Mengenal Sosok Oppenheimer, sang Bapak Bom Atom Dunia

Abrar Rizq Ramadhan
Hanya seorang pelajar yang tenggelam di lautan Humaniora. Mahasiswa Ilmu Sejarah - FIS - Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
10 Juli 2023 9:02 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abrar Rizq Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ledakan bom atom. (foto: pexels.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ledakan bom atom. (foto: pexels.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kutipan diatas merupakan kata-kata yang diucapkan oleh sang bapak atom dunia, J. Robert Oppenheimer dalam sebuah wawancara yang disiarkan pertama kali dalam film dokumenter televisi bertajuk “The Decision to Drop the Bomb” (1965) yang diproduksi oleh NBC White Paper, sebuah serial dokumenter yang tayang dalam saluran televisi NBC Television Network dan berlangsung sejak 1960 hingga 1989.
ADVERTISEMENT
Jika diterjemahkan, kutipan Oppenheimer itu berarti “Kini aku telah menjadi sang kematian, sang penghancur dunia”. Kata-kata yang keluar dari mulut Oppenheimer ini terinspirasi dari Bhagavad Gita yang merupakan kitab suci agama Hindu. Dalam narasi yang dihadirkan dalam Bhagavad Gita, terdapat satu kisah ketika Basudewa Khrisna selaku Avatar dewa Vishnu ke-8 menunjukkan citra ilahinya kepada Arjuna sembari berkata: “Aku adalah kematian, sang penghancur dunia”.
Oppenheimer menjadi salah satu tokoh penting yang menghiasi sejarah dunia pada paruh abad ke-20. Ia kerap dikenal sebagai ahli teoritis fisika sekaligus pemimpin dari laboratorium Los Alamos sepanjang perang dunia kedua. Ia kerap dikenal sebagai bapak bom atom dunia akibat kiprahnya dalam proyek Manhattan yang menghasilkan senjata nuklir pertama dalam sejarah umat manusia.
ilustrasi ledakan senjata nuklir bom atom(foto: pixabay.com)
Nama Oppenheimer kembali muncul ke telinga publik ketika sosok pencipta bom atom itu mendapatkan film biopic dengan judul “Oppenheimer”. Film ini akan tayang pada 19 Juli 2023 di Indonesia dan 21 Juli 2023 secara internasional. Christopher Nolan ditunjuk untuk menyutradarai film Oppenheimer. Sebelumnya, Nolan pernah menyutradarai trilogi dari film Batman versi Christian Bale, yang dimana film kedua dari trilogi tersebut, “The Dark Knight”, menjadi film terbaik nomor tiga sepanjang sejarah versi IMDb. Ada ekspetasi yang sangat besar terhadap film besutan Nolan yang terbaru ini, terlebih Oppenheimer menjadi film Nolan dengan durasi terpanjang sejauh kiprahnya dalam perfilman, yakni sekira 3 jam.
ADVERTISEMENT
Menjelang penayangan filmnya, akan sangat menarik jika kita mengulik lebih dalam soal sosok dari J Robert Oppenheimer. Oleh karena itu, penulis akan menjabarkan secara singkat biografi dari tokoh Oppenheimer ini melalui metode pengumpulan data secara heuristik dan tentunya dengan penggunaan bahasa sepopuler mungkin agar lebih mudah dipahami.

