Pengalaman Berziarah di Makam Bapak Pers Nasional, Tirto Adhi Soerjo

Abrar Rizq Ramadhan
Hanya seorang pelajar yang tenggelam di lautan Humaniora. Mahasiswa Ilmu Sejarah - FIS - Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
30 Juli 2023 12:13 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abrar Rizq Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Makam Tirto Adhi Soerjo di Tanah Sareal, Bogor. (foto: dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Makam Tirto Adhi Soerjo di Tanah Sareal, Bogor. (foto: dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tirto Adhi Soerjo merupakan sosok yang ada dibalik dan menginspirasi kebangkitan nasional. Kiprahnya dalam berjuang mendirikan negara yang merdeka tidak main-main.
ADVERTISEMENT
Ia adalah wujud dari manifestasi arti kebangkitan nasional itu sendiri, karenanya penulis kerap beranggapan bahwa Harkitnas (Hari Kebangkitan Nasional) tidak pantas dijadwalkan setiap 20 Mei, tanggal berdirinya Boedi Oetomo.
Menurut penulis, perjuangan Tirto yang modern telah lahir sebelum Boedi Oetomo, dan Tirto tidak bersikap individualis, ia banyak terinspirasi dari orang-orang sekitarnya untuk mendirikan organisasi modern, karenanya lahir Syarikat Prijaji, sebuah organisasi pergerakan yang diisi oleh perkumpulan Prijaji.
Syarikat Prijaji memang gagal dalam mewujudi visi-nya, namun perjuangan Tirto tidak sampai di situ. Tirto yang berprofesi sebagai jurnalis kemudian mendirikan media suratkabar pribumi dengan bahasa Melayu pertama pada 1 Januari 1907, yang bernama Medan Prijaji.
Ia juga ikut serta dalam mendirikan organisasi pergerakan yang berbasis Islam bernama Syarikat Dagang Islam (SDI). Sebuah organisasi yang bersifat non kooperatif dan radikal.
ADVERTISEMENT
Dari Medan Prijaji dan SDI, Tirto lalu memulai kiprahnya dalam pergerakan nasional. Tulisan-tulisannya dalam koran Medan Prijaji dengan tergas menentang segala bentuk kebijakan pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Ilustrasi setumpuk koran sebagai gambaran profesi Jurnalistik yang menjadi pamungkas Tirto. (foto: pexels.com)
Enam tahun berlalu, Tirto akhirnya berhasil ditangkap dan diasingkan ke Ambon. Sepulangnya dari pengasingan dirinya justru semakin dilupakan oleh khayalak ramai. Nama Tirto Adhi Soerjo seakan hanya berupa mitos legenda saja, karena memang semasa pengasingannya, pemerintah Hindia Belanda melakukan berbagai cara dalam menghapuskan eksistensi Tirto sehingga orang banyak melupakannya.
Tirto lalu wafat akibat suatu penyakit yang berkaitan dengan rasa depresi pada 7 Desember 1918. Ia dimakamkan di Batavia dengan sedikit orang yang mengantarkannya. Meski begitu, semangatnya tidak pernah padam.
ADVERTISEMENT
Karena hanya dengan seorang Tirto, dirinya berhasil menginspirasi banyak pribumi lain dalam mendirikan organisasi pergerakan sama seperti ketika Tirto mendirikan Medan Prijaji dan Syarikat Dagang Islam.
Pada kesempatan kali ini, penulis akan membagikan pengalaman ketika mengunjungi dan berziarah ke makam Sang Pemula itu. Berikut penulis akan menceritakannya dengan pembawaan roman sehingga harapannya pembaca bisa menikmati dengan lebih santai.
Dan mulai dari sini, penulis akan mengubah kata “penulis” dengan kata “aku” sebagai penunjuk orang pertama agar pembawaannya lebih terkesan seperti novel.

Dipindahkan ke Bogor?

Ilustrasi sekumpulan orang yang berdiskusi sebagai gambaran saat aku, ayahku, dan pamanku tengah berdiskusi soal sosok Tirto. (foto: pexels.com)
Kala itu aku tengah berdiskusi dengan ayah dan pamanku. Kami berbagi cerita tentang sosok Tirto Adhi Soerjo, sang perintis suratkabar pertama di tanah Hindia (Indonesia). Dalam diskusi itu, terdapat satu pertanyaan yang dilemparkan pamanku yakni terkait di mana makam Tirto?
ADVERTISEMENT
Lantas aku menjawab “di Jakarta, namun tak tahu persis di mana”. Karena memang setahuku, makam dari Sang Pemula memang terletak di kota Jakarta. Aku sudah banyak belajar soal Tirto terlebih aku membaca Tetralogi Buru karya Pram yang ceritanya dibangun atas fantasi Pram terhadap Tirto.
Ketika aku mencarinya di Google Maps, betapa kagetnya aku melihat bahwa makam Tirto ternyata terletak di Tanah Sareal, Bogor. Lokasinya sangat dekat dengan kantor salah satu media besar di Indonesia. Kebetulan aku sedang menjalani program magang untuk media itu, jadi secara tanpa sadar, kantorku dengan makam Tirto berjarak layaknya sejengkal jari.
Ketika riset, ternyata memang benar bahwa tempat peristirahatan Tirto itu sempat dimakamkan kembali pada 30 Desember 1973. Jujur aku baru mengetahuinya. Lantas, ketika masuk ke kantor pada Senin 24 Juli 2023 lalu, aku segera menyempatkan diri untuk mencari letak dari makam tersebut.
ADVERTISEMENT
Palang depan TPU Blender (foto: dok pribadi)
Sesudah menyelesaikan tugas menulis berita, segera aku pulang dari kantor, menyiapkan motor dan berpamitan dengan satpam. Kubuka aplikasi Google Maps dalam gawaiku dan segera melakukan pengarahan menuju makam Tirto Adhi Soerjo.
Awalnya aku disesatkan oleh Google Maps yang justru mengarahkanku menuju gang-gang kecil. Dengan motorku, aku lewati satu persatu gang kecil sehingga sedikit merasa kesusahan. Namun, aku tak kunjung bisa menemukan jalan keluar dari gang kecil itu sehingga aku memutuskan untuk membaca Maps lebih teliti sekali lagi.
Ternyata terdapat jalan besar yang memang agak sedikit lama jika menggunakan aksesnya, namun tak apalah yang penting sampai dengan mudah.
Lantas ku ikuti jalur besar itu perlahan-lahan dan sampailah di sebuah TPU dengan lahan yang besar bernama TPU Blender. Setiap dindingnya sudah terkena aksi vandalisme sehingga membuatnya seakan tidak terurus.
ADVERTISEMENT
Kemudian aku mencari tempat parkir yang strategis dan kutemukan sebuah lahan besar di mana terdapat sejumlah anak SMP dan beberapa orang dewasa yang tengah nongkrong di tengah teriknya Mentari. Setelah memarkirkan motor, lalu ku berjalan mengikuti petunjuk di Maps agar bisa sampai di titik makam Tirto.

