Analisis: Soal Roma yang Mengubah Cara Bertahan Mereka

19 November 2017 7:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain-pemain Roma melakukan selebrasi. (Foto: REUTERS/Max Rossi)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain-pemain Roma melakukan selebrasi. (Foto: REUTERS/Max Rossi)
ADVERTISEMENT
Mimik bahagia tak bisa disembunyikan dari wajah pelatih AS Roma, Eusebio Di Francesco, ketika laga melawan SS Lazio, Sabtu (18/11/2017) malam WIB, berakhir untuk kemenangan timnya, 2-1.
ADVERTISEMENT
Skor 2-1 memang tak terlalu wah, tapi, kemenangan tetap kemenangan. Apalagi kemenangan ini didapatkan dari Lazio, yang notabene rival tradisional mereka. Oleh karena itu, raut wajah gembira yang ditunjukkan oleh Di Francesco tak terlalu mengejutkan.
Sepanjang 90 menit wajah Di Francesco memang tampak tegang. Ketika laga belum dimulai, ia bahkan sudah terlihat waswas. Pilihannya untuk tidak mengganti pakem yang mulai ia gunakan secara reguler musim ini, 4-3-3, ditambah memainkan pemain yang lazim diturunkan, malah ditakutkan menjadi risiko.
Meski demikian, apa yang dilakukan oleh Di Francesco tak salah. Justru sebaliknya, Simone Inzaghi-lah yang pantas kecewa. Pilihannya untuk kembali memainkan pola 3-5-2 dan yang lain sebagainya, tak berjalan dengan mulus.
Pada pertandingan ini, Di Francesco memang memilih untuk tak mengubah gaya permainan anak asuhnya ketika memegang bola. Ia tetap memanfaatkan sayap kiri untuk menciptakan peluang, keberanian penyerang sayapnya untuk menusuk, dan melepaskan sepakan jarak jauh.
ADVERTISEMENT
Di lain pihak, Inzaghi juga melakukan hal serupa ketika anak asuhnya menyerang. Ia menggunakan kecepatan Ciro Immobile untuk melancarkan serangan balik dan memainkan umpan-umpan pendek untuk membangun serangan.
Kedua kesebelasan menggunakan pola yang tak berbeda jauh ketika memegang bola. Yang membuat kedua kesebelasan mendapatkan hasil berbeda adalah cara kedua kesebelasan ketika tidak memegang bola.
Selama 90 menit—ditambah waktu tambahan, tentunya—Roma mengubah gaya bermain mereka menjadi sedemikian agresif. Pressing agresif dan penjagaan ketat yang mereka lakukan terhadap pemain Lazio membuat lawan kesulitan.
Salah satu contohnya adalah bagaimana otak serangan Lazio, Luis Alberto, tak bisa bekerja maksimal. Bermain hingga waktu berakhir, Alberto hanya mampu mencatatkan dua sentuhan di dalam kotak penalti Roma.
ADVERTISEMENT
Sulitnya Alberto juga disebabkan oleh bagaimana Kevin Strootman dan Daniele De Rossi bekerja. Dimainkan di posisi gelandang bertahan, kedua pemain tersebut bergantian menutup ruang gerak Alberto, yang sekaligus membuatnya sulit untuk mendapatkan bola.
Apiknya penampilan kedua pemain ini juga ditunjukkan oleh bagaimana mereka menjaga jarak dengan pemain belakang. Jarak kedua pemain ini dengan pemain belakang Roma yang cukup sempit, akhirnya membuat Luis Alberto, yang kerap berdiri di area tersebut, sulit mengirimkan umpan untuk Immobile.
Tak hanya soal itu. Roma juga mengubah kebiasaan mereka ketika lawan sedang membawa bola. Roma yang biasanya memilih menunggu di kedalaman, dalam pertandingan ini, memilih untuk menekan Lazio hingga pertahanannya.
Menurut statistik pertandingan ini, yang dibuat oleh Squawka, ada empat momen perebutan bola yang dilakukan oleh pemain Roma hingga sepertiga terakhir pertahanan Lazio. Mengejutkan? Tentu saja.
ADVERTISEMENT
Kejutan tersebut hanya satu dari sekian hal yang diubah oleh Di Francesco. Ketika Roma biasanya “hanya” membukukan 15, 2 tekel pertandingan, dalam laga ini, mereka tercatat melakukan 23 tekel, di mana empat di antaranya dilakukan di sepertiga terakhir pertahanan Lazio.
Hal tersebut tentu saja menyulitkan Lazio untuk berkembang, dan tentu saja, mengirim umpan jauh kepada Ciro Immobile yang dibiarkan bergerak bebas ke mana saja. Melihat hal tersebut, tak mengherankan jika Immobile sampai beberapa kali kembali ke daerah pertahanannya untuk mencari bola.
Faktor lain yang membuat sulit Immobile adalah bagaimana ia diharuskan berduel menghadapi Konstantinos Manolas dan Federico Fazio di daerah pertahanan Roma. Keduanya tak hanya saling menutup, tapi juga saling mengunci agar Immobile tak mendapatkan asupan bola dari pertahanan Lazio.
ADVERTISEMENT
Pendekatan tersebut juga didukung oleh bagaimana Lazio mengandalkan dua sayapnya sebagai alternatif membangun serangan. Pola ini memang tidak salah, karena pada akhirnya mereka menciptakan beberapa peluang dari sini. Masalahnya, kembali lagi, Immobile jelas akan kesulitan jika harus berduel dengan Fazio dan Manolas sendirian di lini depan.
Perubahan cara bertahan itulah yang tidak dilakukan oleh Lazio dan Inzaghi. Pendekatan mereka terhadap pemain Roma seakan tidak berbeda jauh dengan apa yang mereka lakukan pada lawan-lawan mereka sebelumnya.
Hal penting yang tidak dilakukan oleh Inzaghi dalam laga ini adalah bagaimana ia tidak berusaha untuk mematikan sisi kiri Roma. Terkenal sebagai pemasok peluang, pemain Lazio beberapa kali membiarkan Aleksandar Kolarov dan Diego Perotti bergerak bebas tanpa kawalan.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, membiarkan kedua pemain tersebut bebas sama saja dengan membuat Roma mencetak gol. Berawal dari kebebasan menyerang yang diperoleh Kolarov, Roma mendapatkan hadiah penalti setelah ia dilanggar oleh Bastos.
Kesalahan lain Lazio adalah bagaimana Lucas Leiva kerap sendirian menutup lini tengah. Sendirian menghadapi Radja Nainggolan, Perotti atau El Sharaawy, jelas membuat Lucas kesulitan membantu lini belakang Roma.
Dari sini, bisa ditarik kesimpulan bahwa kunci utama kemenangan Roma adalah bagaimana mereka disiplin menutup daerah pertahanan mereka demi mengantisipasi serangan yang akan dibangun oleh Lazio. Pada kondisi sebaliknya, Lazio justru melakukan blunder dengan tak mengantisipasi serangan-serangan Roma, yang sebenarnya bisa dimatikan.