Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Pengetahuan dan Historikal MBG dalam Islam
21 Februari 2025 14:48 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Abrar M Dawud Faza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perdebatan panjang berkenaan MBG (Makan Bergizi Gratis) di era Presiden Prabowo masih belum usai, diskursus tersebut setidaknya menyoroti beberapa hal. Pertama, bahwa sedari awal grand design MBG dianggap cacat ide. Kedua, regulasi dan payung hukum dalam tata kelola MBG dianggap tidak proporsional. Ketiga, MBG terlalu membebani APBN. Keempat, berkenaan implementasinya di lapangan yang belum profesional.
ADVERTISEMENT
Kendati banyak juga yang mendukung MBG sebagai program super untuk mengentaskan stunting dan merupakan mandat UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak sedikit yang mencibir bahwa MBG dianggap sebagai program blunder Presiden Prabowo.
Sebenarnya konsep MBG bukanlah sebuah filosofi baru di dunia, terdapat sejumlah Negara yang telah dahulu menerapkannya seperti Brasil, Finlandia, Swedia, India, dan Jepang. Meskipun perlawanan malnutrisi dengan menu bergizi tersebut disesuaikan dengan corak dan budaya Negara masing-masing.
Sebagai sebuah konsep mengentaskan malnutrisi, Presiden Prabowo bukanlah satu-satunya secara histori yang menjalankan konsep MBG. Konsep tersebut sudah melewati dimensi ruang dan waktu hingga diadopsi oleh pemimpin terkemuka di abad modern. Oleh karenanya konsep MBG menarik untuk dibicarakan, bagaimana Islam memiliki pengetahuan dan histori tentang itu.
ADVERTISEMENT
Term makanan dalam Islam
Islam mengenal beberapa istilah term makanan, ada yang disebut dengan “tha’am” dan “aklun”. Tha’am bermakna “dicicipi atau dimakan”, oleh karenanya “minuman” juga termasuk ke dalam “tha’am” hal ini bisa dilihat dalam surah al-Baqarah ayat 248 “faman syariba minhu falaysa minni, wa man lam yath’amhu fainnahu minni”. Kalimat tha’am dalam al-Quran bisa kita temukan sebanyak 48 kali dan tersebar dalam 26 surah dengan berbagai bentuknya.
Sedangkan kata "aklun atau akala” menunjukan sebuah aktivitas makan, tetapi kata akala tidak hanya bermakna memasukkan sesuatu ke mulut yang melewati tenggorokan. “akala” juga bisa bermakna aktivitas dan usaha sebagaimana yang dijelaskan dalam surah an-Nisa ayat 4 “fakuluhu hani’an marian” (nikmatilah pemberian itu dengan senang hati).
ADVERTISEMENT
Islam juga memiliki surah khusus tentang makanan yaitu adalah surah al-Maidah yang berarti “hidangan”, surah tersebut berisi sebanyak 120 ayat dan termasuk surah madaniyah. Asbabun nuzul surah al-Maidah merupakan pengikut setia Nabi Isa (kaum Hawariyyun) yang meminta kepada Nabi Isa untuk Allah menurunkan al-maidah (hidangan makanan) dari langit.
Makanan dalam istilah lain berbunyi “ghidaun” yang bermakna sarapan pagi; pagi; sarapan dan makanan (kebutuhan pokok), di dalam surah al-Kahfi ayat 62 “Qola lifatahu aatina ghada-ana” (bawalah kemari makanan kita). Kalau kita analisis bahwa kata “ghada-ana” pada surah al-Kahfi ayat 62 tersebut berbentuk masdar, artinya pemaknaannya secara lebih khusus yaitu adalah “makan siang”.
Dari yang sudah dipaparkan jelas sekali Islam memiliki konsep makanan sesuai dengan peruntukannya (fungsinya). Makanan semata-mata tidak dilafalkan pada satu kata yang sama merupakan identitas makanan yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain, makanan yang sudah di sebutkan dalam al-Quran memiliki makna yang mendalam, dan perlu direnungkan pada manusia bahwa makanan juga memiliki dimensi yang berbeda terhadap kebutuhan hidup manusia itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Amanat Pencegahan Malnutrisi dalam Islam
Al-Quran sudah mengingatkan “hendaknya manusia itu memperhatikan makanannya” (QS. Abasa: 24). Di dalam al-Quran pada ayat tersebut Allah mengingatkan menggunakan kata “falyanzur”, artinya memperhatikan apa yang dimakan secara “nazr i’tibar” (menggunakan akal). Penggunaan akal tersebut diilhami dengan bagaimanakah makanan itu diciptakan dan diatur untuk manusia.
Artinya asal-muasal sebuah makanan haruslah diketahui apakah makanan tersebut bermanfaat untuk manusia atau tidak ? dan darimana makanan itu berasal ? Serta ukuran (kadar) yang dimakan juga harus diketahui untuk dimakan secukupnya tanpa melakukan pemborosan dan berlebihan (Qs. Al-Isra: 27 dan Qs. Al-A’raf: 31).
