Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Peran Guru Agama Menguatkan Moderasi Beragama
17 Desember 2020 21:48 WIB
Tulisan dari Abin Abdullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Abin Abdullah, Mahasiswa UIN Syarief Hidayatullah Jakarta
Belakangan ini masyarakat Indonesia di hebohkan dengan fenomena penangkapan yang menjerat dua ulama kondang yaitu: Sugi Nur Rahardja atau yang lebih akrab dipanggil Gus Nur dan Soni Ernata atau yang akrab dipanggil Ustadz Maher atas kasus dugaan ujaran kebencian. Penangkapan terhadap keduanya, diduga atas kasus yang sama yaitu menyebarkan ujaran kebencian terhadap golongan tertentu melalui media social. Sehingga bisa menimbulkan permusuhan antar kelompok atau masyarakat tertentu.
ADVERTISEMENT
Kasus yang terjerat oleh kedua tokoh agama itu patut untuk di prosses di mata hukum, karena telah melanggar prosedur KUHP. Dalam kasus ini kita harus lebih hati-hati dalam memilih guru agama, apalagi kita hanya bermodal kepada pemahaman lewat penyampaian ustad dadakan, yang sering bermunculan di media social yang akhir-akhir ini viral.
Hidup di zaman modern, kita dipermudah dalam mengolah informasi. Terlebih soal pengetahuan dan ilmu, baik ilmu Matematika, Fisika, Kimia dan lain-lain. Tetapi tidak dengan ilmu agama, karena ilmu agama perlu adanya guru sebab seseorang bisa keliru keyakinan dan pikiran akibat ilmu yang diperolehnya salah. Tanpa guru seseorang sangat rawan untuk mempelajari ilmu agama, karena akan salah memahami dalil dan mudah ditipu oleh aliran sesat.
ADVERTISEMENT
Sekarang di indonesia banyak bermunculan perilaku sebagian kelompok gerakan Islam yang mendukung dan mempraktikkan fanatisme dan radikalisme. Bahkan sebagian kecil dari mereka mempraktikkan ekstremisme dan bahkan terorisme atas nama jihad.
Telah di simpulkan oleh kasus di atas, bahwa sebagian dari ulama atau tokoh agama melakukan penyimpangan terhadap dakwah yang tidak sesuai dengan syariat islam. Dengan mengadu domba dan isi ceramahnya mengandung unsur politik dengan jalan caci maki yang ditujukkan terhadap suatu golongan atau kelompok tertentu.
Sebagai Negara yang sangat menghargai perbedaan dan menghargai Hak Asasi Manusia, Indonesia sebagai bangsa yang multicultural, tentu saja mempunyai beragam agama dan kepercayaan. Dari perbedaan keyakinan inilah yang dapat menyebabkan konflik antar agama. Konflik atas nama agama seringkali terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Masjid dibakar, Gereja diserang, tokoh agama menjadi sasaran kekejaman tangan-tangan tidak bertanggung jawab, bom bunuh diri mengatasnamakan agama, radikalisme dan diskriminasi atas nama isu sara seringkali terjadi dan menjadi pemberitaan nasional bahkan internasional.
ADVERTISEMENT
Disini peran guru agama sangatlah penting, dalam menanamkan moderasi beragama di lembaga pendidikan. Sebab guru agama memiliki peran untuk memberikan pemahaman dan pengertian yang luas tentang islam yang rohmatan lil alamin yang dapat menghargai perbedaan.
Guru agama perlu memainkan peranan strategisnya, untuk membina aktivitas keagamaan dan menguatkan moderasi beragama bagi para siswa. Pihak sekolah juga dituntut untuk dapat memfilter guru agama. Karena guru sebagai manusia paripurna dimana segala tindakan, perbuatan, sikap dan perkataan terekam dalam kehidupan peserta didik. Guru agama juga pemegang peran terbesar dalam prosses transformasi, agar siswanya dapat berfikir moderat dan mendorong siswanya agar memiliki moral.