Sekilas Tentang J. Robert Oppenheimer

Ilustrasi truk dengan logo Harvard. (foto: pexels.com)
Julius Robert Oppenheimer, demikian nama lengkapnya. Lahir pada 22 April 1904, New York, Amerika Serikat. Lahir dari keturunan Yahudi, ayahnya bernama Julius Seligmann Oppenheimer yang merupakan importir tekstil, dan ibunya yang bernama Ella Friedman merupakan seorang pelukis.
Robert juga memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Frank Friedman Oppenheimer, yang kelak di masa depan juga turut menjadi seorang ahli fisika seperti kakaknya.
ADVERTISEMENT
Perjalanan pendidikan Oppenheimer bermula di Alcuin Preparatory School, namun hanya sebentar saja. Pada tahun 1911 ia kembali melanjutkan pendidikannya di Ethical Culture Society School. Minat Oppenheimer muda mulai terbentuk di sekolah etik ini di mana ia menunjukkan ketertarikan kepada bidang literasi sastra Inggris dan Prancis serta tidak lupa dengan disiplin ilmu mineralogi.
Ia juga kerap disebut siswa yang jenius, terbukti dengan bagaimana ia bisa menyelesaikan kelas 3 dan kelas 4 dalam pendidikannya selama satu tahun saja.
Harvard University Foto: Commons Wikimedia
Tahun-tahun terakhir pendidikannya, Oppenheimer memiliki ketertarikan pada bidang ilmu kimia yang turut membentuk dirinya di kemudian hari. Ia lulus dari Ethical Culture Society School pada tahun 1921 dan melanjutkan pendidikannya di Harvard College.
ADVERTISEMENT
Di Harvard, Oppenheimer mengambil jurusan kimia, namun pihak Harvard sangat mengharuskan mahasiswa kimia untuk turut mempelajari disiplin lain seperti sejarah, sastra, filsafat, dan matematika. Demi menalangi keterlambatannya akan hal tersebut, Oppenheimer mengambil mata kuliah lebih dalam setiap satu semester.
Pada tahun pertamanya sebagai mahasiswa, ia diterima untuk melanjutkan jenjang pendidikan pascasarjana di bidang fisika. Oppenheimer memiliki ketertarikan pada pembelajaran fisika eksperimental melalui mata kuliah termodinamika. Oppenheimer lulus pada 1925 dengan gelar Bachelor of Arts atau Sarjana Seni dengan predikat summa cumlaude.
Satu tahun sebelum ia lulus dari Harvard, Oppenheimer sebenarnya telah dikirimi surat bahwa ia telah diterima di Christ’s College, Cambridge, Inggris. Ia memiliki harapan yang besar terkait hal ini. Ia bahkan sampai mengirim surat kepada Ernest Rutherford selaku pemimpin laboratorium Cavendish agar dapat bekerja di lab itu. Namun Rutherford tidak tertarik dengan surat yang dikirimi oleh Oppenheimer.
Ilustrasi pembelajaran fisika. (foto: pexels.com)
Tidak betah di Cambridge, Oppenheimer kemudian pergi menuju Jerman dan berkuliah di Göttingen dan belajar dibawah bimbingan Max Born. Perlu diketahui bahwa Göttingen merupakan pusat fisika teoritis dunia, sehingga Oppenheimer merasa nyaman berkuliah disana. Di Göttingen, Oppenheimer terkenal sebagai mahasiswa yang brilian. Ia selalu aktif dalam diskusi dan bahkan mengambil alih sesi seminar. Karenanya ia kerap membuat mahasiswa lain merasa jengkel.
ADVERTISEMENT
Lulus pada usia yang sangat muda yakni 23 tahun tepatnya pada Maret 1927, Oppenheimer berhasil memperoleh gelar Doktor Filsafat. Kiprahnya selama di Jerman di antaranya adalah dengan menerbitkan lebih dari selusin jurnal, dan berkontribusi dalam bidang baru mekanika kuantum. Semasa itu juga Oppenheimer bersama gurunya Max Born, menerbitkan jurnal yang membahas soal pemisahan gerakan nuklir dari gerakan elektronik dalam perlakuan matematis molekul.
Proyek Manhattan
Tahun 1936 merupakan masa-masa yang paling menegangkan bagi dunia. Adolf Hitler dan partai Nasionalis-Sosialisnya atau yang akrab dikenal Nazi, menjadi ancaman baru bagi dunia modern. Pada tahun-tahun menegangkan ini, Oppenheimer mulai menunjukkan idealismenya terhadap perpolitikan dunia yang ditandai atas dukungannya terhadap pihak republik selama perang sipil Spanyol. Ia juga berbenturan dengan paham-paham kiri melalui mahasiswa komunis yang turut membuat ia menjadi pribadi anti-fasis. Oppenheimer juga sempat menjalin asmara dengan salah seorang anggota Partai Komunis Amerika, Jean Tatlock. Istrinya di masa depan, Kitty Oppenheimer juga merupakan bagian dari partai Marxis itu.
Ilustrasi gambaran perang dunia kedua. (foto: freepik.com)
Amerika Serikat semakin dibuat was-was oleh aksi-aksi yang dilancarkan oleh Jerman. Di tahun 1939, Jerman berhasil mengambil alih Polandia yang sebelumnya ingin ditarik menjadi bagian dari Uni Soviet. Tiga ahli fisika yaitu Albert Einstein, Leo Szilard, dan Eugene Wigner segera memberi tahu pemerintah AS akan bahaya dari Jerman terlebih jika mereka telah berhasil mempelopori senjata nuklir.
ADVERTISEMENT
Agustus 1942, militer angkatan darat AS diperintahkan untuk mengorganisir gabungan kelompok fisikawan Inggris dan AS untuk mencari cara dalam memanfaatkan energi nuklir demi bersiaga akan ancaman dari Jerman. Dibentuklah sebuah proyek yang bertujuan dalam pemanfaatan nuklir atau yang juga dikenal dengan Proyek Manhattan. Oppenheimer ditugaskan untuk mendirikan dan mengelola laboratorium Los Alamos sebagai pusat penelitian proyek berbahaya ini. Sekitar 3000 ahli fisika terpilih berpartisipasi dalam proyek Manhattan yang diketuai oleh Oppenheimer ini.
Upaya-upaya penelitian di Los Alamos mencapai puncaknya di 16 Juli 1945, tepatnya ketika senjata nuklir pertama kali diujicoba di situs Trinity, sebuah situs berbentuk gurun yang terletak di dekat Alamogordo, New Mexico. Kerja keras para fisikawan ini terbayar dengan kesuksesan. Senjata nuklir itu berhasil dibuat dan dinilai menjadi senjata ledakan paling mematikan sepanjang sejarah. Sekira sebulan kemudian, AS lalu menjatuhkan dua senjata nuklir bom atom yang diberi nama “Fat Man” dan “The Little Boy”, ke Hiroshima dan Nagasaki yang turut membuat Jepang harus mundur dari perang dunia kedua. Perang yang berkepanjangan itu kemudian berakhir dengan kemenangan blok sekutu atas blok poros. Dan lagi, bom atom temuan Oppenheimer merupakan salah satu faktor yang dapat mengakhirinya meskipun ratusan ribu jiwa harus menjadi korban.
ADVERTISEMENT
Oppenheimer menderita akan penyesalan atas hasil kerjanya yang malah dipergunakan untuk membunuh banyak jiwa. Ia kemudian mundur dari pekerjaannya pada tahun yang sama pasca peristiwa di Hiroshima dan Nagasaki. Ia lebih sering mengampanyekan soal energi atom yang seharusnya dipergunakan demi kepentingan damai.

