Prinsip Non-Intervensi ASEAN, Masihkah Relevan?

Abharina Nasution
Mahasiswa Hubungan Internasional di UKI
Konten dari Pengguna
16 Januari 2022 10:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abharina Nasution tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan pers di Sekretariat ASEAN, Sabtu (24/4). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden/via Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan pers di Sekretariat ASEAN, Sabtu (24/4). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden/via Reuters
ADVERTISEMENT
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan organisasi internasional yang beranggotakan negara-negara di Asia Tenggara yang diinisiasi oleh lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Hingga kini, ASEAN memiliki sepuluh negara anggota dengan lima lainnya adalah Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Pada awal pembentukannya, ASEAN ditujukan sebagai organisasi internasional tingkat regional yang diharapkan dapat menjadi penyatu bagi seluruh negara yang ada di kawasan Asia Tenggara. Tujuan ini dituangkan dalam deklarasi Bangkok yang menyatakan bahwa ASEAN akan menjadi tempat negara-negara di Asia Tenggara menjalin persahabatan dan kerja sama.
ADVERTISEMENT
Sebagai organisasi regional, ASEAN memiliki beberapa nilai yang terwujud dalam prinsip penting bagi ASEAN. Prinsip non-intervensi merupakan salah satu prinsip paling penting yang dijunjung oleh ASEAN. Prinsip non-intervensi merupakan prinsip yang memberi batasan bagi ASEAN dan negara-negara anggotanya untuk tidak boleh melakukan campur tangan terhadap isu yang dihadapi oleh salah satu negara anggotanya. Seperti tujuan pembentukannya, prinsip non-intervensi yang dimiliki ASEAN pun awalnya memberikan harapan bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara mengenai stabilitas.
Namun, dalam pelaksanaannya saat ini, prinsip non-intervensi ASEAN terlihat sangat kaku, bahkan untuk isu-isu yang penting seperti isu kemanusiaan di Myanmar. Ketidakmampuan ASEAN bersikap dalam isu-isu yang melanggar HAM akibat pelaksanaan prinsip non-intervensi tersebut mendapat berbagai kritikan dari berbagai pihak internasional karena isu-isu pelanggaran HAM dan kemanusiaan yang terjadi di kawasan Asia Tenggara tanpa ada penyelesaian nyata akan mengakibatkan ketidakstabilan di kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan sejarahnya, kawasan Asia Tenggara sudah mengalami isu yang berdampak pada ketidakstabilan kawasan tersebut. Seperti hubungan yang tidak harmonis antara Malaysia dan Filipina terkait perbatasan Sabah; kemudian hubungan Indonesia dan Malaysia terkait politik ideologi dan perdebatan kawasan di Kalimantan; Malaysia dan Singapura terkait tindakan Singapura yang memutuskan untuk keluar dari Federasi Malaysia; hubungan Malaysia dan Thailand terkait isu perbatasan wilayah dan suku muslim Pattani; hingga isu kemanusiaan dan pelanggaran HAM terhadap kaum minoritas muslim Rohingya di Myanmar
Berdasarkan banyaknya peristiwa pelanggaran HAM dan tindakan genosida yang terjadi di kawasan Asia Tenggara, penulis mempertanyakan apakah prinsip non-intervensi yang dianut oleh ASEAN masih relevan saat ini? Menurut penulis, prinsip non-intervensi yang dianut ASEAN sudah harus dikaji ulang kembali karena prinsip ini sangat membatasi ASEAN dalam bertindak dalam penyelesaian konflik negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Padahal, konflik yang terjadi di suatu negara di kawasan Asia Tenggara tentu memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap stabilitas kawasan.
ADVERTISEMENT
Kakunya prinsip non-intervensi ASEAN ini dapat dilihat dari sikap ASEAN yang tidak mampu berupaya secara maksimal dalam penyelesaian konflik Rohingya di Myanmar. Meskipun ASEAN sudah bertindak dalam penyelesaian konflik Rohingya di Myanmar seperti berhasil mencapai konsensus untuk akhiri krisis di Myanmar, namun, peran ASEAN sebagai organisasi kawasan dinilai tidak mampu dalam memberikan sanksi serius bagi Myanmar sebagai ultimatum untuk menyelesaikan konflik kemanusiaan yang ada. Padahal, ASEAN menjadi organisasi yang paling diharapkan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Independen (IPHRC) dan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dalam menangani isu kemanusiaan dan pelanggaran HAM di Myanmar terhadap kaum muslim minoritas Rohingya.