Konten dari Pengguna

Empathy School: Terobosan Sistem Pendidikan di Tengah Alam Pulau Bali

Abi Ardianda
Penulis lepas. Tinggal di Jakarta dan Bandung. Buku kumpulan cerita pendeknya berjudul Sirkus, diterbitkan oleh Bookslife pada 2018.
1 Maret 2024 7:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abi Ardianda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: https://sekolah.link/website-sekolah/sekolah-menengah-pertama/empathy-school-international-ubud/
zoom-in-whitePerbesar
Foto: https://sekolah.link/website-sekolah/sekolah-menengah-pertama/empathy-school-international-ubud/
ADVERTISEMENT
Di antara pepohonan dan belantara hutan daerah Gianyar, Bali, seorang lulusan Harvard University bernama Eric Gonzalez berupaya membangun sistem pendidikan yang visioner, meninggalkan banyak aspek dari sistem pendidikan konvensional yang terbukti tidak efektif. Sesampainya di Bali lima tahun lalu, Eric melihat pulau Bali bukan hanya menawarkan keindahan, tetapi sekaligus harapan. Hari ini, sekolah yang menawarkan revolusi yang dibangun oleh Eric telah menampung 115 murid dari 40 negara, 30 pengajar dari berbagai negara, serta 70 karyawan.
ADVERTISEMENT
Eric, bersama partnernya Echo, menyediakan sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan SMP kelas 2. Menyediakan ruang kelas beratapkan langit dengan tanah dan lumpur sebagai lantai, para murid berkesempatan untuk berbaur dengan alam. Bermain dalam kubangan lumpur, paparan sinar matahari yang memberi mereka vitamin D sepanjang hari, serta kawasan alam yang berkontribusi untuk memperbaiki sistem imun para murid ini menjadi ruang kelas mereka setiap hari. Nyaris seluruh elemen yang diterapkan oleh Eric dan Echo bersifat organik, termasuk makan siang yang mereka sediakan juga merupakan santapan yang bersifat plant based, tidak menggunakan bahan makanan dari binatang, serta gluten free. Seperti nasi merah, tahu dan tempe, acar, sampai sambal. Mereka memiliki menu harian untuk makan siang yang bervariasi, dengan memerhatikan kandungan gizi serta vitamin dari setiap jenis makanan. Selain makan siang, para murid akan mendapat kudapan sebanyak tiga kali, serta buah-buahan yang dapat mereka nikmati sepanjang hari.
ADVERTISEMENT
Salah satu kurikulum yang diterapkan oleh Empathy School diadopsi dari Cambridge University, di mana para pendidik tidak hanya berupaya untuk mengembangkan kemampuan para siwa, tetapi juga memastikan bahwa mereka dapat menarik pemahaman masing-masing, sehingga mereka dapat menganalisis sekaligus mengevaluasi pengetahuan yang diberikan. Selain itu, para siswa juga tidak diberikan nilai untuk setiap tugas yang mereka kerjakan. Nilai tersebut langsung diberikan pada orang tua siswa sebagai bahan evaluasi, sehingga para pengajar dan orang tua murid dapat menentukan cara terbaik untuk mengajari para siswa.
"Di Empathy School, para murid tidak diberi nilai atas tugas yang diberikan, saya rasa mereka tidak perlu mengetahuinya. Nilai diberikan, sekaligus didiskusikan lebih jauh dengan para orang tua murid. Dengan begitu, kita bisa sama-sama mencari tahu cara terbaik untuk mengajari mereka. Sebab setiap murid memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap pendekatan pendidikan. Menjadi tugas dan tanggung jawab kita untuk memahaminya." Papar Eric, sebagai kepala sekolah.
ADVERTISEMENT
Meninjau kembali sistem pendidikan konvensional yang seringkali mengurutkan murid dari nilai tertinggi hingga terendah, Eric melihat banyak masalah bermuara dari pengurutan tersebut. Bagi siswa yang tertinggal, mereka akan semakin terpuruk di masa depan diakibatkan oleh tuntutan pekerjaan yang kriterianya gagal mereka penuhi semasa mereka mengenyam pendidikan. Sementara bagi siswa dengan nilai yang tinggi, mereka juga bisa kesulitan bertahan di dunia kerja sebab sebagian dari mereka tidak tahu cara terbaik untuk bersosialisasi, atau melakukan praktik kerja yang optimal, yang mereka kuasai hanya teori. Karena itu, di Empathy School, Eric berusaha mengenal dan memahami masing-masing murid serta kebutuhannya.
