Asia-Afrika: Jalan Penuh Sejarah Pemikat Wisatawan

abid raihan
Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad
Konten dari Pengguna
22 Mei 2022 6:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari abid raihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Museum Konperensi Asia Afrika yang Terletak di Jalan Asia-Afrika. Diambil oleh Abid Raihan.
zoom-in-whitePerbesar
Museum Konperensi Asia Afrika yang Terletak di Jalan Asia-Afrika. Diambil oleh Abid Raihan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jalan Asia-Afrika yang terletak di tengah Kota Bandung merupakan jalan yang memiliki banyak sejarah. Jalan ini kini menjadi salah satu pilihan destinasi wisata oleh para wisatawan yang datang dari luar Kota Bandung. Banyak faktor yang menjadikannya demikian. Salah satunya adalah faktor sejarah. Jalan Asia-Afrika ini merupakan ruas jalan pertama di Kota Bandung. Dibangun ketika zaman pemerintahan Daendels, jalan ini telah memakan 30.000 korban jiwa dalam proses pembangunannya. Jalan ini membentang dari Anyer sampai Panarukan dengan panjang 1.000 KM. Selain sejarah pembangunannya, jalan ini juga menjadi saksi sejarah. Jalan ini menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika pada 18-24 April 1955 lalu. Konfrensi Asia-Afrika ini dilaksanakan di Gedung Merdeka yang terletak di Jalan ini. Itu juga yang menjadi alasan penamaan jalan ini menjadi Jalan Asia-Afrika.
ADVERTISEMENT
Selain penuh dengan sejarah, kini jalan Asia-Afrika memiliki daya tarik lain untuk mendatangkan wisatawan berkunjung. Rasanya, tidak afdol rasanya jika tidak main-main ke Jalan Asia-Afrika kalau sedang di Bandung. Lantas, apa saja daya tarik yang dimiliki oleh Jalan Asia-Afrika ini?
1. Bangunannya yang Berkesan Vintage
Tampak Gedung di Jalan Asia-Afrika. Diambil oleh Abid Raihan.
Ketika melewati Jalan Asia-Afrika, kamu akan melihat begitu banyak gedung di samping-samping jalan ini masih berbentuk jadul atau bisa disebut vintage. Keberadaan gedung-gedung ini menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan. Mereka yang datang dari luar kota kerap menjadikan gedung-gedung ini menjadi latar mereka berfoto. Tak jarang juga ada yang foto untuk pernikahannya (pre-wedding) di depan gedung-gedung ini. Pastinya, tema yang mereka usung untuk pre-wedding mereka adalah vintage.
ADVERTISEMENT
Bentuk-bentuk bangunan jadul di Bandung ini dapat kita sebut sebagai bangunan bergaya art deco. Berdirinya bangunan-bangunan jadul ini di Jalan Asia-Afrika tentunya merupakan buah dari pembangunan yang dilakukan pemerintah kolonial di zaman penjajahan Belanda dulu. Salah satu gedung jadul yang berdiri sejak zaman Belanda di jalan ini adalah hotel Grand Preanger. Hotel berbintang ini sudah berdiri sejak tahun 1889 dan dibangun oleh Van Deterkom yang berasal dari Belanda. Tak hanya hotel Grand Preanger, di jalan ini juga berdiri pendahulunya, yaitu hotel Savoy Homann yang dibangun pada 1880 oleh keluarga Homman. Bedanya, keluarga Homman ini bukan berasal dari Belanda, melainkan keluarga asal Jerman yang menetap di Bandung kala itu. Yang terakhir, terdapat gedung Merdeka yang sebelumnya sudah dibahas menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955. Gedung merdeka ini dibangun pada tahun 1895. Uniknya, dulu gedung ini merupakan warung kopi tempat para saudagar dari Belanda.
ADVERTISEMENT
Gedung-gedung ini kini menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan yang datang ke Bandung. Gedung-gedung ini menjadi latar foto para wisatawan yang nantinya pasti akan mereka kenang di masa yang akan datang sebagai bukti kehadirannya di Kota Bandung. Jangan heran ketika anda datang ke Jalan Asia-Afrika dan melihat banyaknya orang yang melakukan photoshoot di depan gedung-gedung. Bahkan, terkadang langkah anda harus terhenti karena tidak enak mengganggu orang yang sedang berfoto dan akhirnya anda menunggu proses pemotretannya selesai baru kembali melangkah.
