiliki inisiatif dalam upaya kesejahteraan rakyatnya.
Sinergi kepala daerah dengan segenap forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) harus menjadi senjata pamungkas untuk mewujudkan harapan masing-masing daerah menjadi berdaya dan berbudaya.
Sebaiknya sosok kepala daerah menggunakan tangan besi mereka untuk pengawasan ketat keberlangsungan program kerja. Jangan sampai mereka hanya manis ketika janji kampanye, kemudian lupa dengan rakyat yang memilihnya.
Ini menjadi penyakit musiman. Ketika masuk musim pemilihan kepala daerah (Pilkada), para calon kepala daerah berubah kostum menjadi calo penyebar janji-janji manis. Termasuk janji memperbaiki infrastruktur sudah lumrah menjadi komoditas politik.
ADVERTISEMENT
Seandainya para kepala daerah menganggap isu pengembangan pariwisata dan kebudayaan sangat penting, tentu urusan seperti akses jalan yang rusak atau tempat wisata dan situs budaya yang kurang terawat, hingga pungutan liar akan menjadi prioritas mereka.
Mirisnya, banyak kepala daerah yang tidak peka akan hal ini padahal mereka tahu efek jangka panjang akan sangat berpengaruh pada reputasi skala nasional. Sebut saja kasus akses jalan menuju Desa Baduy, popularitasnya yang sudah memasuki level internasional akan terancam mengalami kemerosotan dari mata dunia.
Padahal dengan adanya lokasi bersejarah demikian akan mampu menjembatani diplomasi budaya Indonesia. Lebih jauh lagi, Indonesia akan menjadi macan Asia sesungguhnya dengan ketahanan budayanya.
Perlu diingat bahwa Bung Karno pernah menyampaikan pidato pada 17 Agustus 1964 dengan konsep Trisakti. Salah satu poin yang mengantarkan Indonesia menjadi negara berdaulat adalah memiliki kepribadian dalam kebudayaan. Kita harus mencatat ini dan pemimpin negeri ini wajib melaksanakannya.
ADVERTISEMENT