Pada ayat sebelumnya, yaitu Qs. Abasa ayat 23 “kalla lamma yaqdi ma amarohu” (sesekali jangan begitu, dia manusia belum melaksanakan apa yang Allah perintahkan kepadanya). Artinya Allah sudah mengetahui bahwa titahnya agar manusia memperhatikan apa yang dimakan, belum dikerjakan manusia (belum seluruhnya manusia memperhatikan makanan yang dimakan).
ADVERTISEMENT
Warta al-Quran tentang memakan-makanan yang bermanfaat tidak hanya berhenti di ayat tersebut. Hal ini juga dipertegas untuk memakan-makanan yang halal lagi baik (halalan thayyiban) pada Qs. Al-Baqarah ayat 168.
Menarik diungkapkan bahwa amanat Allah dalam Qs. Abasa ayat 24 dan Qs. Al-Baqarah ayat 168 di atas, bahwa titah tersebut tidak khusus diingatkan kepada kaum “muslimin” (umat Islam) tetapi kepada “umat manusia” pada umumnya. Itu terlihat pada ayat Qs. Abasa ayat 24 “falyanzur al-Insanu” dan Qs. Al-Baqarah ayat 168 “ya ayyuhannas kuluu". Tidak ada kata “mukmin; muslim dan muttaqin”.
Itu artinya pesan ilahi kepada manusia untuk memperhatikan makanan yang dimakan (sehat, higienis, bahan baku makanan, sumber makanan), kadar makanan (sesuai gizi), makanan yang halal dimakan lagi baik diberitakan kepada seluruh umat manusia.
ADVERTISEMENT
Islam sudah mewanti-wanti berkenaan dengan orang yang tidak makan (kekurangan gizi), artinya makanan dan bahkan kekayaan itu sendiri tidak boleh di monopoli oleh segelintir orang. Islam sudah mengajarkan tentang beberapa pendekatan dalam pencegahan malnutrisi. Seperti pendekatan ZISWAF (Zakat, Infaq, Shodaqah dan Wakaf) itulah kenapa pendekatan Ziswaf ini menjadi salah satu cara untuk membantu orang miskin untuk bisa keluar dari keterpurukannya. Filosofi adanya Ziswaf ini agar harta dan kekayaan tidak hanya berada pada orang yang kaya, oleh karena itu harta pada orang kaya harus bisa juga disalurkan kepada orang miskin. Salah satunya adalah agar tidak ada orang yang tidak bisa mengisi perutnya di dunia.
Selain itu kenapa ada konsep fidyah dalam Islam ? Fidyah bermakna “pengganti atau penebus”, yaitu sebuah konsep dimana adanya penggantian jika seseorang tidak bisa melakukan ibadah secara sempurna. Pergantian tersebut merupakan sebuah harta benda; memberikan makan kepada fakir miskin.
ADVERTISEMENT
Kenapa eksistensi adanya fidyah hukumannya adalah memberikan makan orang miskin ? Karena memang orang miskin membutuhkan pertolongan, membutuhkan makanan, membutuhkan penghidupan yang layak, agar apa yang dimakan oleh orang yang memiliki harta juga bisa dimakan oleh orang yang tidak punya harta.
Al-Quran bahkan menyebutkan bahwa salah satu ciri orang yang “mendustakan agama” adalah orang yang tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin (Qs. Al-Maun: 3)
Dari sini juga bisa kita pahami bersama begitulah pentingnya “makan” dan “memberi makan” dalam Islam, terlebih lagi makanan yang bergizi, halal dan lagi baik untuk dimakan.
Historikal MBG dalam Islam
Di awal sudah disebutkan bahwa konsep MBG dalam Islam bukanlah sebuah konsep yang baru ditemukan, atau sebuah konsep yang baru populer di abad industri 5.0. Tetapi secara histori, Islam sudah merekam selama berabad-abad lamanya.
ADVERTISEMENT
Islam memiliki histori tentang memberi makan bergizi, ini dimulai dari beberapa fase. Yaitu dari fase kenabian (Rasulullah), sahabat, tabi’in dan para Khalifah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah hingga saat sekarang ini.
Al-Quran menjelaskan bahwa Rasulullah sendiri diperintahkan Allah untuk mengatakan agar manusia menafkahkan sebahagian rezeki yang Allah berikan kepada mereka baik secara sembunyi atau terang-terangan sebelum hari kiamat (Qs. Ibrahim: 31).
Dalam sebuah Hadis dijelaskan bahwa “jika hendak melembutkan hati, maka berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim” (HR. Ahmad). Bahkan ketika Rasulullah ditanya Islam yang bagaimana yang paling baik ? Beliau bersabda memberi makan (pada yang membutuhkan) (HR. Bukhari dan Muslim).
Konsep pemberian makan ini sudah terjadi di masa Rasulullah, terlebih lagi ketika beliau berhasil memimpin Negara Madinah. Beliau menjadi sosok teladan dengan memberi makan bukan hanya kepada umat Islam yang membutuhkan saja, tetapi juga kepada orang-orang Yahudi yang membutuhkan makan.
