Awal Ditemukannya Peninggalan Mesir Kuno oleh Arkeolog

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
17 November 2020 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Head of a Leopard dari makam Tutankhamun | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Head of a Leopard dari makam Tutankhamun | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dari semua monumen besar yang ditinggalkan oleh orang Mesir Kuno, mungkin makam merekalah yang menurut para arkeolog paling menarik. Makam telah memberikan kekayaan materi yang tak terbayangkan. Meskipun sebagian besar pernah hilang, namun setelah ekspedisi oleh para arkeologi, banyak peninggalan yang berhasil selamat, dan telah dipulihkan. Peninggalan tersebut mewakili yang terbaik dari yang ditawarkan oleh Mesir Kuno.
ADVERTISEMENT
Bukan suatu kebetulan bahwa peninggalan paling ikonik yang bertahan dari era ini adalah topeng emas Tutankhamun yang berasal dari makamnya. Peninggalan ini digali dan temukan oleh Howard Carter, pada tahun 1922.
Bagusnya, penemuan tersebut kemudian melahirkan pola dasar arkeolog untuk menemukan tumpukan harta karun hasil kebudayaan Mesir Kuno.

Awal kiprah arkeolog

Thebes, Mesir, pada abad ke-19 | Wikimedia Commons
Sejarah mengenai para Egyptology (orang yang tertarik pada kajian sejarah, bahasa, sastra, agama, arsitektur dan seni rupa Mesir kuno dari milenium ke-5 SM sampai akhir praktik keagamaan aslinya pada abad ke-4 M) bermula saat Napoleon Bonaparte tiba di Pantai Mediterania, Mesir, pada 1 Juli 1798. Bonaparte tidak hanya membawa tentaranya saat melakukan ekspedisi ini, tetapi juga membawa para ilmuwan dan seniman.
ADVERTISEMENT
Niat Napoleon adalah menjadikan Mesir sebagai koloni Prancis, memperkuat cengkeramannya di Mediterania; dan memukul mundur Inggris. Bagaimanapun, ilmuwan yang dibawa ke sana memiliki alasan yang lebih tercerahkan: mereka harus melakukan perjalanan keliling negeri, mengamati, dan mencatat semua yang mereka temukan, termasuk sisa-sisa monumen kuno Mesir.
Negara tersebut sebetulnya telah dikunjungi dan dijelaskan oleh para pelancong barat terdahulu, tetapi tidak ada ekspedisi dalam skala sebesar yang dilakukan Bonaparte.
Pada 27 Januari 1799, para ilmuwan berhasil tiba di Thebes, The Valey of the Gates of the Kings’. Mereka lantas membuat peta secara akurat; dan mengidentifikasi lokasi dari makam para firaun.
Lalu, pada tahun 1815, Giovanni Battista Belzoni pun tiba di Thebes. Ia bukan bagian dari tim ekspedisi Prancis, melainkan diinstruksikan oleh Konsul Jenderal Inggris di Mesir, Henry Salt. Belzoni diminta untuk mempersiapkan kepala dan bahu patung Ramses II yang akan diangkut dari Ramesseum (kuil kamar mayat besar Firaun) ke Sungai Nil. Dari sungai ini ia akan memulai perjalanan ke British Museum.
ADVERTISEMENT
Salt kemudian mengirim Belzoni ke Lembah Para Raja, di mana Belzoni mengambil kotak sarkofagus makam Ramses III. Saat itu, dia menjadi tertarik untuk melakukan penyelidikan sendiri. Dia sadar bahwa para penulis klasik telah menggambarkan lebih banyak makam daripada yang telah digali. Belzoni pun memutuskan untuk menemukan gambaran yang hilang itu.
Penemuan demi penemuan makam firaun, serta hasil kebudayaan Mesir Kuno, pun terus berlanjut. Peninggalan ini dicari dan ditemukan bukan tanpa maksud, melainkan untuk memberikan gambaran yang semakin jelas tentang bagaimana manusia hidup pada zaman tersebut.