Konten dari Pengguna

Cegah Kebocoran APBN 2018

Abraham Samad
Ketua KPK 2011-2015
22 Maret 2018 9:58 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abraham Samad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Konpers APBN Hingga Februari 2018 (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers APBN Hingga Februari 2018 (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
APBN 2018 nilainya amat fantastis, yakni sebesar Rp 2.220,7 triliun. Segenap lapisan masyarakat harus memelototi postur APBN 2018 tersebut, terutama di sektor belanja negara untuk pengadaan barang dan jasa.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar kasus korupsi yang ditangani KPK berasal dari pengadaan barang dan jasa. Tercatat, menurut laporan KPK per 31 Desember 2017, terdapat 171 kasus korupsi pengadaan barang dan jasa.
Karena itu, seluruh lapisan masyarakat harus ikut mengawasi penggunaan uang negara yg sebagian besar sumbernya berasal dari pajak. Walaupun, berkaca dari pengalaman di sektor pengelolaan perpajakan selama ini, memang masih banyak sekali kelemahan termasuk di dalamya tata kelola perpajakan yang masih amburadul serta rentan terhadap fraud dan korupsi.
Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara diproyeksikan sebesar Rp 1.894,7 triliun. Jumlah ini berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.618,1 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 275,4 triliun, dan Hibah sebesar Rp 1,2 triliun.
ADVERTISEMENT
Untuk belanja negara dalam APBN 2018 pemerintah dan DPR RI menyepakati sebesar Rp 2.220,7 triliun. Nilai itu meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.454,5 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 766,2 triliun. Sedangkan anggaran Infrastruktur Rp 410,7 triliun.
Dalam postur APBN 2018 itu, terlihat hampir sebagian besar pengeluaran dan belanja negara tersedot habis dalam pengadaan barang dan jasa, termasuk di dalam pembangunan infrastruktur yang didominasi pengadaan barang dan jasa. Inilah celah paling besar terjadinya korupsi.
Hampir sebagian besar kasus korupsi yang ditangani oleh KPK berasal dari Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Merujuk Laporan Tahunan KPK 2016 dan 2017, sektor PBJ merupakan titik rawan tindak pidana korupsi, di samping sektor perencanaan dan pengelolaan Anggaran Pemerintah dan Belanja Daerah serta pelayanan perizinan.
ADVERTISEMENT
Kasus korupsi KTP elektronik merupakan salah satu contoh kasus korupsi di sektor PBJ di Indonesia di mana kerugian negara akibat korupsi KTP elektronik itu mencapai Rp 2,3 triliun dari total dana proyek yang dianggarkan sebesar Rp 5,9 triliun. Dengan kata lain, hampir 50 persen dana proyek KTP elektronik ini dikorupsi.
Selain korupsi KTP elektronik yang melibatkan sejumlah anggota Dewan, Ketua DPR dan pengusaha, ada pula kasus korupsi PBJ, yakni kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sarana Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang atau dikenal dengan Kasus Hambalang yang mencuat ke permukaan beberapa tahun lalu. Kerugian negara akibat kasus ini sebesar Rp 706 miliar.
Merujuk pada hasil kajian KPK terhadap upaya pencegahan korupsi pada PBJ pemerintah ditemukan bahwa korupsi PBJ paling banyak terjadi pada lima tahapan atau proses, yaitu (1) tahap perencanaan anggaran; (2) tahap perencanaan-persiapan PBJ Pemerintah; (3) tahap pelaksanaan PBJ Pemerintah; (4) tahap serah terima dan pembayaran; dan (5) tahap pengawasan dan pertanggungjawaban.
ADVERTISEMENT
Korupsi di sektor PBJ Pemerintah ini setidaknya akan mengakibatkan tiga hal, yaitu rendahnya kualitas barang dan jasa pemerintah, kerugian keuangan negara, dan rendahnya nilai manfaat yang didapatkan.
Jakarta,22,Maret 2018