Konten dari Pengguna

Belajar Tenang dan Meledak Seperti Jojo

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
1 September 2018 23:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelum Jonatan Christie berselebrasi membuka bajunya, banyak orang justru bilang bahwa dia terlalu tenang.
Belajar Tenang dan Meledak Seperti Jojo
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Kumparan/Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
Kali pertama saya melihat permainan bulu tangkis Jonatan Christie (panggil: Jojo), ialah saat dia dikalahkan Chen Long. Hari itu, Rabu (22/8/2018), hujan malam sedang turun deras-derasnya di luar rumah saya, nuansanya terasa cukup pilu lantaran mesti melihat pebulu tangkis Indonesia itu dikalahkan wakil dari Tiongkok.
Bersama sanak keluarga dan tetangga, saya menonton Jojo dari layar televisi. Bersama mereka pula, celotehan kami melantur ke sana ke mari. Ya, sangat melantur, karena meski tujuan kami mungkin untuk mengkritisi permainan Jojo, kenyataannya kami bukanlah pihak yang paham betul soal bulu tangkis. Jadi, mudah diterka, kebanyakan kalimat yang keluar dari mulut kami tak akan jauh dari sekadar analisis tak mendasar.
Tetapi, dari pelbagai analisis tak medasar itu, muncul satu kalimat yang puluhan kali saya dengar telah diucapkan oleh tetangga dan anggota keluarga. "Jojo terlalu tenang, kurang berani," begitu kata mereka berulang kali.
ADVERTISEMENT
Bahkan keesokan harinya, saat sore yang cerah dan saya sedang santai menyeruput kopi hitam di warung, analisis tak medasar tentang Jojo kembali ramai dibahas. Kali ini, giliran tukang ojek yang sesumbar; lagi-lagi dia juga mengucapkan kalimat yang sama, "Jojo terlalu tenang, kurang berani."
Ah, sejujurnya, ingin sekali mulut saya membalas segenap kalimat mereka. Namun, apa daya? Toh, saya juga sama, sama-sama tak mengerti ihwal bulu tangkis seperti mereka. Malah, saya jadi turut memikirkan kalimat mereka dan bertanya-tanya dalam benak, "Benarkah Jojo terlalu tenang?"
Kali kedua saya melihat Jojo, masih tetap lewat layar televisi, Selasa (28/8/2018). Masih ditemani sanak keluarga dan tetangga, dan kali ini beserta tiga tukang ojek.
Menyaksikan laga final nomor perseorangan itu, pikiran saya pun diisi dengan harapan. Harapan jika Jojo akan bermain lebih beringas saat bermain melawan Chou Tien Chen, sebuah harapan yang ingin melihatnya menang dan meraih medali emas. Tentunya, harapan agar orang-orang di sekitar saya tahu bahwa untuk menang kita justru mesti tenang.
ADVERTISEMENT
Set pertama, Jojo menang 21-18 atas wakil dari Taiwan itu. Permainannya memang kalem, namun dari sana saya justru melihat hal tersebut sebagai kelebihan Jojo. Set kedua, Jojo kalah 20-22, bisa ditebak kalimat apa yang keluar dari mulut para kritikus amatir di sekitar saya? Ya, "Jojo terlalu tenang, kurang berani."
Kesal, sungguh kesal. Kesal bukan karena melihat permainan Jojo, tetapi kesal sebab kalimat menyebalkan itu sudah terlalu sering saya dengar. Sampai ketika set ketiga baru saja dimulai, sebetulnya sangat ingin saya mencaci --jika perlu sampai mulut berbusa air liur. Atau berteriak sekeras mungkin, agar kita diam saja dan melihat hasil akhir partai final di Istora Senayan itu. Namun, saya menahan diri, mencoba tenang, menjaga emosi. Toh, Jojo juga terlihat tenang.
ADVERTISEMENT
Selama 1 jam 10 menit, emosi saya diaduk-aduk melihat Jojo dan Chou Tien Chen. "Tetap tenang, kalem, tetang tenang, kalem, Jo," berkali-kali saya ucapkan kata-kata tersebut bagai membaca mantra. Dan, akhirnya, tatkala Jojo menang 21-15 di set ketiga, beberapa saat kemudian dia membuka baju sembari berteriak lantang.
"Dar!" pebulu tangkis yang dianggap terlalu tenang oleh orang-orang di sekitar saya itu meledakkan emosinya di saat yang tepat. Memang betul, dia tidak terlihat sering meluapkan emosinya saat permainan berlangsung. Tetapi, saat pertandingan selesai dan telah terbukti menang, dia mengaung bak singa jantan, he-he-he.
Saya kira, sikap yang dipertontonkan Jojo itu, cukup layak ditiru. Bukan sikapnya membuka baju loh, melainkan sikapnya untuk memilih tenang dan meledak di waktu yang tepat. Sebagai pengamat tak berbakat dalam dunia bulu tangkis, saya pun berani mengklaim: bahwa satu hal yang dapat membedakan seorang pemenang dan pecundang, itu hanya ketenangan.
ADVERTISEMENT
Tetap tenang setelah kalah Chen Long, tetap tenang tatkala bertanding melawat Chou Tien Chen. Lalu, meledak setelah menang. Engkau, membuat kami bangga, Jo!