Menjadi Oposisi

Ilustrasi pria yang depresi menggambarkan penyesalan Oppenheimer atas karyanya yang membunuh banyak jiwa. (foto: pexels.com)
Setelah kenangan-kenangan buruknya terhadap hasil kerjanya sendiri telah merasuki pikirannya, Oppenheimer menjadi pribadi yang lebih depresi daripada biasanya. Ia juga turut menentang kebijakan yang dibuat pemerintah AS. Salah satunya adalah penentangannya terhadap bom hidrogen atau bom nuklir karya Edward Teller. Karenanya Oppenheimer kerap dituding sebagai pengkhianat terlebih di masa lalu, ia kerap berhubungan dengan fraksi-fraksi Komunis.
Pada tahun 1953, Oppenheimer diadili dalam sebuah sidang keamanan terkait tudingannya sebagai pengkhianat AS. Ia berhasil lolos dan dinyatakan tidak bersalah namun pasca sidang itu, akses Oppenheimer di kancah milter harus dicabut menyebabkan ia kehilangan jabatannya sebagai penasihat Komisi Energi Atom AS.
ADVERTISEMENT
Pada tahun-tahun terkahirnya sebagai seorang akademisi, Oppenheimer mendapatkan penghargaan “Enrico Fermi Award” dari Presiden Lyndon B. Johnson, akibat kiprahnya dalam komisi energi atom pada tahun 1963. Tiga tahun setelahnya, Oppenheimer harus pensiun dari karirnya akibat kanker tenggorokan dan kemudian wafat pada 1967 di usianya yang menginjak angka 63 tahun.
J. Robert Oppenheimer adalah seorang pria brilian. Ia adalah orang pertama yang mempelopori bom atom, hingga kini menjadi bentuk fisik yang ia wariskan pada dunia. Dari idealismenya kita dapat belajar bahwa tenaga nuklir tidak harus berbentuk sebagai alat pemusnah massal, melainkan bisa berguna bagi berbagai bidang kehidupan manusia seperti pertanian, kesehatan, industri, sumber daya alam dan lingkungan.
Penulis yakin, Oppenheimer ingin nuklir digunakan demi kepentingan yang baik, karenanya ia sangat menyesal ketika hasil kerjanya dipergunakan untuk membunuh banyak jiwa.
ADVERTISEMENT