5 Kasus Mumifikasi Alami Paling Mencengangkan

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
12 Mei 2020 20:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konotasi mumi memang senantiasa berkaitan erat dengan Mesir kuno. Begitu juga dengan mumifikasi, peradaban Mesir kuno diketahui memiliki beragam metode terbaik untuk melakukannya. Mereka termasuk ahli dalam urusan mengawetkan jasad.
ADVERTISEMENT
Namun, tentu saja, bukan berarti tidak ada mumi di luar Mesir. Pun tidak semua mumi telah terbentuk akibat proses mumifikasi yang bagus dan penuh perencanaan matang.
Beberapa mumi di luar mesir, bahkan telah hadir karena ketidaksengajaan. Berkat bahan-bahan alami dan tanpa campur tangan manusia, tubuh-tubuh yang telah mati ini pun dapat terawetkan dengan sangat baik.

Mumi Garam

Foto: Wikimedia Commons
Di bagian barat Iran, bagian Provinsi Zanjan, ada banyak tambang garam di sisi-sisi gunung. Di antaranya telah beroperasi sejak zaman dahulu. Bagaimanapun, sepanjang sejarahnya, hanya operasi penambangan pada 1994 yang paling menghebohkan dan mengundang banyak perhatian.
Saat itu, para penambang menemukan kepala yang sudah sangat tua dan telah dikeringkan garam. Memumifikasinya terjadi dengan baik, rambut di kepalanya masih utuh, telinganya yang ditindik masih mengenakan anting-anting emas.
ADVERTISEMENT
Penggalian lebih lanjut kemudian menemukan mumi kedua pada 2004. Lalu, selama enam tahun berikutnya, empat mumi lagi ditemukan. Total menjadi enam hasil mumifikasi garam alami yang ditemukan di sini.
Mumi garam pertama berusia sekitar 1.700 tahun, dari masa Kekaisaran Sasania. Sedangkan yang kedua berusia 1.500 tahun. Sisa mumi lainnya berasal dari zaman kekaisaran Persia yang pertama, Achaemenids.
Mumifikasi garam memungkinkan para arkeolog dan ilmuwan mendapatkan banyak informasi tentang manusia zaman kuno itu. Tentang dari mana mereka berasal atau apa yang dimakan sebelum kematian.
Kini, mumi garam ini dipamerkan di Museum Nasional Iran di Teheran.

Mumi Rawa Gambut

Foto: Wikimedia Commons
Ketika Tollund Man ditemukan oleh sekelompok orang di sebuah rawa gambut di Denmark pada 8 Mei 1950, mereka mengira jasad tersebut adalah korban pembunuhan yang baru saja terjadi. Tubuhnya masih tampak segar, raut mukanya jelas terlihat, dan organ dalam tubuhnya juga masih ada.
ADVERTISEMENT
Namun, usai diteliti, ternyata Tollund Man meninggal sekitar tahun 375-210 sebelum masehi. Berarti, mayat itu telah termumifikasi secara alami di rawa gambut dan bertahan dengan sangat baik selama lebih dari 2.000 tahun.
Mumifikasi tersebut dapat tercapai, karena rawa gambut lazimnya terdiri dari lapisan lumut mati yang mengandung air sangat asam, suhu yang rendah, dan kandungan oksigen yang buruk. Hal-hal tersebutlah yang memastikan tubuh, rambut, kuku, pakaian, bahkan organ di dalam tubuh mumi tetap utuh.
Nahasnya, lantaran Tollund Man termumifikasi dengan sangat baik maka para peneliti pun dapat mengetahui penyebab kematiannya. Lelaki itu wafat digantung sebagai "pengorbanan", dengan perut yang dijejali janin.
Tollund Man bukanlah satu-satunya mumi rawa gambut yang ditemukan di dataran Eropa, dan bukan dia saja yang mati dengan cara memilukan lalu terawetkan. Sekitar 80 meter dari lokasi penemuan Tollund Man, 12 tahun sebelumnya telah ditemukan Elling Woman. Wanita ini juga tewas digantung seperti Tollund Man.
ADVERTISEMENT
Masih di Denmark, ditemukan pula Grauballe Man pada tahun 1952. Lelaki yang meninggal sekitar tahun 290 sebelum masehi ini diyakini sebagai korban ritual, dia tewas setelah lehernya digorok. Sedangkan Huldremose Woman, yang ditemukan di Jutland pada tahun 1979, ialah korban pembunuhan.
Di Irlandia, ditemukan tiga mumi rawa gambut yang semuanya merupakan korban pembunuhan. Cashel Man, Old Croghan Man, Clonycavan Man, sama-sama tewas setelah diserang benda tajam secara brutal; mereka hidup ratusan tahun sebelum masehi.
Secara keseluruhan, ditemukan ratusan mumi di berbagai rawa gambut di Eropa. Mayoritas dari mereka meninggal secara tragis.