Terkikisnya moral keagamaan siswa yang saat ini hampir terlupakan khususnya di kalangan anak muda yang sudah terbawa arus perkembangan zaman. Banyak sekali kita jumpai siswa-siswi yang menyepelekan adab dan akhlak. Peran penting dalam menjadikan siswa-siswi beradab serta meningkatkan akhlaqul kharimah. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya diantara yang terbaik dari kalian adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR. Bukhari).
ADVERTISEMENT
Pendidikan moral dapat membentuk kepribadian siswa untuk menjadi lebih baik dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai aturan yang ada. Dengan pendidikan moral yang di ajarkan oleh guru agama, siswa akan memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi, sehingga ia mampu menciptakan karya yang gemilang dalam hidupnya atau dengan kata lain siswa dapat mencapai suatu peradaban dan kebudayaan yang tinggi.
Berdasarkan struktur ajaran islam, pendidikan moral adalah yang terpenting. Moral adalah dasar yang tujuan akhirnya adalah pengembangan akhlak yang mulia. Pembelajaran agama islam dan moral diorientasikan pada pembentukan akhlak mulia penuh kasih sayang, kepada segenap unsur alam semesta.
Sebagai pendidik, guru pendidikan agama islam menghadapi tanggung jawab yang berat, untuk itu harus ada persiapan dan potensi yang memadai guna tercapainya suatu hasil pendidikan yang maksimal.
ADVERTISEMENT
Guru pendidikan agama adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dan ilmu, pembinaan moral (akhlak mulia) dan meluruskan perilaku siswanya yang buruk, dengan cara pendekatan yang baik. Oleh karena itu guru pendidikan agama memiliki kedudukan tinggi dalam islam. Menurut Imam Al-Ghazali, tugas guru agama islam adalah untuk menyempurnakan, membersihkian, mensucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan nama tarbiyah ta’lim, ta’dib dan riyadhah.
Tarbiyah sendiri berasal dari kata kerja yaitu Rabaa-yarbuu, Rabiya-yarbaa, Rabba-yarubbu yang artinya berkembang, tumbuh dan memperbaiki. Prosses ini meliputi jasad, akal dan jiwa manusia yang dilakukan secara berkelanjutan, untuk tujuan akhir agar anak didik tumbuh dan mandiri di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Adapun Ta’lim berasal dari kata Allama, Yuallimu, Ta’liima yang artinya memberitahukan, mengajarkan dan pengajaran. Dari segi makna yaitu memberitahukan sesuatu kepada orang yang belum tahu.
Ta’dib secara etimologi berasal dari kata Addaba, Yuaddibu, Ta’dib menurut Ibnu Manzhur kata ini merupakan padanan dari kata Allama yang secara konteks merujuk kepada kata Ta’lim.
Sedangkan, Riyadhah menurut Imam Al-Ghazali berasal dari kata Al-riadhah yang terkenal dengan istilah lain yaitu Riyadhatu Al-sibyan yang artinya pelatihan terhadap individu pada fase anak-anak. Istilah-istilah ini memiliki makna tersendiri jika disebut secara bersamaan, tetapi apabila salah satu disebut secara formal maka akan mewakili kata yang lain.
Pendidikan juga telah disinggung dari kisah Nabi Adam A.S yang dimana telah termaktub dalam surah Al-baqarah: “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda seluruhnya), kemudian mengemukakannya kepada para malaikat. Kemudian Allah berfirman “Sebutkan-lah nama-nama itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Q.S Al-Baqarah: 31)
ADVERTISEMENT
Lembaga pendidikan yang menitikberatkan peran guru agama dalam mentransformasikan pengetahuan untuk peserta didiknya, bergeser kepada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, estetika, sehat jasmani dan rohani.
Jadi jelaslah bahwa guru agama memiliki peran yang sangat vital dalam membentuk moral atau akhlak yang sedang berkembang terhadap peserta didik pada masing-masing sekolah. Disini peran guru agama dalam kegiatan prosses belajar mengajar menentukan hasil akhir dari peserta didik.