Konten dari Pengguna

Wajah Indonesia yang Paradoks

Abdus Salam As ad
Direktur Kedai Jambu Institute dan Dewan Etik PijarNews.ID
26 Mei 2020 8:04 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdus Salam As ad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi corona. Foto:  Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam tiga bulan terakhir, publik dipertontonkan perilaku yang menggelikan, lucu, aneh dan menggemaskan. Sederet peristiwa yang membuat otak ini mengkerut, simpang siurnya kebijakan mengenai PSBB. Pernyataan antar menteri dalam merespons persoalan pandemik COVID-19 yang beraneka ragam. Hal itu menjadi tontonan yang menggelikan bagi masyarakat virtual maupun faktual. Barangkali saat ini dalam konteks tertentu masyarakat kita tak lagi menempatkan pemimpin dan elite negeri ini sebagai patron dalam menyikapi berbagai permasalahan, termasuk dalam wabah COVID-19. Alih-alih masyarakat akan meneladani pemimpinnya, justru pernyataan nyinyir dan tidak ambil pusing dengan anjuran yang diperintahkan.
ADVERTISEMENT
Kita bisa menyaksikan berbagai istilah yang membuat ruang-ruang virtual sesak dengan nada sarkasme, mulai dari istilah mudik dan pulang kampung, jangan takut kepada COVID-19, tetapi takutlah kepada Allah Tuhan sang pencipta yang menciptakan virus, Mal buka kenapa Masjid ditutup. COVID-19 adalah konspirasi komunis cina dan yahudi. Perbincangan tanpa kepastian dan kejernihan analisis ini merangsek dalam bilik-bilik virtual yang tak terbendung sedikitpun. Melaju deras seperti air bah mencari celahnya
Adakah yang terhasut? Banyak. Adakah masyarakat yang yang serius menanggapi pernyataan tersebut? Tentu tidak sedikit, tetapi ada juga yang menanggapi biasa-biasa bahkan menggunakan sabda pamungkasnya Gus Dur, gitu aja kok repot.
Tentu peristiwa lucu, aneh kadang menjengkelkan yang dipertontonkan oleh masyarakat Indonesia dari elite negeri sampai masyarakat akar rumput. Fatwa MUI, PBNU dan PP Muhammadiyah untuk salat di rumah dibantah. Dan masyarakat memaksakan diri untuk tetap berjemaah di Masjid, alasannya Masjid rumah Allah tidak mungkin COVID-19 itu berani sama penciptanya, fatwa itu bukan agama, sehingga tidak perlu diikuti. Pernyataan itu benar, tapi menyesatkan. Dan pada gilirannya ada tiga orang jemaah dari 170 orang jemaah di Masjid Jamik Kebun Jeruk Jakarta Barat positif COVID-19. Sementara sisanya harus dikarantina (baca kompas: 27/3/2020).
ADVERTISEMENT
Patronase elite terpental bersamaan dengan menggelindingnya waktu. Perilaku kontras antara kebijakan yang diambil dengan perilaku yang dipertontonkan ke publik menjadi titik balik masyarakat untuk melawan kebijakan itu. Melawan COVID-19 dengan social distancing sementara tidak jarang para elit yang justru membuat gaduh lantaran lelang konser amal yang diprakarsai oleh BPIP (21/5/20) mudik atau pulang kampung dilarang tetapi bandara sesak dengan penumpang, bahkan 5.000 TKA berasal dari Cina yang akan dipekerjakan di nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara, dengan alasan tenaga kerja lokal dinilai tidak memiliki kemampuan. Sungguh sangat memprihatikan di tengah wabah pandemik ini pemerintah menciderai dan menodai kebijakan yang dibikin sendiri. Meminjam Bahasa wakil Ketua Umum Kadin, Suryani Sidik Motik, miris dan sedih disaat PSBB diberlakukan, masyarakat dilarang pergi mudik atau pulang kampung atau bepergian jika tidak mendesak, justru pemerintah mengundang TKA untuk bekerja (1/5/20).
ADVERTISEMENT
Kita masih bersyukur memiliki Wali Kota seperti Zulkarnain Kadir yang dengan tegas melarang ada TKA memasuki Kendari selama wabah COVID-19. "Silakan kalau mereka mau masuk lewat wilayah lain," katanya dalam diskusi Polemik di Radio MNC Trijaya, Sabtu, 2 Mei 2020.
Kompleksnya permasalahan dan implementasi kebijakan untuk melawan COVID-19 memang tidak mudah,tak semudah membalikkan telapak tangan. Konflik kepentingan para elite negeri ini antara kepentingan rakyat banyak atau kepentingan dirinya dan kelompoknya sungguh menjadi pertikaian batin. Lebih-lebih ada sebagian menteri yang justru memiliki perusahaan tambang, penerbangan, dan banyak perusahaan yang justru melahirkan conflict of interest itu. jika PSBB ini diberlakukan dengan waktu yang tanpa ujung, maka dipastikan kebangkrutan bagi menteri yang memiliki aneka ragam bisnis tidak bisa dihindari. Dan pada akhirnya negara harus tunduk kepada kaum pengusaha agar kebijakan PSBB diberlakukan tetapi realitasnya banyak dilanggar. Realitas itulah yang membuat pemerintah dalam hal ini Presiden tak memiliki ketegasan bersikap dan bertindak kepada perusahaan yang tidak patuh dan taat kepada kebijakan yang diberlakukan
ADVERTISEMENT
Aneka ragam peristiwa yang disuguhkan di ruang publik oleh perilaku elite dan masyarakat akar rumput semakin menegaskan wajah Indonesia yang bopeng, paradoks. Seperti mengurai benang yang kusut dan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Perilaku elite dan masyarakat akar rumput menjadi bukti bahwa masyarakat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Begitu juga sebaliknya, elite negeri ini selalu mencurigai kepada perilaku masyarakatnya. Dilarang mudik dan pulang kampung, tetapi di sisi lain banyak masyarakat yang abai dan tidak mengindahkan larangan itu. Lantas bagaimana jika masyarakat sudah tidak percaya kepada pemimpin elite negeri ini karena kebijakannya berubah-ubah, begitu juga dengan masyarakat yang susah diatur, (ngeyel: jawa) agar tunduk dan patuh kepada pemerintah untuk mematuhi protap COVID-19. Maka bisa dipastikan kekacauan sosial tidak bisa dihindari. Masyarakat tanpa pemimpin dan pemimpin krisis legitimasi oleh masyarakat
ADVERTISEMENT
Jika negara sudah diabaikan, aparatus negara dilawan oleh masyarakat. Tentu satu-satunya solusi adalah tampilnya organisasi sipil keagamaan yang mampu mengendalikan para jemaahnya. Kita sadari dan memahami bahwa elite keagamaan lebih bertaji fatwa dan anjurannya ketimbang organisasi politik di republik ini. Meskipun detik-detik ini banyak juga para jemaah yang tidak patuh terhadap kebijakan organisasi keagamaan yang sudah puluhan tahun menjadi tempat bernaung dan berkhidmat untuk mengabdi. Lantas termasuk mahluk apakah yang memiliki tabiat membangkang itu? wallahu a’lam bishowab.
Penulis adalah Penikmat Buku. Koordintaor Kota di Program Kotaku Surabaya.Wakil Direktur Kajian Kebon Jambo Institute Jombang