Konten dari Pengguna

Trend Fashion Muslimah Era 2024: Modern Style dan Tantangan Syariat

abidah hilmy tirtasari
mahasiswa universitas negeri yogyakarta
17 Oktober 2024 6:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari abidah hilmy tirtasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber dari Abidah Hilmy Tirtasari (Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber dari Abidah Hilmy Tirtasari (Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Di tahun 2024, dunia fashion muslimah menghadapi pergeseran signifikan dengan munculnya trend pakaian ketat yang menarik perhatian banyak orang. Meskipun tren ini diadopsi oleh sejumlah desainer dan influencer, banyak kalangan yang berpendapat bahwa pilihan ini menyalahi prinsip-prinsip syariat yang seharusnya menjadi landasan dalam berpakaian bagi wanita muslimah. Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai argument mengenai pakaian ketat dalam konteks fashion muslimah dan implikasinya terhadap nilai-nilai keagamaan.
ADVERTISEMENT
Dimulai dari prinsip dasar syariat itu sendiri. Dalam agama islam, berpakaian bukan sekedar soal estetika; ini adalah bagian dari ibadah dan identitas seorang muslimah. Prinsip utama yang harus diperhatikan adalah kesopanan (haya) dan menutup aurat. Dalam pandangan banyak ulama, pakaian yang menempel di tubuh dianggap dapat memperlihatkan lekuk tubuh, yang bisa mengundang pandangan tidak pantas dari orang lain. Oleh karena itu, pakaian longgar dan tidak transparan menjadi pilihan yang lebih sesuai dengan ajaran Islam.
Pakaian ketat, meskipun nyaman dan stylish, berpotensi mengubah fokus dari esensi kesopanan menjadi penampilan fisik. Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk mengingat bahwa tujuan utama berpakaian bagi seorang muslim adalah untuk menjaga kehormatan dan menghindari hal-hal yang merusak citra diri.
ADVERTISEMENT
Lalu, adakah dampak Sosial dan Budaya yang selama ini terjadi?
Tren pakaian ketat ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada Masyarakat secara keseluruhan. Ketika pakaian ketat mulai dianggap sebagai norma dalam fashion Muslimah, ada risiko bahwa nilai-nilai kesopanan yang telah lama dijunjung tinggi akan mulai memudar. Masyarakat mungkin menormalisasi pandangan bahwa Wanita boleh berpakaian sesuka hati, tanpa mempertimbangkan ajaran agama.
Hal ini dapat menciptakan tekanan sosial bagi wanita muslimah yang berusaha untuk tetap menjaga prinsip-prinsip syariat. Bisa saja mereka merasa terpinggirkan jika tidak mengikuti tren ini, sehingga dapat mengurangi kepercayaan diri dan identitas mereka sebagai seorang muslimah. Sebagai komunitas, penting bagi kita untuk menciptakan lingkungan dimana wanita merasa dihargai dan didukung dalam pilihan berpakaian yang sesuai dengan nilai-nilai agama.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, media sosial memainkan peran besar dalam menyebarluaskan tren fashion, termasuk pakaian ketat untuk muslimah. Influencer sering kali menjadi panutan bagi banyak wanita muda, dan mereka memiliki tanggung jawab moral untuk mempromosikan nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran agama. Namun, terkadang ada ketidakselarasan antara gaya hidup yang dipomosikan dan prinsip-prinsip syariat.
Banyak konten di media sosial yang menampilkan pakaian ketat dengan desain yang menarik, tetapi tidak jarang pula konten tersebut mengabaikan aspek kesopanan. Hal ini dapat membingungkan bagi wanita muslimah yang mencari inspirasi, karena mereka mungkin terjebak dalam dilemma antara mengikuti tren dan tetap setia pada ajaran agama. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengedukasi generasi muda tentang bagaimana memilih fashion yang tidak modis, tetapi juga sesuai syariat.
ADVERTISEMENT
Mengadopsi tren pakaian ketat juga dapat berimplikasi pada bagaimana wanita muslimah dipandang dalam masyarakat. Pakaian yang lebih ketat cenderung menarik perhatian, dan ini bisa membawa konsekuensi negatif dalam hal penilaian sosial. wanita yang berpakaian sesuai syariat sering kali dihormati dan dipandang tinggi, sedangkan mereka yang memilih pakaian ketat dapat menghadapi penilaian negatif.
Kita harus berupaya untuk menjaga identitas dan kehormatan sebagai wanita muslimah. Memilih untuk berpakaian sesuai dengan syariat bukan hanya soal penampilan, tetapi juga tentang menghormati diri sendiri dan ajaran agama. Dengan memperkuat nilai-nilai ini, kita dapat menciptakan generasi wanita yang tidak hanya modis, tetapi juga berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama.
Kesimpulan yang bisa kita ambil adalah, tren pakaian ketat di kalangan muslimah di tahun 2024 menimbulkan berbagai pertanyaan dan tantangan terkait syariat. Meskipun fashion adalah tentang kebebasan berekspresi, penting untuk diingat bahwa berpakaian bagi seorang muslimah adalah sebuah ibadah yang mencerminkan identitas dan nilai-nilai keagamaan. Mempertahankan kesopanan dan menutup aurat adalah tanggung jawab yang tidak boleh diabaikan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, kita perlu mendorong diskusi yang konstruktif tentang fashion Muslimah yang menghormati ajaran agama. Dalam menghadapi tren yang berkembang, mari kita tetap teguh pada prinsip-prinsip syariat, sehingga setiap pilihan berpakaian kita tidak hanya mencerminkan gaya, tetapi juga iman dan integritas sebagai seorang muslimah.
Solusi yang dapat mengatasi masalah ini antara lain adalah mengedukasi dan meningkatkan pemahaman tentang prinsip-prinsip syariat berpakaian melalui seminar, lokakarya, dan kampanye di media sosial. Selanjutnya, kitab isa mendukung desainer dan merek yang fokus pada fashion modest, dengan memproduksi pakaian modis namun tetap sesuai syariat. Yang ketiga adalah mendorong influencer untuk mempromosikan gaya berpakaian yang menghormati nilai-nilai kesopanan, serta memberikan contoh yang baik. Yang terakhir kita dapat menciptakan ruang Dimana wanita muslimah merasa didukung dalam pilihan berpakaian mereka, dan berbagi pengalaman serta inspirasi positif.
ADVERTISEMENT
Saya selaku penulis pun masih memiliki banyak sekali kekurangan dalam segi ilmu dan menerapkan syariat-syariat islam. Mari bersama-sama membangun tren fashion yang lebih bermanfaat tanpa merusak etika dan syariat islam.