Konten dari Pengguna

Maraknya Pertambangan Ilegal: Cacat Regulasi atau Lemahnya Penegakan Hukum?

Abiyyu Rafif Salman
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
9 Desember 2024 15:41 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abiyyu Rafif Salman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar ilustrasi pertambangan ilegal. Gambar dibuat oleh chat GPT.
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ilustrasi pertambangan ilegal. Gambar dibuat oleh chat GPT.
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, isu semakin bayaknya nya pertambangan ilegal, kian mencuat. Mencuatnya isu ini bukanlah tanpa alasan, karena belum lama ini, ramai di berita mengenai kasus “polisi tembak polisi” yang ternyata motif pelaku menembak korban adalah karena sang korban menyelidiki kasus pertambangan illegal yang dimana si pelaku ternyata menjalin Kerjasama dengan pertambangan ilegal tersebut. Akan tetapi, apakah benar pertambangan illegal kian menjamur?
ADVERTISEMENT
Berdasrkan data kementrian ESDM, pada tahun 2022, terdapat 2.761 tambang illegal di Indonesia. Perlu dikethui, jumlah tersebut merupakan jumlah tambang ilegal yang berhasil diungkap, bukan jumlah tambang ilegal yang sebenarnya. Pada kenyataanya, mungkin saja jumlah tambang ilegal di Indonesia lebih banyak dari jumlah tersebut, tersebar di seluruh Indonesia, terutama di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi dan tersebar di semua komoditas mineral maupun batu bara. Jumlah diatas bukamlah jumlah yang kecil, dari tambang illegal tersebut, negara ini menderita kerugian yang sangat besar. Menurut kemntrian ESDM, kerugian negara ditaksir mencapai 3,5 triliun, belum lagi kerugian yang diitimbulkan akibat kerusakan lingkungan.
Pertambangan ilegal menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem, mulai dari pembalakan hutan secara masif, hingga pencemaran air akibat limbah merkuri dan sianida yang digunakan dalam proses penambangan. Sungai-sungai yang terkontaminasi tak lagi layak digunakan oleh masyarakat, baik untuk konsumsi maupun irigasi. Selain itu, tanah yang dikeruk secara sembarangan meninggalkan lubang-lubang besar yang rawan longsor, mempercepat erosi, dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Dampak ini sering kali bersifat permanen, sulit diperbaiki, dan meningkatkan risiko bencana alam di wilayah sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Kondisi diatas menimbulkan pertanyaan, siapakah yang salah pada masalah kali ini?, apakah ada kecatatan regulasi? Untuk memjawab pertanyan tersebut, kita perlu menelaah lebih lanjut peratutan perundang-undangan yang ada yang terkait dengan masalah tambang illegal.
Di Indonesia, undang-undang yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan pertambangan adalah UU Nomor 3 Tahun 2020. UU tersebut merupakan perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009. UU tersebut mengatur mulai dari asas dan tujuan, penguasaan, kewenangan, wilayah, usaha, izin usaha, persyaratan perizinan, hak dan kewajiban pemegang IUP, perlindungan masyarakat dari akibat yang ditimbulkan tambang, dan lain sebagainya
Menurut pandangan penulis, peraturan perundang-undangan yang mengatur pertambangan sebenarnya sudah cukup lengkap untuk menjadi paying hukum bagi kegiatan pertambangan di Indonesia. UU Nomor 3 Tahun 2020, sebagai perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009, sebahgaimana yang telah disebutkan sebelumnya, mengatur berbagai macam hal, mulai dari perizinan tambang, tata cara pengelolaan tambang, hingga sanksi bagi yang melanggar ketentuan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam UU Nomor 3 tahun 2020, perizinan tambang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 89. UU tersebut mengatur peerizinan tambang secara menyeluruh. Berbagai ketentuan ketentuan mengenai perizinan yang diatur dalam pasal tersebut ialah:
- Jenis-jenis izin usaha pertambangan (pasal 36)
- Pihak yang berwenang memberikan IUP (pasal 37)
- Pihak yang berkenan menerima IUP (pasal 38)
- Ketentuan yang harus dimuat dalam IUP (pasal 39)
- Ketentuan-ketentua mengenai penggunaan IUP (pasal 40-41)
- Ketentuan mengenai IUP eksplorasi (pasal 42)
- Ketentuan mengenai IUP operasi produuksi
- Pihak yang berwenang mengeluarkan IUP produksi
- Persyaratan perizinan usaha pertambangan (pasal 64)
- Jenis-jenis izin pertambangan rakyat (IPR) (pasal 66)
ADVERTISEMENT
- Pihak yang berwenang mengeluarkan IPR (pasl 67)
- Hak dan kewajiban pemegang IPR (pasal 69 - 71)
- Segala hal yang berkaitan dengan IUPK (pasal 74 – 86
- Dan lain-lain
Selain ketentuan mengenai perizinan tambang, UU Nomor 3 tahun 2020 juga mengatur aspek lain dalam pertambangan, khusunya yang menyangkut dengan pertambangan illegal, salah satunya ialah mengenai penyidikan. Pasal 149 UU Nomor 3 tahun 2020 berbunyi: Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari pasal tersebut dapat kita simpulkan bahwa yang berwenang dalam melakukan penyidikan terkait dengan pertambangan ialah pejabat polisi negara republic Indonesia dan pegawai negara sipil yang lingkup kerjanya berkaitan di bidang pertambangan. Dalam pasal tersebut juga dijelaskan secara lengkap mengenai prosedur penyelidikan hingga penangkapan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan pertambangan, salah saunya yakni mengoperasikan pertambanhan illegal.
ADVERTISEMENT
Pada pasal 151 - 157, UU tersebut juga menjelaskan ketentuan mengenai sanksi adinistratif. Selanjutnya, pada pasal 158, UU tersebut secara khusus mengatur tentang sanksi terhadap orang atau pihak yang melakukan usaha penambangan tanpa adanya perizinan. Pasal tersebut berbunyi: Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Dari pasal tersebut dapat kita simpulkan, seseorang yang menjalankan perambangan illegal, akan dikenai sanksi berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 100 miliar rupiah. Lalu, pada pasal 159 dijelaskan bahwa: Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Selain pasal-pasal diatas, pasal 161 juga mengatur tentang pertambangan illegal. Pasal tersebut berbunyi: Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Dari pasal tersebut, dapat disimpulkan, tidak hanya pelaku penambangan saja yang dapat dikenai sanksi, akan tetapi pihak-pihak yang terlibat juga dapat dikenai sanksi.
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan diatas, penulis berpandangan bahwa, sebenanya peraturan yang mengatur tentang pertambangan illegal sudah cukup lengkap. Meskipun, pada dasarnya tidak ada hukum yang sempurna. Oleh karena itu, penulis beranggapan, penyebab utama maraknya pertambangan illegal bukanlah disebabkan cacatnya regulasi. Menurut penulis, sama seperti banyak permasalahan lainnya di Indonesia, permasalahan pertambangan disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya kasus polisi, yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakan hukum, malah menjadi backingan pelaku pertambangan illegal. Salah satu nya dapat kita liha dalam kasus “polisi tembak polisi” yang penulis sebutkan diatas, Dimana seorang polisi mnembak temannya yang sedang bertugas menyelidiki sebuah tambang illegal.