Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Penelitian Ilmu Pangan STE(A)M? Apa yang Akan Terjadi 5-10 Tahun ke Depan?
6 November 2023 11:00 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Abdurrohman Zuhdi (Food Tech Enthusiast) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu melihat berita mengenai mi yang berubah menjadi warna biru ketika ditetesi obat luka dan dihubungkan dengan racun? Atau pernahkah kamu melihat berita mengenai produk nata de coco yang dikatakan sebagai plastik? Jika iya dan kamu tidak langsung percaya akan hal itu, berarti kamu hebat karena bisa kritis terhadap informasi yang belum diketahui kebenarannya.
ADVERTISEMENT
Namun, tetap saja ada beberapa dari orang yang masih percaya akan informasi itu, bahkan setelah dikonfirmasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun mereka tetap berpegang teguh bahwa berita yang disebarkan itu adalah benar. Mengapa hal itu bisa terjadi? Mari kita bahas dalam tulisan singkat ini.
Arah pengembangan dan penelitian ilmu dan teknologi pangan sudah sejak lama berpegang teguh pada prinsip Science; Technology; Engineering; dan Mathematics (STEM). Prinsip ini sudah banyak menghasilkan beberapa hasil penelitian yang sangat bermanfaat dalam sejarah manusia.
Salah satunya adalah produk pangan mi instan dan nata de coco tadi. Produk mi instan berperan penting dalam krisis pangan yang dihadapi dunia pasca perang dunia ke 2 usai, sedangkan nata de coco merupakan produk pangan fungsional yang mengandung serat makanan yang tinggi dan bermanfaat bagi pertumbuhan bakteri baik dalam usus manusia. Berikut adalah sejarah singkat mengenai bagaimana ditemukannya produk mi instan.
ADVERTISEMENT
Sejak perang dunia ke 2 usai dan banyak dari warga dunia yang mengalami krisis pangan. Seorang pria berkebangsaan Jepang bernama Momofuku Ando mulai mencari alternatif pangan yang murah; tahan lama; mudah dibuat; dan dapat diterima di masyarakat. Saat itu negara Jepang mendapatkan bantuan berupa tepung dari negara barat untuk mengatasi krisis pangan yang terjadi.
Awalnya, mereka diajari cara membuat roti, namun karena warga lokal di sana tidak terbiasa mengonsumsi roti maka mereka menggunakan tepung tersebut untuk membuat mi yang memang sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Permasalahan muncul ketika mi yang dibuat ternyata tidak tahan lama, sehingga tidak dapat dijangkau oleh warga yang tinggal di pelosok.
Solusi muncul ketika Momofuku Ando mulai menggoreng mi basah yang dibuat, sehingga bentuknya menjadi kering dan dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama. Inilah sejarah awal terbentuknya produk mi instan yang sampai saat ini teknologi pembuatannya sudah banyak digunakan oleh industri besar termasuk salah satunya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lalu apa yang menyebabkan mi instan tadi dapat berubah menjadi warna ungu ketika ditetesi obat luka? Dilansir dari Jurnal molecules, Faculty of Chemistry and Chemical Engineering, Babes-Bolyai University Romania, menyebutkan bahwa warna biru dihasilkan dari pembentukan senyawa kompleks poly-iodide dari senyawa amilosa pada pati dalam mi kering dengan senyawa iodin yang terkandung dalam obat luka.
Reaksi ini tidak hanya terjadi pada mi instan melainkan pada beberapa bahan pangan yang banyak mengandung amilosa, seperti nasi; tapioka; maizena dll. Reaksi ini juga sering digunakan untuk menentukan kandungan amilosa dalam beberapa bahan pangan tersebut. Sederhananya seperti ini:
1.Bahan pangan seperti mi kering dan nasi memiliki komposisi yang sebagian besar terbuat/terdiri dari pati atau starch.
2. Komposisi utama pati terdiri dari amilosa (5-35%) dan amilopektin (65-95%).
3. Sedangkan obat luka memiliki komposisi senyawa aktif yaitu iodin (I2).
4. Senyawa amilosa ini walaupun jumlahnya tidak lebih banyak dari amilopektin namun dapat berikatan kompleks heliks dengan iodin yang terkandung dalam obat luka membentuk suatu senyawa kompleks yang menghasilkan warna biru.