Ordek Necropolis

Foto: Wikimedia Commons
Diceritakan pada awal abad ke-20, seorang pria bernama Ordek sedang berburu di Gurun Taklamakan. Secara tidak sengaja, Ordek yang berasal dari Uighur (Sinkiang) itu tersandung pada tulang-tulang manusia. Dia juga melihat banyak artefak kuno berserakan di samping tiang-tiang kayu. Namun, karena terlalu takut untuk tinggal lebih lama, seketika Ordek pergi dari sana.
ADVERTISEMENT
Satu dekade kemudian, seorang arkeolog dari Swedia yang bernama Folke Bergman sedang menelusuri legenda Jalan Sutra di wilayah sekitar Uighur. Penjelajahannya itu membuatnya bertemu dengan Ordek; diceritakanlah tentang lokasi kuburan. Ordek enggan menemani Bergman, sebab percaya takhayul, tapi Bergman berhasil lokasi kuburan. Lokasi bersejarah itu pun kemudian dinamai Ordek's Necropolis.
Pada tahun 2000-an, tim arkeolog dari Tiongkok melakukan ekspedisi ke Ordek's Necropolis. Berpegang pada buku yang ditulis Bergman 'Archaeological Researches in Sinkiang Especially the Lop-nor Region', mereka justru menemukan artefak dan mumi dalam jumlah lebih banyak--lebih banyak dari yang dijelaskan oleh Bergman. Terdapat ratusan mumi di Ordek's Necropolis, serta beragam ukiran kuno yang terbuat dari kayu.
Mumi-mumi itu diprediksi telah berusia sekitar 4.000 tahun dan keturunan blasteran. Meski kuburan mereka ditemukan di Gurun Taklamakan yang termasuk wilayah Tiongkok, penampilan fisik mumi justru lebih mirip orang Eropa. Ibu dari mumi-mumi itu kemungkinan berasal dari Asia Timur dan Eurasia Barat, sedangkan garis keturunan ayah mereka dari Eropa.
ADVERTISEMENT
Mumifikasi terjadi secara alami, setelah mayat-mayat itu ditutupi oleh kulit sapi dan dikubur di bawah pasir. Kondisi cuaca Gurun Taklamakan yang ekstrem (sangat kering ketika musim panas, dan sangat dingin tatkala musim dingin) juga membantu proses mumifikasi.
Kebanyakan dari mumi dan artefak itu kemudian dipindahkan Xinjiang Region Museum, dan lokasi lainnya di Tiongkok. Sedangkan Ordek's Necropolis juga berganti nama, dan kini lebih dikenal dengan sebutan Pemakaman Xiaohe.

Mumi Bison Siberia

Foto: Wikimedia Commons
Pada tahun 2011 lalu, para anggota suku Yugakir yang bermukim di Siberia Utara menemukan sisa-sisa bison stepa dalam keadaan membeku, salah satu spesies bison kuno yang telah punah dan menjadi cikal bakal leluhur bison modern saat ini. Bison ini kemudian dipindahkan ke Akademi Ilmu Pengetahuan Yakutian di Siberia, guna untuk penelitian lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, mumi bison stepa sudah ditemukan dalam beberapa tahun ke belakang. Namun, semua mumi tersebut dalam keadaan yang tidak baik sehingga tidak memungkinkan untuk diteliti. Kemudian, ditemukan kembali mumi bison Yugakir ini, yang dimana organ-organ internalnya hampir sepenuhnya utuh dan tidak rusak.
“Biasanya, apa yang Anda temukan dengan mumi megafauna di Amerika Utara dan Siberia adalah bangkainya yang hanya sebagian. Sebagian dimakan atau dihancurkan karena mereka berbaring di lapisan es selama puluhan ribu tahun,” kata Potapova, manajer koleksi Situs Mammoth di Dakota Selatan yang membantu mempelajari mamalia purba ini.
Para peneliti mengungkapkan, bahwa bison Yugakir ini masih memiliki jantung, pembuluh darah, dan sistem pencernaan yang masih dalam kondisi sangat baik, meskipun ada beberapa organ yang telah menyusut secara signifikan. Kurangnya lemak yang berada di perutnya menunjukkan bahwa hewan tersebut mati kelaparan. Diprediksi bahwa bison Yugakir ini mati muda, sekitar 4 tahun.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan otaknya, dimana ini merupakan pertama kalinya jaringan otak bison stepa ditemukan dalam keadaan utuh. Otak tersebut telah dikeluarkan dari tengkoraknya dan akan digunakan untuk penelitian lebih lanjut, seperti studi tentang jaringan otak.
Selain mengeluarkan otaknya, para peneliti juga mengambil sisa-sisa organ internalnya, guna untuk mempelajari sistem jaringan di dalamnya. Penelitian ini juga digunakan untuk mengumpulkan data-data tentang bison kuno yang kemudian dibandingkan dengan spesies bison modern.
Untuk mengkonfirmasi bahwa mamalia beku ini adalah benar-benar bison stepa, para peneliti menggunakan DNA mitokondria yang ditemukan dalam jaringan hewan untuk melakukan tes identifikasi spesies. Mereka juga menggunakan penanggalan karbon untuk menentukan usia mumi tersebut.
“Anatomi, fisiologi, genetika, semua memberikan kita informasi yang sangat baik untuk membangun habitat, perilaku, dan gaya hidup bison. Jika kita mendapatkan semua informasi ini, kita akan menemukan alasan sebenarnya tentang kepunahan spesies,” jelas Potapova.
ADVERTISEMENT

