Konten dari Pengguna

"Berguru" ke Filsuf Yunani Kuno Melalui Stoikisme

Abiyyas Daffa Suryadi
Mahasiswa Institut Teknologi Telkom Surabaya
20 Agustus 2022 12:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abiyyas Daffa Suryadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Sejarah

Stoikisme atau biasa disebut stoa merupakan aliran filsafat dari Yunani Kuno pada abad ke-300 sebelum masehi. Stoikisme mengajarkan mencapai kebahagiaan dan kedamaian dalam diri sendiri. Stoikisme pertama kali diperkenalkan oleh Zeno, seorang pedagang kaya raya dari Citius pada abad 300 sebelum masehi lalu dilanjutkan dan dikembangkan oleh Lucius Seneca dari Roma, Epictetus dari Yunani dan Kaisar Marcus Aurelius, yang dikenal sebagai salah satu dari Lima Kaisar Yang Baik (The Five Good Emperors).
Epictetus dari Yunani, salah satu pengajar stoikisme. Foto : Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Epictetus dari Yunani, salah satu pengajar stoikisme. Foto : Shutterstock
Stoikisme merupakan ilmu yang kompleks tetapi sangat mudah untuk dipahami. Zaman modern saat ini informasi dari internet menyebar dengan sangat cepat dan luas, sehingga banyak orang yang merasa "kurang" dengan pencapaian dirinya, stoikisme dianggap masih sesuai bagi zaman sekarang meskipun sudah ada dari berabad-abad lalu.
ADVERTISEMENT

Isi Pembelajaran Stoikisme

Stoikisme mengajarkan untuk "hidup selaras dengan alam". "Hidup selaras dengan alam" yang dimaksut ialah percaya bahwa segala sesuatu di alam ini saling terhubung termasuk kita dan peristiwa yang terjadi. Keluar dari prinsip ini bisa menjadi pangkal ketidakbahagiaan. Nalar dan akal sehat yang digunakan sebaik-baiknya merupakan contoh dari "hidup selaras dengan alam".
Kutipan dari Marcus Aurelius tersebut menyadarkan kita bahwa kita hanya bisa memiliki kendali atas pikiran kita sendiri, bukan di luar itu. Dalam stoikisme ini disebut dikotomi kendali. Dikotomi kendali terdiri dari dimensi internal dan eksternal. Dimensi internal merupakan hal-hal yang bisa kita kendalikan, sedangkan dimensi eksternal merupakan hal-hal yang diluar kendali kita. Stoikisme mengajarkan bahwa jika menaruh kita kebahagiaan kita di dimensi internal, maka kita akan mendapat kebahagiaan sepenuhnya, sedangkan jika letak kebahagiaan kita di dimensi eksternal, maka yang ada hanyalah ketidakpuasan.
ADVERTISEMENT
Epictetus seakan memberi tahu kita kalau sumber kegelisahan dan ketidakpuasan itu sebenarnya berasal dari diri kita, bukan dari peristiwa di luar tersebut. Setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi itu selalu bersifat "netral" lalu selanjutnya tergantung dari kita memikirkannya menjadi suatu peristiwa yang "positif" atau "negatif". Memang kita tidak bisa mengharapkan selalu terjadi peristiwa "positif", kadang kala kita harus belajar cara menyikapi peristiwa "negatif" yang datang menghampiri kita. Semua itu tergantung persepsi kita menghadapi peristiwa-peristiwa tersebut.
Stoikisme bukan merupakan aliran agama, aliran ajaran komunitas tertentu atau aliran sebagainya, stoikisme hanyalah aliran filsafat dari Yunani Kuno yang mengajarkan ke kita untuk lebih tenang dalam menghadapi peristiwa-peristiwa di hidup ini agar kita mampu mencapai kebahagiaan dan kedamaian sepenuhnya.
ADVERTISEMENT