2. Tulisan Pidi Baiq dan M.A.W Brouwer
Untuk anak zaman now, tulisan ini mungkin sudah tidak asing untuk mata anda. Tulisan ini rasanya sudah menjadi spot foto wajib ketika anda bermain ke Jalan Asia-Afrika. Biasanya, ada yang hanya memotret tulisannya, lalu diposting ke Instagram Story miliknya, menandakan dirinya sedang di Kota Kembang. Tulisan kedua tokoh ini terletak di bawah sebuah jembatan penyebrangan di Jalan Asia-Afrika. Kemunculannya pertama kali terlihat pada tahun 2015. Kala itu, peringatan Konferensi Asia-Afrika di Jalan Asia-Afrika sudah mau berusia 60 tahun. Ridwan Kamil, Walikota Bandung saat itu memutuskan untuk merenovasi jembatan penyebrangan yang ada di jalan itu dan memutuskan untuk menambahkan kutipan kata-kata dari Pidi Baiq dan M.A.W Brouwer.
ADVERTISEMENT
Pidi Baiq mungkin bukan nama yang asing di telinga anda. Seniman ini sangat dikenal dengan karyanya, yaitu Dilan yang begitu digemari para gadis muda pada zamannya. Ucapan Pidi Baiq dipilih oleh Walikota Ridwan Kamil untuk menghiasi kolong jembatan penyebrangan ini. Kata-katanya adalah “Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi”.
Tulisan Pidi Baiq di Jalan Asia-Afrika. Diambil oleh Abid Raihan.
Kalau Pidi Baiq sangat familiar, lalu siapakah M.AW Brouwer? Brouwer adalah seorang fenomenolog, psikolog, dan budayawan asal Belanda yang lahir pada 14 Mei 1923. Ia menimba ilmu di Indonesia, lebih tepatnya di Universitas Indonesia di Fakultas Paedagogi dan mengajar juga di Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran dan Universitas Parahyangan. Kata-kata Brouwer yang dikutip di kolong jembatan penyebrangan ini adalah “Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum”. Sayangnya Brouwer harus kembali ke Belanda setelah permohonan naturalisasinya ditolak hingga akhirnya ia meninggal di sana pada 19 Agustus 1991.
Tulisan M.A.W Brouwer di Jalan Asia-Afrika. Diambil oleh Abid Raihan.
Kedua tulisan tersebut kini menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan. Kedua tulisan ini dapat dikatakan sebagai tulisan yang sangat digandrungi anak muda karena terlihat aesthetic, sebuah sense yang wajib dimiliki anak muda zaman kini. Sekarang, karena ke-aesthetic-annya, kedua tulisan ini dipenuhi antrian wisatawan yang ingin berfoto di sana dan menjadi keunikan tersendiri di Jalan Asia-Afrika.
ADVERTISEMENT
3. Manusia Berkostum
Kalau anda bermain ke Jalan Asia-Afrika, jangan heran ketika anda melihat sangat banyak orang berkostum meramaikan trotoar jalan ini. Jangan takut dan jangan langsung lari, mereka semua di sana untuk menghibur para pendatang dan bisa diajak foto bersama. Mereka kini telah menjadi suatu objek wisata yang unik dan menjadi daya tarik tersendiri di Jalan Asia Afrika. Lantas, dari mana kah mereka berasal? Siapa mereka sebenarnya?
Nah, untuk yang satu ini, saya telah berbincang dengan salah satu pelaku yang bernama Rizky alias Grandong. Dirinya merupakan salah satu manusia berkostum yang ada di Jalan Asia-Afrika. “Kita ini satu komunitas, Omjurig Bandung,” ujar Rizky menjelaskan. Ternyata, manusia-manusia yang berkostum seram ini berasal dari komunitas yang sama, yaitu Omjurig Bandung. Menurut Rizky, komunitas mereka telah diresmikan oleh Ridwan Kamil.
Rizky atau Grandong, Salah Seorang Anggota Omjurig Bandung. Diambil oleh Abid Raihan.
Alasan mereka memilih Jalan Asia-Afrika adalah karena dahulunya ada satu orang yang mencoba, lalu mereka semua berkumpul di sana, jadilah mereka semua di sana dan menjadi suatu komunitas. “Awalnya mah satu orang nyobain, terus yang lain ikutan, jadi deh bikin komunitas,” tambah Rizky.
ADVERTISEMENT
Keberadaan mereka kini menjadikan trotoar Jalan Asia-Afrika penuh dengan manusia yang ingin berfoto bersama mereka. Tak hanya yang ingin berfoto, ada juga yang menggunakan manusia berkostum ini untuk menakuti temannya yang memiliki rasa takut berlebih. Nah, kalau anda merasa sebagai yang memiliki rasa takut berlebih, jangan khawatir, ada juga yang berkostum selain hantu-hantu. Ada yang menjadi Batman, Spider-Man, bahkan Bumble Bee. Anda bisa berfoto bersama mereka semua, tapi jangan lupa kasih tip, ya!