Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pak Saragih, Sang Pahlawan dari Tanah 'Habonaron Do Bona', I Proud of You
10 November 2017 21:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Abhotneo Naibaho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Abhotneo Naibaho
Berbicara mengenai Pahlawan Nasional, adalah petikan yang kerap kita dengar bahkan gaungnya begitu menusantara dari seorang Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia Ir. Soekarno yang berbunyi, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” disingkat JAS MERAH.
ADVERTISEMENT
Secara Nasional, para Pahlawan Nasional Republik Indonesia pastilah telah kita ketahui dan dengar siapa dan bagaimana sosok perjuangannya pada zaman penjajahan. Hal itu kita peroleh melalui mata pelajaran PPKN maupun Sejarah saat duduk di bangku sekolah.
Sesungguhnya para Pahlawan di nusantara, masih banyak yang belum terekspos siapa dan seperti apa sosok perjuangannya ketika melawan penjajah, khusunya di daerah-daerah kecil. Sebut saja satu di antara daerah kecil tersebut adalah Kabupaten Simalungun.
Agar tidak lupa akan sejarah, saya mencoba membuka-buka lembaran memori setahun yang lalu, di mana saat itu secara tidak kebetulan kami bertemu di sebuah warung kopi di belahan barat Kota Pematangsiantar. Ia pak Saragih (salah satu Marga orang Batak). Ketika saya bertanya siapa nama depannya, ia tersenyum lebar seraya berkata, “Pak Saragih saja, sudah cukup itu.”
ADVERTISEMENT
Sore itu di warung kopi Pak Saragih bertutur sambil menikmati segelas teh hangat, sementara aku menikmati segelas kopi panas. Tak lebih dari lima belas menit sejak kami berkenalan satu sama lain dengan posisi duduk yang berhadap-hadapan, ternyata Pak Saragih adalah seorang pejuang (veteran) pada zamannya di wilayah Siantar-Simalungun.
Setahun kami telah bertemu. Aku belum pernah berjumpa dengan sosoknya lagi.
Hari ini, 10 November 2017, seingatku saat kami bercakap-cakap satu sama lain, bahwa tiga tahun lagi usianya akan genap 100 tahun. Belum lekang di ingatanku sosok Pak Saragih dengan senyumnya yang lebar dan berbicara masih tegas dan bernada kuat. Demikian juga pemandangan matanya masih jelas. Hanya saja, soal pendengaran, Pak Saragih sedikit mengalami gangguan, itu pun hanya sedikit.
ADVERTISEMENT
"Di saat kami berjuang, kami pernah berjalan kaki pulang dari Bukit Tinggi - Sumatera Barat menuju Simalungun. Sehabis berperang dan kami beristirahat selama kurang lebih dua jam, kami harus kembali melanjutkan perjalanan pulang ke tanah Simalungun dikarenakan ada tugas lain yang harus kami emban saat itu," katanya bersemangat.
Selama lebih kurang setengah jam kami berinteraksi, pak Saragih juga mengaku bahwa ternyata sosok dirinya adalah sosok yang religius, meyakini penuh bahwa kalau ia bisa diberi umur panjang sampai dengan hari ini, itu semua karena Tuhan Yang Maha Kuasa masih memberinya kesempatan untuk bisa bernafas.
Pak Saragih memang sangat luar biasa. Menceriterakan kembali akan apa yang menjadi pengalamannya menjadi seorang pejuang (veteran) kala itu kepada saya generasi zaman now, adalah sebuah kehormatan bagi saya untuk bisa berkenalan meski sangat singkat di suatu sore di warung kopi.
ADVERTISEMENT
Paling tidak, saya sebagai generasi zaman now bisa memetik hikmah dari semangatnya berjuang serta memacu semangat patriotisme dalam diri bahwa setiap zaman memang punya tantangan dan sejarahnya sendiri. Tinggal bagaimana kita bisa tetap bersemangat menapaki jejak-jejak kehidupan pasca kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 72 tahun kita peringati.
Pak Saragih aku tak tahu bagaimana kondisimu terkini, kuharap engkau masih diberi umur panjang lagi oleh Sang Pemilik hidup untuk menceriterakan kembali pengalaman perjuanganmu kepada generasi zaman now agar semakin banyak yang memaknai bahwa perjuangan itu memiliki nilai sejarah yang amat luar biasa.
Pak Saragih…., bagiku engkau adalah seorang Pahlawan. Dan hingga kapan pun, engkau tetap Pahlawan bagi Kota Pematangsiantar dan teristimewa Kabupaten Simalungun ini.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, terima kasihku akan pengabdianmu. Aku bangga pada mu, Pahlawan Simalungun dari tanah Simalungun Habonaron Do Bona.
Jumat, 10 November 2017 setibanya di Kota Pematangsiantar dari Kota Medan.
Penulis adalah sorang aktivis sosial dan berprofesi sebagai Wartawan.