ADVERTISEMENT
Spirit Rasulullah itu juga dilanjutkan oleh para sahabat seperti masa-masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq menjumpai Aisyah istri Rasulullah. Manakah perbuatan Rasulullah yang belum dilakukannya ? Aisyah berkata setiap pagi Rasulullah pergi ke pasar di Madinah lalu menyuapi pengemis Yahudi yang buta. Mendengarkan hal tersebut Abu Bakar Shiddiq lantas mengerjakan hal yang sama yaitu memberi makan orang miskin tanpa memandang golongan.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Umar bin Khattab ketika menjadi khalifah, beliau sering belusukan untuk membantu rakyatnya yang berada dalam kelaparan dan memikul sendiri makanan yang diambilnya dari tempat pengumpulan harta (bait al-mal).
Dalam Islam konsep Bait al-Mal (rumah harta) ini menjadi solusi dalam mengentaskan kemiskinan, kelaparan dan kesusahan. Islam memiliki konsep pajak yang nantinya bermanfaat untuk umat Islam dan bahkan umat non muslim di luar Islam agar hidupnya tetap terjamin. Konsep pajaknya tidak membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Pendapatan Ziswaf (Zakat,Wakaf, Infaq dan Shadaqah) dikumpulkan di dalam Bait al-Mal, dari sana pendistribusiannya akan diberikan kepada yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Konsep Bait al-Mal ini yang di Indonesia bisa kita sebut bagian Menteri Keuangan, meskipun tidak 100% sama tetapi seharusnya nilai-nilai kemanfaatan dan polanya bisa disesuaikan dengan Bait al-Mal.
Konsep Bait al-Mal juga memiliki pasang surut, sejumlah Khalifah pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah mengalami hambatan dan tantangan. Tidak sedikit eksistensi Bait al-Mal terdegradasi dan mulai hilang di telan bumi.
Pada masa Umar bin Abdul Aziz yang merupakan Khalifah Dinasti Umayyah kedelapan (717-720) beliau membuat program kerja mengambil kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga khalifah dan mengembalikannya ke Bait al-Mal dari sana Umar bin Abdul Aziz berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat dan mengentaskan kemiskinan dan jauh dari kelaparan. Orang fakir miskin mendapatkan santunan untuk hidup mereka, hal ini dikarenakan Bait al-Mal (rumah harta) sangat melimpah.
ADVERTISEMENT
Meskipun cuman tiga tahun berkuasa, tetapi Umar bin Abdul Aziz sangat populer sampai saat sekarang ini dikarenakan keadilan, kebijaksanaan dan kezuhudan beliau.
Kesuksesan Bait al-Mal juga dilakukan pada masa Harun al Rasyid yang merupakan Khalifah Bani Abbasiyah ketiga (786-803), dari melimpahnya Bait al-Mal Harun al-Rasyid berhasil membangun infrastruktur keislaman dan ilmu pengetahuan yang luar biasa. Artinya keberadaan Bait al-Mal sudah sangat mapan dan berhasil membangun perekonomian masyarakat sehingga masyarakat tidak ada lagi yang kelaparan dan orientasi Bait al-Mal sudah bergeser dengan membangun infrastruktur dan perkembangan keislaman lainnya dengan tetap memperhatikan masyarakatnya.
Peran Bait al-Mal secara histori merupakan persediaan yang melimpah yang bisa membangun sumber daya manusia, bisa membangun infrastruktur, bisa membangun ilmu pengetahuan dan teknologi jika dikelola dengan profesional.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya MBG diadopsi di Indonesia dimulai dari tahun 2024, dilihat dari perjalannya bahwa implementasi MBG bisa diprioritaskan pada Presiden kedelapan. Artinya butuh waktu 7 Presiden gagasan ini dimunculkan untuk menjadi program prioritas.
Sebenarnya ulama-ulama Indonesia secara histori sudah banyak berjuang agar Pemerintah memperhatikan kaum yang lemah, memperhatikan anak yatim-piatu, membantu orang fakir miskin dan bahkan melakukan terobosan terhadap regulasi yang bernilai keislaman yang bisa membantu orang-orang yang mustad’afin (orang yang lemah; dihina dan tertindas). Perjalanan panjang para ulama Indonesia agar Pemerintah bisa membantu masyarakat, agar jangan sampai ada orang mati dikarenakan kelaparan, agar jangan sampai ada orang yang mengalami kendala buruk dikarenakan perekonomiannya yang lemah.
Kita sadari, meskipun adanya BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), undang-undang berkenaan Ziswaf (Zakat, Infaq,Wakaf, dan Shadaqah), dan regulasi yang bisa membantu orang miskin sepenuhnya belum berjalan maksimal. Mudah-mudahan adanya program makan bergizi gratis ini menjadikan anak-anak Indonesia memiliki mental yang memadai, gizi yang memadai, agar lahir dari Indonesia anak-anak yang cerdas dan pintar yang bisa membangun agama, bangsa dan Negara kedepannya.
ADVERTISEMENT