Mencari Makam

Ilustrasi orang yang tengah tersesat mencari jalan sebagai gambaran aku ketika tersesat mencari makam Tirto. (foto: pexels.com)
Berkali-kali ku putari makam demi makam, tidak ada yang berhasil kutemukan nama R.M Djokomono Tirto Adhi Soerjo di nisannya. Setiap makam yang dipagari selalu dicek untuk memastikan bahwa makam itu merupakan makamnya Tirto, namun lagi-lagi aku tidak dapat menemukannya.
Ketika tengah melewati jalan kecil di depan sebuah warung kecil, seorang kuncen yang kusapa kemudian menyapa balik dan bertanya, “nyari makam ya mas?”
ADVERTISEMENT
Segera kujawab iya dan langsung saja kutanyakan perihal lokasi makam Tirto. Ia memastikan sekali lagi, “makam Tirto? Jurnalis? Perintis surat kabar?”.
Langsung segera ia mengarahkanku ke lokasi makam tersebut yang ternyata lokasinya tidak jauh dari tempat motorku diparkirkan.
Ku melihat sebuah tembok yang cukup besar mengelilingi beberapa makam di dalamnya, dan di sanalah Raden Mas Tirto beserta beberapa keluarganya beristirahat.
Kompleks makam tersebut dilindungi oleh tembok dan akses masuk dengan pintu yang terkunci. Aku sempat kecewa kalau aku tidak diperbolehkan masuk berziarah di dalamnya, namun ternyata bapak kuncen tersebut memperbolehkan aku memasukinya.
Bapak itu bernama Andi dan ia kemudian menelepon pemegang kunci untuk segera membukakan pintu makam kepadaku. Di sini aku kemudian merasa lega.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian datang sang pemegang kunci. Bapak itu bernama Rohman. Sebelum aku masuk ke kompleks makam Tirto, kami sempat berbincang-bincang soal sosok Tirto Adhi Soerjo. Penjaga TPU Blender sekitar akrab memanggil Tirto dengan sebutan Eyang.
Pak Rohman dan Pak Andi juga menceritakan bahwa tidak lama ini, seorang berkebangsaan Amerika sampai datang dan berziarah di makam Tirto. Aku kaget dengan keheranan dan sedikit senang bahwa nama Tirto bisa sampai ke negeri Paman Sam.
Penulis berfoto di makam Tirto Adhi Soerjo. (foto: dok pribadi)
Namun sayangnya, Tirto sendiri tidak akrab dikenal oleh warga sekitar Bogor. Hanya sedikit yang mengenalnya dan justru peziarah makam Tirto datang dari kalangan penikmat sejarah bukan dari warga lokal. Memang beberapa warga juga kerap datang dan banyaknya dari sekolah jurnalistik yang berziarah.
ADVERTISEMENT
“Saya pribadi juga seorang Jurnalis dan tengah magang di (salah satu media besar), jadinya saya sangat mengagumi sosok Pak Tirto ini”. Terangku kepada Pak Rohman dan Andi. Setelah cukup lama berbincang, lalu aku pergi ke depan makam dan berdoa di hadapannya. Beberapa doa kulanturkan untuk Almarhum Tirto. Selain berdoa, aku juga meminta izin kepada Pak Rohman untuk berfoto di depan makam.
Sesudah berdoa, aku kemudian kembali berbincang lagi dengan kedua kuncen hebat ini mengenai sejarah dari Tirto yang akan sangat panjang jika dijabarkan. Kemudian, ketika hari semakin siang menuju sore, aku kemudian berpamitan kepada Pak Rohman dan Pak Andi.
Kemudian aku kembali ke parkiran dan segera pulang menuju Cileungsi, Kab. Bogor. Perjalanan yang panjang nan melelahkan namun aku merasa puas karena aku telah mengunjungi makam dari salah seorang tokoh penting di Indonesia ini.
ADVERTISEMENT