Mumi Sabun

Foto oleh John Donges di Flickr
Penemuan Mumi sabun terjadi di Philadelphia di mana terdapat dua mumi sabun yang terkenal "Soap Lady" yang kini berada di Museum Mütter, Philadelphia, dan "Soapman" yang berada di Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian, Washington DC. Kedua mumi itu ditemukan dari penggalian yang tidak sengaja di sebuah kuburan Philadelphia pada tahun 1875.
Penggalian sebetulnya untuk tujuan konstruksi stasiun kereta api baru yang mengharuskan pemindahan kuburan. Akan tetapi, kuburan kedua mumi itu telah kemasukan air yang membawa kandungan tanah alkali dan membuat kedua jasad itu terhindar dari pembusukan. Walhasil, proses ini menjadikannya mumi sabun.
Berdasarkan penjelasan ilmiah, sebenarnya dalam pembuatan sabun ada proses kimia yang disebut "saponifikasi", yaitu pembuatan sabun dari minyak nabati atau lemak hewani. Biasanya, trigliseria dalam bahan lemak berkembang menjadi sabun melalui komponen kimia, seperti alkali atau natrium klorida. Hanya saja, ketika saponifikasi terjadi pada manusia, umumnya terjadi tanpa disengaja. Itulah mengapa dua tubuh mumi sabun yang terendam air alkali di Philadelphia memiliki kandungan enzim yang tepat sehingga mengubah lemak tubuh dalam jasadnya menjadi lilin.
ADVERTISEMENT
Proses ini dikenal juga dengan sebutan adipocere atau dalam bahasa sehari-hari disebut "lilin kuburan" atau "mayat lilin". Faktor lain pendukung adipocere adalah terbentuk dari lingkungan yang hangat, basah, tanpa oksigen dan enzim bakteri. Pada dasarnya, dalam pembentukan mumi sabun, pembusukan digantikan oleh jaringan lemak permanen yang ada pada organ internal dan wajah. Hasilnya tentu saja cukup menyeramkan, kerangka mumi itu tertutupi oleh "sabun" berwarna coklat atau putih keabu-abuan.
Meskipun tidak menyenangkan melihat tubuh manusia berubah menjadi sabun, para antropolog dapat belajar banyak dari penemuan kedua mumi tersebut. Terutama karena kedua mumi itu lebih mudah teridentifikasi oleh teknologi sinar-X dan pemindai CT yang dapat menganalisis tulang dan membantu menemukan usia saat kematian. Apalagi pakaian dari mumi sabun yang terbungkus lilin biasanya membuat serat-serat kain menjadi lebih awet dan tulang-tulang di tubuh yang terbungkus lemak tubuh juga turut terawetkan dengan baik, memberikan para ilmuwan banyak informasi tentang kapan mereka hidup. Misalnya saja, mumi "Soap Lady" yang ternyata tidak memiliki gigi, tetapi dari analisis tulangnya menunjukkan ia mati ketika berusia 20-an.
ADVERTISEMENT
Kelima kasus itu memberikan kita sebuah gambaran bahwa proses peluruhan jasad memang berbeda-beda. Terkadang aneh dan tidak dapat diprediksi. Begitu pula proses mumifikasi, tidak semuanya terjadi karena direncanakan. Boleh jadi, setelah mati, jasad kita pun akan termumifikasi secara alami dan tanpa ada perencanaan sama sekali.