Lantas ketika ada yang menyebutkan bahwa mi instan tersebut mengandung racun, mengapa bahan pangan lain yang dilakukan perlakuan serupa seperti nasi tidak disebut racun? Pada titik ini diperlukannya sifat kritis bagi masyarakat agar tidak langsung percaya dengan semua informasi yang ditampilkan.
ADVERTISEMENT
Tugas utama seorang ahli pangan adalah untuk membangun sifat kritis tersebut terhadap pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat sehari-hari, dengan sumber ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan dan kaidah-kaidah atau mekanisme sederhana yang lebih mudah dimengerti oleh masyarakat.
Maka muncul prinsip tambahan untuk melengkapi keempat prinsip STEM tadi, yaitu Art (A) yang memiliki makna seni dalam membangun komunikasi dengan masyarakat (The art of building communication within the society), juga seni untuk mengubah suatu yang bukan apa-apa menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat untuk semuanya (the art of turning nothing into something, and from something into everything).
Sehingga prinsip tadi berubah menjadi STE(A)M, bukan hanya pengetahuan mengenai Science; Technology; Engineering; dan Mathematics yang berkembang melainkan juga seni dan kreativitas dalam memanfaatkan hasil penelitian tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh seni dalam untuk mengubah suatu yang bukan apa-apa menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat untuk semuanya pada STE(A)M adalah produk nata de coco. Penemuan ini diawali akibat air kelapa yang secara tidak sengaja terfermentasi secara alami oleh jenis bakteri Acetobacter xylinum membentuk suatu lapisan seperti jeli yang banyak mengandung air.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa lapisan jeli ini ternyata mengandung serat selulosa dengan karakteristik yang unik, berbeda dengan selulosa yang banyak terkandung dalam batang tanaman. Karakteristik tersebut yaitu memiliki kemurnian yang tinggi, porositas, dan mempunyai daya serap air yang cukup besar juga cukup mudah terurai.
Serat ini tidak akan diserap oleh tubuh melainkan akan dimanfaatkan oleh bakteri baik yang berada di usus besar, sehingga dapat menekan pertumbuhan bakteri jahat pada usus manusia.
ADVERTISEMENT
Penelitian lebih lanjut mengenai nata de coco ini ternyata sudah sampai pada lingkup industri pengolahan limbah lingkungan bahkan memasuki lingkup biomedis. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Khairuddin et al. (2023) yang mengembangkan modifikasi selulosa nata de coco untuk menyerap logam berat cadmium (Cd).
Juga penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (2023) potensi penyembuhan luka menggunakan selulosa-xyloglucan-dekstran yang dihasilkan dari hasil fermentasi bakteri penghasil selulosa. Suatu bahan pangan yang pada awalnya hanya dikonsumsi sebagai makanan penutup, ternyata setelah dilakukan penelitian lebih lanjut dapat bermanfaat bagi semua orang di berbagai sektor.
Bukan lagi hanya di lingkup pangan melainkan sudah mencakup sektor lingkungan dan kesehatan. Inilah pentingnya seni dalam untuk mengubah suatu yang bukan apa-apa menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat untuk semuanya, dan saat ini sudah mulai banyak peneliti yang mengadopsi prinsip tambahan ini.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai pati dan plastik, saat ini saya sedang dalam penelitian untuk mengembangkan suatu kemasan edible pada produk bumbu mi instan cup. Kemasan edible ini digunakan untuk menggantikan kemasan plastik konvensional pada bumbu mi instan cup menjadi kemasan yang lebih ramah lingkungan dan lebih praktis dalam penggunaannya.
Kombinasi antara reaksi polimerisasi pada pati dengan senyawa aktif kitosan sebagai anti mikroba dapat memperpanjang umur simpan kemasan edible ini, selain itu dapat dengan mudah larut ketika diseduh dengan air panas. Kepraktisan dalam menggunakan kemasan ini tentu akan menambah nilai jual dan minat konsumsi yang tinggi pada konsumen.
Sehingga jika hasil eskalasi pada lingkup industri berhasil, maka sebagian dari hasil keuntungan bisa digunakan kembali pada penelitian selanjutnya dan sebagian lain dapat dialokasikan pada orang-orang yang membutuhkan bantuan pangan.
ADVERTISEMENT
Penelitian ini selain untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama pada daerah-daerah yang sulit dijangkau, juga sebagai momentum untuk mulai mengganti kemasan plastik yang lebih ramah lingkungan.
Sekian pembahasan dari saya, sampai berjumpa 5-10 tahun yang akan datang.