"Dengan memahami kecenderungan serta kebutuhan setiap murid, maka para pengajar serta orang para orang tua dapat memberikan cara belajar mengajar terbaik sekaligus yang paling tepat dengan murid terkait." Bubuh Eric.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh kasus yang dibahas Eric adalah mengenai Stuart, salah satu siswa di Empathy School yang berusia tujuh tahun. Stuart memiliki ketertarikan terhadap reptil, lebih spesifiknya cicak. Stuart membayangkan reptil hampir sepanjang waktu, termasuk saat ia sedang mempelajari mata pelajaran lain. "Alih-alih memberinya hukuman karena tidak berkonsentrasi, kami berupaya memahami pola pikirnya dan menyediakan ruang bagi ketertarikannya tersebut. Setiap siswa itu unik. mereka memiliki keunggulan yang berbeda-beda." Lanjut Eric lagi.
Melalui Empathy School juga, Eric menciptakan ekosistem yang lebih besar dengan melibatkan warga setempat untuk bekerja sebagai karywan di sekolah tersebut. Selain itu, mereka juga memperkenalkan identitas pulau Bali sebagai bagian dari negara Indonesia, sekaligus adat serta budayanya yang sangat beragam. Eric membuat lelucon ketika membahas mengenai keputusannya untuk mengajari para siswa di sekolahnya mengenai budaya serta keragaman yang ada di Indonesia. "Bagi seseorang yang tidak mengenal kami, mungkin kami akan tampak sebagai penganut agama hindu yang fanatis. Tetapi, bagi saya, penting untuk para siswa di sekolah kami mengenal serta memahami betul tempat di mana kaki mereka berpijak. Banyak sekali nilai kebudayaan yang kami hormati dan kami adopsi, salah satunya adalah kebiasaan untuk saling memberikan penghargaan." Tutur Eric.
ADVERTISEMENT
Di Empathy School, semua siswa, staff, guru, serta karyawan terbiasa untuk memberikan penghargaan terhadap satu sama lain. Atas setiap bantuan yang saling diberikan, hingga afirmasi yang baik, selalu disambut oleh apresiasi. Eric dan Echo percaya bahwa apresiasi yang diberikan akan membuat seseorang merasa dilihat, keberadaannya bukan hanya tervalidasi, tetapi akan meyakinkannya bahwa ia berguna bagi sesama. Gestur sederhana tersebut telah mengantarkan mereka pada interaksi yang baik dan memberikan manfaat.
Selain itu, di Empathy School juga Eric menerapkan pembelajaran mengenai emosi serta pentingnya peran tersebut dalam interaksi sosial. Semakin baik kemampuan seseorang memahami serta mengartikulasikan emosinya, hal tersebut otomatis akan meningkatkan kualitas hubungan sosialnya juga, termasuk di sekolah. "Pengaruh dari pembelajaran emosi sosial terhadap kualitas pendidikan begitu tinggi, sudah begitu banyak riset yang membuktikannya. Karena itu, di Empathy, pembelajaran emosi sosial termasuk salah satu nilai yang kami utamakan."
ADVERTISEMENT
Sementara itu, partner Eric, Echo, menghindari tendensi bagi para pengelola Empathy School untuk menilai diri mereka sebagai para penggagas dan pengelola yang sempurna. Ia justru menekankan pentingnya perkembangan. "Apa yang kami lakukan di sini adalah work in progress. Masih banyak hal yang kami sedang upayakan, penemuan- penemuan baru yang coba kami dapatkan, serta permasalahan-permasalahan lain yang kami coba selesaikan. Tetapi, menurut saya, keberanian untuk mencoba, serta kesabaran untuk menempuh segala upaya, menjadi nilai-nilai yang penting untuk diterapkan dalam hidup." Papar Echo.
Terkait hal tersebut, Eric juga menambahkan pentingnya kegagalan dalam proses pembelajaran. Eric ingin para siswanya dapat melihat kegagalan sebagai proses bagi mereka untuk memahami sesuatu. "Di Empathy School, kami melihat kegagalan memiliki peranan yang sangat penting bagi para siswa untuk memahami segala sesuatu. Tidak pernah ada hukuman bagi siswa yang gagal, kami justru memberi mereka dukungan untuk terus melakukan eksplorasi. Bagi kami, kegagalan membuat kita berani mencoba hal baru." Pungkas Eric.
ADVERTISEMENT
Bagi yang tertarik untuk berkunjung ke Empathy School, sekadar melihat-lihat, atau ingin mendaYarkan putra-putri Anda di Empathy School, websitenya dapat diakses melalui https://www.empathy.school, atau instagram mereka di @empathy.school, atau kunjungi langsung lokasi mereka di Jl. Empathy, Pejeng Kangin No.8 Pejeng Kangin, Kabupaten, Kec. Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali 80552.