2 Kisah Kematian Mengenaskan dari Antartika

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2020 10:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Robert Falcon Scott sebelum tewas di Antartika | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Robert Falcon Scott sebelum tewas di Antartika | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Di tanah yang suram dan sepi di ujung dunia, ada sisa-sisa tubuh manusia yang membeku. Masing-masing menceritakan kisah hubungan umat manusia dengan benua yang tidak ramah ini.
ADVERTISEMENT
Bahkan dengan semua teknologi dan pengetahuan kita tentang bahaya Antartika, daratan itu tetap mematikan bagi siapa saja yang pergi ke sana. Di daratan, suhu bisa turun hingga hampir -90°C (-130°F). Sementara di beberapa tempat, angin bisa mencapai 200 mph (322 km per jam).
Berikut adalah dua kisah tentang sisa-sisa tubuh itu, yang menunjukkan betapa kerasnya Benua Antartika.

1800-an: Misteri tulang Chili

Salah satu sisi Pulau Livingston | Wikimedia Commons
Di Pulau Livingston, di antara South Shetlands, di lepas pantai Semenanjung Antartika, tengkorak dan tulang paha manusia telah tergeletak di dekat pantai selama 175 tahun. Mereka adalah sisa-sisa manusia tertua yang pernah ditemukan di Antartika.
Tulang-tulang itu ditemukan di tepi pantai pada 1980-an. Peneliti asal Chili menemukan bahwa itu adalah milik seorang wanita yang meninggal ketika dia berusia sekitar 21 tahun. Dia adalah penduduk asli dari Chili selatan, yang berjarak sekitar 1.000 km (620 mil) jauhnya dari lokasi penemuan. Analisis tulang menunjukkan bahwa dia meninggal antara tahun 1819 dan 1825.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada bukti keberadaan Amerindian independen di South Shetlands,” kata Michael Pearson, konsultan dan peneliti Antartika. “Ini bukan perjalanan yang bisa dilakukan dengan perahu kulit kayu.”
Segalanya misterius. Sulit dicari informasi lebih detail tentang siapa wanita itu sebetulnya.

29 Maret 1912: Kru ekspedisi Kutub Selatan Scott

Robert Falcon Scott dan rekan ekspedisinya | Wikimedia Commons
Tim penjelajah Inggris Robert Falcon Scott mencapai Kutub Selatan pada 17 Januari 1912, hanya tiga minggu setelah tim Norwegia yang dipimpin oleh Roald Amundsen berangkat dari tempat yang sama. Semangat kelompok Inggris hancur ketika mereka menemukan bahwa mereka tidak datang lebih dulu. Segera setelah itu, segalanya akan menjadi lebih buruk.
Mencapai tiang yang menjadi check-point adalah suatu prestasi untuk menguji ketahanan manusia di Antartika, dan Scott berada di bawah tekanan besar. Selain menghadapi tantangan langsung dari iklim yang ekstrem dan kurangnya sumber daya alam seperti kayu untuk membangun, ia pun membawa lebih dari 60 awak kapal yang ikut bersamanya. Mungkin kala itu dia tidak menyadari seberapa dekat ia dan anggota anggotanya dengan kematian, hingga kemudian kemudian mereka wafat di sana.
ADVERTISEMENT
Jasad awak kapal yang bernama Oates dan Evans tidak pernah ditemukan, tapi jasad Scott, Edward Wilson, dan Henry Bowers yang menjadi awak kapal, ditemukan oleh regu pencari beberapa bulan setelah kematian mereka. Mereka telah meninggal pada 29 Maret 1912, menurut tanggal dalam catatan harian Scott.
Sebab hampir mustahil dibawa pulang, dengan berbagai kesulitan dan alasan, kelompok pencari sekadar menutupi jasad mereka dengan salju dan meninggalkan mereka di tempat berbaring terakhir.
"Saya tidak berpikir manusia pernah melewati beberapa bulan seperti yang kita alami," tulis Scott di halaman terakhir buku hariannya.
Menurut laporan BBC International, tim tersebut tahu bahwa mereka sebetulnya hanya berada dalam jarak 18 km (11 mil) dari depot makanan terakhir, dengan persediaan yang bisa menyelamatkan mereka. Tetapi mereka terkurung di tenda selama berhari-hari, semakin lemah, terperangkap oleh badai salju yang dahsyat.
ADVERTISEMENT